Apa Saja Syarat Melakukan Redenominasi Rupiah?
- Redenominasi atau penyederhanaan jumlah digit pada mata uang tidak dapat dilakukan begitu saja. Selain persiapan secara undang-undang, redenominasi rupiah juga perlu memperhatikan kondisi ekonomi suatu negara terutama terkait dengan tingkat inflasinya.
Sebelumnya, RUU Redenominasi ini muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025.
Secara umum, redenominasi memang merupakan kebijakan yang membuat jumlah angka pada suatu mata uang menjadi berkurang, Namun nilai harga tak berubah sama sekali.
Kebijakan redenominasi ini memiliki dampak positif dan negatif terhadap rupiah.
Oleh karena itu, pemangku kepentingan tidak dapat mengabaikan begitu saja syarat-syarat yang perlu dipenuhi sebelum melakukan redenominasi rupiah.
Beberapa pihak menyebut, langkah ini redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai mata uang ini dapat menimbulkan kenaikan harga barang atau inflasi.
Menyikapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tak menampik bahwa salah satu risiko yang akan timbul dari redenominasi ialah inflasi.
"Ya pasti akan berdampak," kata dia singkat saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Senin (10/11/2025).
Syarat yang Harus Dipenuhi Sebelum Redenominasi Rupiah
Pengamat rupiah sekaligus Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, terdapat beberapa kondisi yang perlu diperhatikan ketika melakukan redenominasi rupiah.
Ia juga menekankan pentingnya penyampaian dalam edukasi dan sosialisasi kepada publik atau masyarakat terkait dampak dari redenominasi rupiah.
Adapun hal pertama yang perlu diperhatikan ketika melakukan redenominasi rupiah adalah stabilitas ekonomi dan inflasi rendah.
"Jangan dilakukan saat inflasi tinggi, defisit besar, atau ketidakstabilan politik, karena memiliki risiko kenaikan harga dan mendorong inflasi," kata dia kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
Ia menambahkan, dalam melakukan redenominasi masyarakat harus paham bahwa ini bukan sanering atau pemotongan nilai uang.
"Banyak negara gagal karena rakyat salah paham dan panik. Hal ini mengurangi daya beli menyarakat akibat pembulatan angka," imbuh dia.
Selain itu, dalam proses redenominasi rupiah penting diperhatikan penyesuaian sistem dan infrastruktur keuangan.
Pasalnya, semua sistem akuntansi, perbankan, dan harga di pasar harus siap menghadapi transisi dua mata uang (lama dan baru).
Selanjutnya, pemerintah juga melu menyediakan periode transisi yang cukup. Hal ini bertujuan agar masyarakat dan pelaku usaha tidak bingung.
"Uang lama dan baru sebaiknya beredar bersamaan selama 1–3 tahun," ucap dia.
Sementara itu, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjabarkan, redenominasi rupiah berbeda dengan pemotongan nilai dan tidak membuat harga barang-barang naik jika prasyaratnya terpenuhi.
“Redenominasi hanya memangkas digit, bukan memangkas nilai, sehingga bersifat netral terhadap inflasi bila prasyaratnya dipenuhi,” kata Josua saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/11/2025).
Meski demikian, kebijakan ini sangat bergantung pada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, yakni inflasi tertambat, nilai tukar rupiah terhadap dollar stabil, ekspektasi harga terjaga, dan situasi sosial politik yang relatif kondusif.
“Pengalaman berbagai negara menunjukkan keberhasilan ketika dilakukan pada saat perekonomian stabil dan didukung komunikasi publik yang intensif,” imbuh Josua.
Menurut Josua, kebijakan memangkas tiga angka nol pada uang rupiah lebih mudah dipahami masyarakat dan meminimalisasi risiko pembulatan harga berlebihan untuk transaksi kecil.
“Dengan pertimbangan tersebut, rencana ini patut didukung sebagai program penataan, bukan sebagai resep mengatasi masalah harga atau kurs,” kata dia.
Dampak positif redenominasi rupiah
Berikut ini adalah beberapa dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat dengan adanya redenominasi rupiah yang direncanakan pemerintah.
