Stimulus Perbankan Rp 76 Triliun: Strategi Menkeu Purbaya Jaga Likuiditas dan Kredit
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (20/11/2025).(KOMPAS.com/DEBRINATA RIZKY)
14:04
21 November 2025

Stimulus Perbankan Rp 76 Triliun: Strategi Menkeu Purbaya Jaga Likuiditas dan Kredit

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali bikin publik menoleh.

Setelah lebih dulu memindahkan dana pemerintah Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan, kini ia menambah lagi penempatan dana Rp 76 triliun ke bank-bank besar.

Total injeksi likuiditas yang ditopang Saldo Anggaran Lebih (SAL) itu pun menjadi Rp 276 triliun.

Ilustrasi bank.FREEPIK/PCH.VECTOR Ilustrasi bank.

Kebijakan agresif ini memicu dua pertanyaan besar, seperti apa kondisi ekonomi dan perbankan saat ini, apa tujuan persisnya, dan seberapa jauh kebijakan ini bisa benar-benar menggerakkan kredit serta perekonomian?

Desain kebijakan: Rp 76 triliun “tambahan bensin” di tangki likuiditas bank

Tambahan penempatan dana pemerintah Rp 76 triliun dilakukan pada 10 November 2025. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun di sistem perbankan yang lebih dulu dilakukan pada akhir Oktober 2025.

Struktur penempatannya cukup terkonsentrasi di bank-bank milik negara dan satu bank daerah, yakni sebagai berikut.

  • PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI): Rp 25 triliun
  • PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI): Rp 25 triliun
  • PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI): Rp 25 triliun
  • Bank DKI atau Bank Jakarta: Rp 1 triliun

Skema ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan terkait penempatan SAL pada perbankan, yang sifatnya mirip dengan skema penempatan dana pemerintah ke Himbara yang digunakan saat pandemi, tetapi dengan konteks dan skala yang jauh lebih besar.

Jika digabungkan dengan penempatan sebelumnya sebesar Rp 200 triliun di lima bank Himbara, maka total dana pemerintah yang kini “parkir” di perbankan mencapai Rp 276 triliun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor DPD RI pada Senin (3/11/2025)KOMPAS.com/DEBRINATA RIZKY Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor DPD RI pada Senin (3/11/2025)

Alasan Purbaya: ekonomi melambat, uang beredar melemah

Ada beberapa alasan Purbaya menggelontorkan dana pemerintah ke perbankan, berikut di antaranya.

1. Respons terhadap perlambatan ekonomi dan gejolak sosial

Purbaya secara terbuka mengakui bahwa kebijakan ini merupakan respons atas perlambatan ekonomi yang cukup tajam di semester I 2025, yang bahkan memicu aksi demonstrasi di sejumlah daerah.

Ia mengatakan, ekonomi yang melambat membuat ekspektasi publik turun dan memunculkan tekanan sosial terhadap pemerintah.

“Ketika melambat, masyarakat lapar, ekonomi pertumbuhannya rendah, mereka enggak puas, dan turun ke jalan, dan popularitas ke pemerintah turun ke level terendah selama presidensial yang baru ini," ujar Purbaya.

Untuk menjawab kondisi tersebut, Purbaya memutuskan memindahkan Rp 200 triliun dana pemerintah yang semula di BI ke perbankan, dengan tujuan membanjiri sistem keuangan dengan likuiditas dan mendorong roda ekonomi.

“Saya masukkan Rp 200 triliun dari Bank Indonesia, uang pemerintah ke perbankan. Itu akan menciptakan stimulus di perbankan. Habis itu saya monitor gimana hasilnya. Kalau kurang, saya tambah lagi," tutur Purbaya.

Tambahan Rp 76 triliun pada November 2025 adalah “tahap kedua” ketika ia menilai stimulus pertama belum cukup kuat.

2. Base money melemah: sinyal uang beredar kurang kencang

Alasan teknis lain yang berulang kali disampaikan Purbaya adalah pelemahan pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (base money/M0).

Ilustrasi rupiah, uang rupiah. Mata uang paling lemah di Asia 2025.PIXABAY/DARNO BEGE Ilustrasi rupiah, uang rupiah. Mata uang paling lemah di Asia 2025.

Dalam paparan yang dikutip Antara, Purbaya menjelaskan bahwa program penempatan Rp 200 triliun ke bank sempat menunjukkan dampak positif terhadap uang beredar.

“Program penempatan Rp 200 triliun menunjukkan impresi dampak yang baik. Itu tandanya, base money-nya tumbuh 13,2 persen, dan di Oktober (2025) turun dikit di 7,8 persen. Jadi kita pikir perlu didorong lagi, jadi kita masukan Rp 76 triliun," terang Purbaya.

