Kisah di Balik Masjid Pancasila, Saat PNS ''Dipaksa'' Sedekah oleh Soeharto
- Pernah mendengar Masjid Pancasila? Masjid ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan mudah dikenali. Hampir semua bangunan Masjid Pancasila memiliki ciri khas dan arsitektur yang sama.
Ciri utama Masjid Pancasila adalah atapnya berbentuk segitiga bersusun tiga tingkat, yang juga disebut dengan atap tumpang atau tajug.
Ciri lainnya termasuk penggunaan tiang-tiang di tengah aula dengan gaya arsitektur joglo, tetapi tanpa kolom bebas untuk ruang yang lebih lapang.
Masjid Pancasila merupakan bagian dari proyek pembangunan banyak masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pada periode tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an.
Banyak Masjid Pancasila yang tersebar di Indonesia diresmikan langsung oleh Soeharto. Ini karena penyelesaian pembangunan masjid ini memang disesuaikan dengan agenda kunjungan Soeharto ke daerah-daerah.
Masjid Pancasila dan potong gaji PNS
Sebagai informasi saja, pendirian Masjid Pancasila di era Orde Baru dikoordinasi dan dilakukan oleh Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP), sebuah yayasan yang didirikan Soeharto pada tahun 1982.
Dikutip dari situs resmi YAMP, ide untuk membangun banyak Masjid Pancasila tercetus saat Soeharto melakukan incognito (blusukan) ke daerah Klaten, Jawa Tengah, pada tahun 1970.
Saat melakukan perjalanan tak resmi, ia melihat banyak warga Klaten yang bergotong royong membangun masjid baru. Soeharto lalu memutuskan turun dari mobilnya untuk menemui warga yang tengah bahu membahu mengangkut batu bata, kayu-kayu, dan bahan bangunan lainnya.
Para warga yang ditemui Soeharto lalu berkeluh kesah perihal sulitnya mengumpulkan dana untuk pembangunan masjid.
Ia kemudian memerintahkan Gubernur Jawa Tengah Moenadi untuk memberikan bantuan agar pembangunan masjid dapat segera diselesaikan.
Masjid yang berlokasi di Jalan Pemuda ini berhasil diselesaikan dan diresmikan pada tahun 1971. Sampai kini masih tegak berdiri dan dikenal dengan nama Masjid Raya Klaten.
Blusukannya ke Klaten inilah yang kemudian menginisiasi Soeharto mendirikan YAMP pada 1982. Yayasan ini didirikan dengan tujuan mengumpulkan sedekah. Dalam tujuan pendiriannya, YAMP tak secara eksplisit didirikan untuk membangun masjid.
Namun kemudian dalam akta yayasan, disebutkan bahwa yayasan ini ditujukan untuk mendanai bidang pendidikan, pemberian beasiswa, dakwah, penerbitan, penelitian dan pengembangan rumah ibadah, rumah sakit, panti-panti sosial, dan usaha produktif lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Ciri khas pintu Masjid Pancasila yang dibangun di era Soeharto.
Minta PNS menyumbang
Sembilan bulan setelah pendirian YAMP, Soeharto sebagai ketua mengirim surat nomor 12/YAMP/XI/1982 kepada Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), sebuah organisasi yang menghimpun PNS seluruh Indonesia.
Masih mengutip situs YAMP, dalam surat tersebut Soeharto menyampaikan, “...Berdasarkan atas keyakinan bahwa tujuan dan usaha yayasan seperti kami uraikan diatas sejalan dengan tujuan organisasi KORPRI, maka dengan ini kami menghimbau kepada anggota KORPRI, melalui saudara ketua, untuk kesediaannya menjadi penyumbang yayasan, secara sukarela dan sesuai dengan kemampuan....”.
Imbauan Presiden kedua ini langsung ditindaklanjuti oleh KORPRI yang menggelar rapat kerja pada tanggal 27 Nopember 1982 yang dipimpin langsung oleh Ketua KORPRI Pusat saat itu, Daryono.
KORPRI kemudian pun menyepakati dukungan penuh imbauan presiden yang dituangkan dalam Keputusan Rapat Kerja KORPRI Pusat Nomor: Kep-04/RAKER/1982 tentang Sumbangan Sukarela anggota KORPRI disalurkan melalui YAMP.
Diputuskan setiap anggota KORPRI yang beragama Islam memberikan amal jariah atau sedekah dan disalurkan melalui YAMP.
Besaran sedekah per bulan disesuaikan dengan golongan PNS, yakni:
- PNS golongan I: Rp 50
- PNS golongan II: Rp 100
- PNS golongan III: Rp 500
- PNS golongan IV: Rp 1.000
Sama halnya dengan PNS, anggota ABRI pun diwajibkan menyisihkan gajinya untuk disumbangkan ke YAMP, rinciannya:
- Tamtama: Rp 50
- Bintara: Rp 100
- Perwira pertama: Rp 500
- Perwira menengah: Rp 1.000
- Perwira tinggi: Rp 2.000
Berbekal keputusan inilah, secara administratif pengumpulan sedekah ini dari PNS anggota KORPRI dan ABRI yang beragama Islam pun dimulai.
YAMP kemudian mengirim surat kepada Menteri Keuangan RI bernomor: 13/YAMP/XII/1982 tertanggal 8 Desember 1982 yang berisi permohonan untuk melakukan penghimpunan dana sumbangan KORPRI bagi YAMP.
Surat tersebut ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan RI dengan menerbitkan surat edaran tentang pemberian amal jariah atau sedekah dari anggota KORPRI melalui mekanisme pemotongan gaji PNS anggota KORPRI yang beragama Islam.
Selain PNS muslim, dilakukan pula pemotongan bagi pegawai negeri anggota KORPRI yang nonmuslim yang disalurkan untuk usaha-usaha sosial melalui Yayasan Dharmais.
Tag: #kisah #balik #masjid #pancasila #saat #dipaksa #sedekah #oleh #soeharto