Polemik Pengemudi Taksi Online Wajib Ber-KTP Bali
Suasana kemacetan di area wisata di Pulau Bali. (KOMPAS.com/NI KETUT SUDIANI)
12:48
11 November 2025

Polemik Pengemudi Taksi Online Wajib Ber-KTP Bali

- Menanggapi rencana wajib KTP Bali bagi sopir ASK (angkutan sewa khusus) pariwisata, Ketua Garda Indonesia Igun Wicaksono menilai kebijakan berbasis KTP rawan melukai asas kesetaraan dan mengancam nafkah pengemudi yang sudah menggantungkan hidup di Pulau Dewata.

Menurut Igun, larangan bagi pengemudi non-KTP Bali bisa memutus akses mata pencaharian yang telah berlangsung, sehingga butuh kebijakan yang lebih bijak dari pemerintah daerah dan pemangku adat.

“Dengan adanya pelarangan pengemudi non KTP Bali akan menimbulkan akses hilangnya pekerjaan pencari nafkah dari yang sudah menjadi pengemudi online saat ini," kata Igun dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).

"Kami berharap pemda dan pemangku adat mempertimbangkan ini dengan bijaksana dan arif untuk tidak menghilangkan seseorang mencari nafkah di Bali,” ucapnya lagi.

Ia juga menegaskan posisi asosiasi dengan mendukung kebijakan pro-rakyat selama tidak menimbulkan perlakuan berbeda atas dasar KTP.

“Sikap kami Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia mendukung kebijakan keputusan pro rakyat di Bali. Namun, jangan sampai menjadi diskriminatif dan kami yakin pemerintah daerah Bali dan pemangku adat Bali akan bijaksana menjaga ekosistem transportasi online tanpa diskriminatif," ujar dia.

Igun pun memperingatkan bagaimana dampak rambatan masalah jika pasal berbasis KTP dijadikan preseden di daerah lain.

“Kami kawatir akan adanyan kebijakan-kebijakan diskriminatif juga akan diberlakukan didaerah-daerah lain sehingga hal ini akan mengganggu perekonomian, serta kebhinnekaan dalam satu provinsi,” tutup Igun.

Sebelumnya, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Bali, Rai Ridharta, mengungkapkan Raperda Angkutan Sewa Khusus (ASK) pariwisata di Bali masih harus ditinjau kembali.

Rai menekankan kepastian aturan dan kesiapan skema implementasi sebelum Raperda ASK pariwisata di Bali dijalankan. Menurut Rai, ruang berusaha harus diimbangi kepastian hukum yang bisa diawasi dan dipertanggungjawabkan.

“Negara kita memberikan keleluasaan yang besar, kepada setiap orang individu maupun badan usaha untuk melakukan usaha, salah satunya di bidang transportasi," kata Rai.

"Tentu untuk melakukan usaha ada ketentuan atau peraturan yang harus diikuti sebagai sebuah persayaratan secara legal dan dapat dipertanggungjawabkan usahanya," tambah dia.

Terkait rencana kewajiban KTP Bali bagi pekerja di sektor ini, Rai menilai keputusan akhirnya ada pada hasil fasilitasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia mengingatkan agar isu KTP Bali tidak diputuskan tanpa skema yang matang.

“Saya kira Kemendagri akan memberikan jawaban apalagi raperda ini sedang dimintakan persetujuan ke Kemendagri (soal KTP Bali). Jangan sampai setelah diterapkan baru kemudian mencari solusi. Tentu akan menimbulkan persoalan,” lanjut Rai.

Rai juga menyoroti perlunya detail teknis operasional yang harus disesuaikan. Ia mengatakan bahwa hal ini perlu dicermati, karena implementasinya perlu skema yang jelas sesuai regulasi, terutama soal KTP Bali, agar tidak berbenturan, ia mendorong penyesuaian aturan KTP sejak awal.

Sementara itu pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan menegaskan Raperda belum bisa berlaku tanpa nomor register Kemendagri.

“Perda itu, kalau nggak ada nomor register Dagri, itu nggak berlaku," ujar Djohermansyah.

Sebagai informasi saja, pada 28 Oktober 2025 Pemprov Bali bersama DPRD Bali menyepakati Raperda Penyelenggaraan Layanan ASK Pariwisata Berbasis Aplikasi yang mengatur kewajiban KTP Bali bagi sopir, pelat DK, label "Kreta Bali Smita", serta standar tarif dengan pembedaan WNI–WNA.

Terbitnya usulan mengenai kewajiban driver untuk ber-KTP Bali tersebut tidak lepas dari aksi protes yang dilakukan oleh ratusan sopir taksi konvensional dalam Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali.

Mereka mengeluh mengenai Pulau Dewata yang mulai dibanjiri oleh perusahaan transportasi digital dan sopir berpelat non-DK yang bersaing memperebutkan pasar transportasi dengan sopir-sopir lokal.

Dalam salah satu tuntutannya, FPDP meminta ada pembatasan rekrutmen driver di Provinsi Bali hanya kepada masyarakat yang memiliki KTP Bali dan mewajibkan mobil pariwisata berpelat DK.

Dasarnya, para sopir taksi konvensional tersebut merasa bahwa hadirnya aplikasi layanan transportasi menyebabkan ketimpangan akses ekonomi bagi sopir lokal dan munculnya kemacetan parah.

Tag:  #polemik #pengemudi #taksi #online #wajib #bali

KOMENTAR