Di kesempatan lain, ia menyebut pola yang sama. M0 yang sempat tumbuh sekitar 13 persen, kembali turun ke sekitar 7 sampai 8 persen pada Oktober 2025.

Itulah yang menjadi alasan penambahan Rp 76 triliun ke dalam sistem.

“Saya tambahkan uang ke sistem ini (base money) naik ke 13 persen di bulan September, tapi Oktober turun lagi ke 7 persen. Wah, kalau gitu masih kurang makanya saya tambah lagi Rp 76 triliun ke perekonomian. Jadi saya piara kondisi di perekonomian supaya ada ruang untuk tumbuh terus," papar Purbaya.

Di mata Purbaya, pelemahan pertumbuhan base money adalah sinyal bahwa transmisi likuiditas ke sektor riil belum cukup, sehingga tambahan injeksi dianggap perlu untuk “memelihara” ruang pertumbuhan.

3. Kredit lesu dan likuiditas berlebih di bank

Data penyaluran kredit menunjukkan tren yang kurang menggembirakan menjelang kebijakan tambahan Rp 76 triliun ini.

Penyaluran kredit perbankan per Oktober 2025 semakin lesu, sementara porsi kredit menganggur atau undisbursed loan mencapai sekitar Rp 2.450 triliun atau hampir 23 persen dari total pagu kredit.

Inilah konteks yang mendorong Purbaya mengambil langkah tambahan. Melalui beberapa kesempatan, ia menegaskan bahwa penempatan dana pemerintah di Himbara dan bank daerah dimaksudkan untuk “menggas” kembali kredit agar sektor riil bergerak.

Ilustrasi kredit, kredit perbankan. Perbankan lebih berhati-hati menyalurkan kredit di tengah daya beli yang belum pulih.
SHUTTERSTOCK/JUICY FOTO Ilustrasi kredit, kredit perbankan. Perbankan lebih berhati-hati menyalurkan kredit di tengah daya beli yang belum pulih.

Tujuan utama: turunkan suku bunga, gas kredit, jaga pertumbuhan

Kebijakan penempatan dana SAL di perbankan dikemas dengan beberapa tujuan yang saling terkait.

1. Menjaga likuiditas dan menurunkan suku bunga kredit

Dalam konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, Purbaya menyebut penempatan dana pemerintah di perbankan berkontribusi positif menurunkan suku bunga.

“Penempatan dana di perbankan merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga likuiditas dan transmisi kredit yang optimal," ungkap dia.

Gubernur BI Perry Warjiyo pun secara eksplisit meminta bank menurunkan suku bunga kredit lebih cepat, dengan merujuk pada fakta bahwa pemerintah sudah menempatkan SAL di perbankan nasional.

“Pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh BI dan penempatan dana SAL pemerintah di perbankan perlu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan lebih cepat," ujar Perry.

Artinya, kebijakan fiskal (penempatan SAL) dan kebijakan moneter (pelonggaran BI) didesain berjalan searah, yaitu membuat biaya dana bank lebih murah, sehingga suku bunga kredit bisa diturunkan dan permintaan pinjaman meningkat.

2. Mengakselerasi pertumbuhan kredit ke sektor riil

Tambahan Rp 76 triliun juga diharapkan menjadi pemicu percepatan kredit, terutama ke sektor produktif.

Purbaya menyebut, pemerintah menempatkan dana Rp 76 triliun untuk mendorong percepatan penyaluran kredit ke sektor riil. Ia pun menyatakan optimisme bahwa pertumbuhan kredit perbankan bisa mendekati dua digit pada Januari 2026.

Bank penerima dana, yakni BRI, Bank Mandiri, BNI, dan Bank Jakarta, didorong untuk mengakselerasi kredit, termasuk ke segmen UMKM, konsumsi, dan sektor prioritas lain, dengan memanfaatkan tambahan likuiditas tersebut.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. FREEPIK/PIKISUPERSTAR Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.

3. Menjaga target pertumbuhan ekonomi dan atabilitas APBN

Dari sisi makro, injeksi dana ini adalah bagian dari strategi pemerintah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen. 

“Kuartal IV ini ekonomi kita akan tumbuh 5,6 sampai 5,7 persen. Saya akan pastikan itu terjadi, memastikan program-program kita bisa jalan, dan ekonomi kita tumbuh lebih cepat," ungkap Purbaya.

Penempatan dana SAL juga merupakan cara mengaktifkan dana menganggur di kas negara agar lebih produktif, alih-alih hanya mengendap di BI.

Dari kacamata fiskal, langkah ini diharapkan bisa memperkuat penerimaan (melalui aktivitas ekonomi yang lebih tinggi) tanpa langsung menambah beban utang baru.

Dampak awal yang terlihat: base money naik, penyerapan dana tinggi

1. Base money dan uang beredar menguat

Seperti disampaikan Purbaya, salah satu indikator awal keberhasilan kebijakan ini adalah pertumbuhan base money yang sempat naik menjadi sekitar 13 persen setelah program penempatan Rp 200 triliun pertama.

