Sektor Industri Jadi Penggerak Utama Adopsi Energi Surya di Indonesia
Permintaan terhadap energi bersih di sektor industri Indonesia terus meningkat seiring dorongan global menuju dekarbonisasi dan target Net Zero Emission 2060. Kini, penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tak lagi sekadar pilihan efisiensi biaya, tetapi menjadi bagian dari strategi transformasi bisnis menuju keberlanjutan jangka panjang.
Sebagai pengembang energi surya terkemuka di Indonesia, SUN Energy mencatat lonjakan minat dari berbagai sektor industri yang ingin beralih ke sumber energi terbarukan. Dari industri berat seperti baja hingga sektor cepat saji, adopsi PLTS terbukti menjadi langkah strategis untuk menekan emisi sekaligus menjaga daya saing di pasar global.
Berikut sejumlah sektor industri yang paling potensial memanfaatkan PLTS sebagai sumber energi bersih dan efisien:
1. Industri Baja dan Logam: Efisiensi untuk Industri Padat Energi
Sektor baja dan logam merupakan salah satu pengguna energi terbesar di dunia. Proses peleburan, pengecoran, hingga pelapisan logam membutuhkan daya listrik dalam jumlah besar dan stabil.
Di Indonesia, industri baja diperkirakan menyumbang sekitar 15% dari total konsumsi energi industri nasional, menandakan tingginya intensitas energi di sektor ini. Dengan area pabrik yang luas, pemanfaatan energi surya menjadi solusi efektif untuk menekan biaya operasional tanpa mengorbankan produktivitas.
2. Otomotif: Mendukung Elektrifikasi dan Green Manufacturing
Industri otomotif memiliki kebutuhan listrik tinggi untuk jalur perakitan, pengecatan, dan sistem pendinginan yang beroperasi hampir tanpa henti.
Sektor ini menyumbang 19% terhadap industri manufaktur dan sekitar 4% terhadap PDB nasional. Dengan arah industri yang semakin kuat menuju elektrifikasi, banyak pabrikan kini mulai mengintegrasikan PLTS di fasilitas produksi dan pusat distribusi sebagai bagian dari strategi green manufacturing.
3. Pertambangan: PLTS Off-Grid dan BESS Jadi Alternatif Genset Diesel
Lokasi tambang yang umumnya jauh dari jaringan listrik membuat industri ini bergantung pada genset berbahan bakar fosil. Padahal, biaya bahan bakar diesel dapat mencapai 20-40% dari total biaya operasional tambang.
Penerapan PLTS off-grid yang dipadukan dengan Battery Energy Storage System (BESS) kini menjadi alternatif efisien untuk menyediakan listrik berkelanjutan tanpa emisi tambahan. Beberapa perusahaan tambang besar di Indonesia telah mulai mengadopsi sistem PLTS hybrid untuk mendukung target dekarbonisasi dan efisiensi jangka panjang.
4. Pulp & Paper: Menekan Beban Energi hingga 70%
Industri kertas termasuk sektor dengan intensitas energi tertinggi. Proses pengeringan diperkirakan menyumbang hingga 70% dari total konsumsi energi di sektor ini. Di Indonesia, tercatat bahwa energi berkontribusi sekitar 17% terhadap total biaya operasional.
Dengan jam kerja dominan di siang hari, PLTS dapat menurunkan beban listrik puncak secara signifikan sekaligus membantu menekan emisi karbon dan memperkuat rantai pasok hijau.
5. FMCG: Energi Bersih untuk Produk Ramah Lingkungan
Sektor makanan, minuman, dan produk konsumsi cepat saji memiliki konsumsi listrik tinggi untuk sistem pendinginan, pengemasan, dan distribusi.
Di Indonesia, industri ini dikelompokkan sebagai energy-intensive industry. Karena itu, semakin banyak perusahaan Fast Moving Consumer Good (FMCG) yang memanfaatkan PLTS untuk menjaga efisiensi biaya dan memperkuat citra merek berkelanjutan di mata konsumen.
6. Semen dan Bahan Bangunan: Dorong Produksi Rendah Karbon
Produksi semen menghasilkan emisi karbon tinggi, terutama dari proses pembakaran klinker. Sektor ini diperkirakan menyumbang sekitar 7% dari total emisi CO₂ global.
Pemanfaatan PLTS di area produksi dapat membantu menurunkan emisi dari konsumsi listrik berbasis fosil serta mengurangi ketergantungan pada pasokan energi jaringan. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya industri semen menuju produksi yang lebih efisien dan rendah karbon.
7. Petrokimia dan Plastik: Menjaga Daya Saing di Era ESG
Industri petrokimia memiliki beban listrik konstan sepanjang hari untuk mendukung proses kimia, distilasi, dan pendinginan. Ditambah lagi, sektor petrokimia Indonesia menghadapi tekanan biaya energi dan tuntutan keberlanjutan yang semakin besar dari investor.
Dengan karakteristik konsumsi energi yang stabil dan intensif, penerapan PLTS dapat membantu menekan biaya operasional, menurunkan emisi gas rumah kaca, serta menjaga daya saing ekspor di tengah tuntutan standar ESG (Environment, Social, Governance). internasional.
8. Keramik: Efisiensi Energi untuk Pasar Ekspor Hijau
Proses pembakaran dan pemanasan keramik membutuhkan energi tinggi dan berlangsung terus-menerus. Konsumsi energi dapat mencapai hingga 30% dari total biaya produksi di industri ini.
Karena itu, pemasangan PLTS di atap atau area kosong pabrik menjadi strategi efisien untuk menekan biaya listrik dan meningkatkan efisiensi operasional, sekaligus membantu industri keramik memenuhi standar keberlanjutan yang kini menjadi syarat utama pasar ekspor seperti Eropa dan Australia.
9. Pakan dan Pupuk: Potensi Besar untuk Energi Surya di Lahan Luas
Pabrik pupuk dan pakan ternak umumnya memiliki area luas dengan paparan sinar matahari tinggi, ideal untuk sistem PLTS. Sama seperti industri lainnya, industri pupuk di Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi energi melalui teknologi ramah lingkungan.
Dengan kebutuhan listrik tinggi sepanjang tahun, energi surya mampu menjaga efisiensi produksi sekaligus memastikan pasokan listrik yang stabil dan berkelanjutan.
Menuju Ekosistem Industri Rendah Karbon
Perubahan menuju energi bersih di sektor industri tidak bisa dilakukan sendiri. Diperlukan kolaborasi lintas sektor agar transformasi ini benar-benar berdampak pada daya saing nasional.
Melalui kemitraan dengan berbagai pelaku industri, SUN Energy terus mendorong adopsi PLTS di berbagai sektor industri sebagai fondasi menuju ekosistem industri rendah karbon yang tangguh dan berkelanjutan di Indonesia.
Tag: #sektor #industri #jadi #penggerak #utama #adopsi #energi #surya #indonesia