1. Penghitungan uang lebih mudah
Penyebutan atau penulisan uang menjadi lebih singkat karena pengurangan angka nol pada redenominasi. Hal ini akan memudahkan melakukan perhitungan uang dalam jumlah uang besar seperti jutaan atau miliaran.
2. Efisiensi pencantuman harga
Pencantuman harga barang yang berada di swalayan acap kali tidak bulat seperti Rp 9.999, dan harga barang tersebut sama dengan Rp 10.000, karena nilai Rp 1 tidak bisa ada uang kembaliannya. Pada redenominasi, hal ini tidak akan terjadi karena harga barang lebih efisien.
3. Mengurangi human error
Jumlah nominal yang terlalu banyak dalam mata uang sering kali menghambat proses transaksi saat ada kesalahan dalam memasukan jumlah nominal uang. Dengan redenominasi, angka nol akan berkurang sehingga meminimalisasi kesalahan.
4. Tingkatkan citra rupiah
Banyaknya angka pada mata uang rupiah membuat kesan kurang bernilai. Sehingga kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan citra mata uang Indonesia.
5. Memudahkan pembuatan laporan keuangan
Lebih mudahnya pembuatan laporan keuangan akan sangat terasa saat pelaporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang biasanya menggunakan nominal yang sangat besar.
Uang lama berbagai pecahan termasuk pecahan kecil ditawarkan oleh pedagang uang di kawasan Pasar Baru, Sabtu (26/1/2013). Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia diharapkan gencar menyosialisasikan rencana redenominasi atau penyederhanaan pecahan rupiah agar masyarakat siap dan redenominasi tidak menimbulkan dampak inflasi.
Harus Diwaspadai
Meskipun memiliki tujuan yang positif, redenominasi rupiah juga bisa berdampak pada kehidupan mendasar masyarakat.
Dalam implementasinya, redenominasi rupiah rawan memicu kepanikan masyarakat.
Ketika tidak ada sosialisasi yang baik, redenominasi akan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat ketika memiliki nominalmata uang baru.
Adapun yang lebih parah, redenominasi bisa memicu kenaikan harga. Penghilangan beberapa angka nol bisa menjadi celah sejumlah oknum yang memungkinkan adanya kenaikan harga.
Sebagai gambaran, harga barang per item semula Rp 2.800. Ketika dilakukan redenominasi akan menjadi Rp 2,8. Hal ini membuka peluang untuk membulatkan menjadi Rp 3.
Ketika hal ini terjadi, maka akan terjadi inflasi akibat kenaikan harga tersebut.
Tak hanya itu, redenominasi juga akan membutuhkan waktu untuk pasar melakukan penyesuaian harga.
Para pengusaha akan melakukan penyesuaian harga yang tentu membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, dan jika pembiayaan operasional dibebankan ke harga barang maka akan memicu kenaikan harga.
Selain itu, redenominasi juga berpotensi membutuhkan waktu peralihan yang lama. Masyarakat yang terbiasa dengan sistem yang telah berjalan sebelumnya akan cukup sulit untuk melakukan penyesuaian dan diperkirakan berjalan dengan waktu yang tidak sebentar.
Redenominasi Rupiah Direncanakan Matang
Menanggapi hal tersebut, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mengatakan, proses redenominasi direncanakan secara matang dan melibatkan koordinasi erat antarseluruh pemangku kepentingan.
Saat ini, RUU Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025–2029, sebagai RUU inisiatif Pemerintah atas usulan Bank Indonesia.
"Selanjutnya, Bank Indonesia bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan terus melakukan pembahasan mengenai proses redenominasi," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (10/11/2025).
Ia menambahkan, Implementasi redenominasi tetap mempertimbangkan waktu yang tepat, dengan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial serta kesiapan teknis termasuk hukum, logistik, dan teknologi informasi.
"Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung," ujar dia.
Redenominasi Rupiah Ditargetkan Rampung 2027
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah resmi memasukkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi ke dalam agenda strategis pemerintah.
Wacana redenominasi Rupiah mengemuka ke publik setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 pada Jumat (10/10/2025).
Rencana ini akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) yang ditargetkan rampung pada 2027.