Meski kemudian turun lagi ke kisaran 7 sampai 8 persen pada Oktober 2025, angka tersebut dinilai masih bisa “dipelihara” dengan tambahan Rp 76 triliun.

Dengan demikian, M0 kembali menguat di akhir tahun dan memberi ruang bagi pertumbuhan kredit serta permintaan domestik.

2. Penyerapan dana di bank: di atas 80 persen

Per 22 Oktober 2025, sekitar 84 sampai 85 persen dana tersebut sudah dimanfaatkan perbankan, atau sekitar Rp 167 triliun sampai Rp 168 triliun.

Angka ini menunjukkan bahwa bank memang menggunakan dana tersebut untuk ekspansi kredit atau pembiayaan lain, meski efek bersih ke pertumbuhan kredit agregat masih dinilai belum cukup kuat oleh sebagian analis.

Ilustrasi kredit, fintech, pinjaman daring. FREEPIK/PCH.VECTOR Ilustrasi kredit, fintech, pinjaman daring.

3. Indikasi perbaikan penjualan ritel dan kredit

Purbaya sendiri mengklaim bahwa setelah penempatan dana pertama, mulai terlihat perbaikan penjualan ritel dan peningkatan penyaluran kredit.

Ia menyebut, penjualan ritel menunjukkan tren membaik. Selain itu, perbankan mulai menyalurkan kredit “lebih kencang” dibanding awal 2025.

Namun, ia juga mengakui bahwa perlambatan pertumbuhan base money di Oktober menandakan stimulus tersebut “masih kurang”, sehingga memicu tambahan Rp 76 triliun.

Apa yang perlu dipantau ke depan?

Kebijakan penyaluran dana tambahan Rp 76 triliun ini baru bisa dinilai secara utuh dalam beberapa bulan ke depan.

Ada sejumlah indikator kunci yang akan menjadi “raport” bagi strategi Purbaya.

1. Pertumbuhan kredit perbankan

Purbaya menargetkan pertumbuhan kredit mendekati double digit pada Januari 2026. Data kredit hingga kuartal I 2026 akan menjadi ujian apakah penempatan SAL Rp 276 triliun benar-benar efektif.

2. Pergerakan suku bunga kredit

Dengan dorongan BI dan pemerintah, pasar akan memantau apakah bank menurunkan suku bunga kredit secara signifikan, terutama untuk sektor produktif dan UMKM.

Ilustrasi kredit, kredit UMKM. SHUTTERSTOCK/AZMI PAMUNGKAS Ilustrasi kredit, kredit UMKM.

3. Kualitas aset dan NPL

Ekspansi kredit cepat tanpa manajemen risiko yang memadai bisa meningkatkan kredit bermasalah (NPL). Artinya, keberhasilan bukan hanya soal kredit tumbuh, tetapi juga kualitasnya.

4. Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga

Target pertumbuhan ekonomi 5,6 hingga 5,7 persen di kuartal IV 2025 dan kelanjutan momentum di 2026 akan menjadi ukuran apakah injeksi likuiditas ini benar-benar menggerakkan ekonomi, bukan sekadar berpindah di neraca bank.

Eksperimen besar Purbaya di persimpangan fiskal dan perbankan

Penempatan tambahan dana Rp 76 triliun ke perbankan adalah bagian dari eksperimen kebijakan besar yang sedang dijalankan Purbaya Yudhi Sadewa, yakni memanfaatkan SAL secara agresif untuk mengisi celah antara pelonggaran moneter dan mandeknya kredit.

Dari sisi narasi, kebijakan ini menjawab dua tekanan sekaligus: merespons perlambatan ekonomi yang memicu keresahan sosial, dan mengatasi sinyal pelemahan uang beredar.

Dari sisi desain, fokus ke bank-bank besar, seperti BRI, Mandiri, BNI, dan Bank DKI, diharapkan menciptakan efek rambatan yang luas.

Namun, seperti diingatkan banyak analis, injeksi likuiditas jumbo bukan obat tunggal.

Tanpa perbaikan iklim usaha, kepastian regulasi, dan keyakinan pelaku ekonomi, dana Rp 276 triliun berisiko hanya menjadi “bantalan” di neraca bank, bukan tenaga pendorong nyata bagi sektor riil.

Keberhasilan atau kegagalan strategi ini akan sangat ditentukan oleh tiga hal, yakni seberapa agresif bank menyalurkan kredit, seberapa cepat suku bunga turun, dan seberapa jauh kepercayaan dunia usaha pulih.

Tag:  #stimulus #perbankan #triliun #strategi #menkeu #purbaya #jaga #likuiditas #kredit

KOMENTAR