



Pro Kontra Pelaku Industri soal Pengenaan BMAD Benang Filament Asal China, Siapa yang Dirugikan?
- Tampak pro dan kontra terjadi di kalangan pelaku industri, terutama asosiasi tekstil, ihwal pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) bagi produk benang filament asal China.
Kontroversi tersebut mencuat setelah Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menolak usulan penerapan BMAD bagi produk benang filament dari China. Penolakan sejalan dengan masukan sejumlah Menteri dan pelaku industri terkait di dalam negeri.
Saat ini, ada asosiasi tekstil yang mendukung keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ada pula yang menyayangkan langkah Kemendag.
Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyebut, pro dan kontra terjadi di dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Di mana, ada anggota API yang menolak BMAD dan juga yang bersikap sebaliknya.
Menurutnya, API selaku asosiasi yang menaungi banyak pelaku di sektor tekstil, belum sepenuhnya mencerminkan kepentingan industri nasional. Lantaran ada tiga kelompok besar yang punya kepentingan yang berbeda.
“Kita harus jelaskan ke publik bahwa tidak semua anggota API menolak BMAD. Kenyataannya, ada tiga kelompok besar yang punya kepentingan berbeda,” ujar Redma dalam keterangan pers diterima Kompas.com, Jumat (27/6/2025).
Kelompok pertama datang dari pelaku industri tekstil yang fokus pada produksi, terutama dari sektor spinning. Mereka dinilai mendukung penerapan BMAD karena takut akan ancaman produk impor bisa menekan harga dan merusak daya saing industri.
“Kelompok ini pro industri nasional. Mereka nggak main impor. Mereka tahu betul kalau dumping dibiarkan, itu bisa menghancurkan ekosistem industri dari hulu sampai hilir,” paparnya.
Kelompok kedua merupakan perusahaan tekstil yang juga mengimpor barang, namun dalam skala terbatas.
Sedangkan kelompok ketiga datang dari mereka yang menolak pengenaan BMAD. Kelompok ini disebut sebagai pemain impor besar, yang tidak masuk dalam API. Namun melalui API, para importir menyampaikan usulan dan masukannya.
“Mereka bukan cuma ambil kuota gede, tapi juga jual barang dumping di dalam negeri. Bahkan mereka ini punya jejaring kuat ke kementerian. Tekanan dari mereka yang bikin pejabat enggan menetapkan BMAD,” kata Redma.
Sebelumnya, penyelidikan atas dugaan praktik dumping produk benang filament dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak 12 September 2023, atas permohonan APSyFI yang mewakili PT Asia Pacific Fibers Tbk, dan PT Indorama Synthetics Tbk.
Produk yang diselidiki mencakup benang filamen sintetis tertentu dengan klasifikasi HS 5402.33.10; 5402.33.90; 5402.46.10; dan 5402.46.90 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022. Produk ini terdiri atas dua jenis, yakni partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY).
Kekhawatiran akan dampak penolakan BMAD disuarakan Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fadjar Budiono. Ia menegaskan bahwa industri intermediate dan hulu saat ini sudah merasakan tekanan berat akibat dumping produk poliester dari Tiongkok.
“Yang paling kena itu bagian poliesternya. Sekarang harga poliester dari Tiongkok jatuh karena dumping. Kalau ini dibiarkan, industri intermediate bisa kolaps,” kata Fadjar.
Dampak berikutnya akan menjalar ke hulu, terutama pada produsen purified terephthalic acid (PTA) yang saat ini juga tengah mengalami penurunan permintaan dari dalam negeri.
Fadjar menyebut para pelaku hulu bahkan kini mencoba bertahan dengan mendorong ekspor, namun keberlanjutan strategi ini diragukan.
“Kalau ekspor mentok, mereka bisa rate down juga. Padahal PTA itu bahan bakunya dari Pertamina, jadi kalau mereka tutup, pasokan aromatik kayak paraxylene bisa kelebihan produksi,” paparnya.
Kendati begitu, Mendag Budi Santoso mengungkapkan alasan pemerintah menolak mengenakan BMAD atas impor benang filamen sintetis asal China. Keputusan ini didasarkan atas kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Tanah Air.
Ia mengaku bahwa pasokan benang filamen sintetis tertentu di pasar domestik masih terbatas, sehingga otoritas belum dapat menerapkan BMAD atas impor benang filamen sintetis tertentu dari China.
Saat ini, kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu memproduksi untuk dipakai sendiri.
“Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri TPT nasional, khususnya pasokan benang filamen sintetis tertentu ke pasar domestik yang masih terbatas,”ungkap Budi.
Tag: #kontra #pelaku #industri #soal #pengenaan #bmad #benang #filament #asal #china #siapa #yang #dirugikan