



Harga Emas Dunia Diramal Tembus 4.000 Dollar AS, Defisit Anggaran AS Jadi Pemicu Utama
– Harga emas diproyeksikan melonjak hingga 4.000 dollar AS atau sekitar Rp 66 juta per troy ounce dalam 12 bulan ke depan. Analis Bank of America (BofA) menyebutkan lonjakan ini bukan semata akibat konflik geopolitik seperti ketegangan Israel-Iran, melainkan lebih disebabkan oleh memburuknya defisit anggaran Amerika Serikat.
"Perang antara Israel dan Iran memang bisa saja memanas sewaktu-waktu, namun konflik bukan faktor penentu yang mampu mendorong harga emas dalam jangka panjang," tulis analis BofA dalam riset terbaru yang dirilis Jumat (21/6/2025), dikutip dari Fortune.
Menurut BofA, defisit fiskal AS yang diperkirakan makin membengkak menjadi isu utama yang bakal mendorong investor mencari aset lindung nilai seperti emas. Lembaga ini memperkirakan harga emas akan naik 18 persen dari level saat ini, menuju 4.000 dollar AS atau setara sekitar Rp 66 juta per troy ounce (kurs Rp 16.500).
Di sisi lain, meski konflik Israel-Iran sempat memicu kekhawatiran pasar global, harga emas justru turun 2 persen dalam sepekan terakhir sejak Israel mulai melancarkan serangan udara ke Iran.
Ketegangan geopolitik semakin memanas seiring laporan yang menyebut pesawat pengebom B-2 stealth AS melintasi Samudera Pasifik. Presiden Donald Trump disebut tengah mempertimbangkan intervensi lebih lanjut dalam konflik ini, termasuk penggunaan bom penghancur bunker di lokasi fasilitas nuklir Iran.
Namun menurut analis BofA, perhatian utama pasar kini justru tertuju pada proses negosiasi anggaran di Kongres AS. Rancangan undang-undang perpajakan dan belanja negara yang tengah dibahas diperkirakan akan menambah triliunan dollar AS ke dalam tumpukan utang Negeri Paman Sam selama beberapa tahun ke depan.
Kondisi ini dikhawatirkan mengancam daya tarik surat utang pemerintah AS di mata investor global. Apalagi di tengah perang dagang yang kembali memanas, nilai tukar dollar AS terus melemah terhadap mata uang utama dunia lainnya, membuka peluang lebih besar bagi emas untuk terus menguat.
Sejak akhir Maret 2025, bank sentral di berbagai negara telah melepas surat utang AS senilai 48 miliar dollar AS atau sekitar Rp 792 triliun. Di saat bersamaan, bank-bank sentral justru meningkatkan pembelian emas, meneruskan tren yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan World Gold Council mencatat, instabilitas geopolitik dan potensi konflik dagang menjadi alasan utama bank sentral di negara berkembang mempercepat pembelian emas dibandingkan negara maju.
BofA memperkirakan, kepemilikan emas bank sentral kini setara hampir 18 persen dari total utang publik AS yang beredar, naik dari 13 persen satu dekade lalu.
"Data ini seharusnya menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan di AS. Kekhawatiran berkelanjutan soal defisit fiskal dan ketegangan dagang dapat mengalihkan lebih banyak pembelian bank sentral dari obligasi AS ke emas," tulis analis BofA.
Meski harga emas diprediksi menguat, BofA mencatat alokasi investasi emas di portofolio investor global masih relatif rendah, hanya sekitar 3,5 persen. Artinya, ruang kenaikan harga masih terbuka lebar.
Terlepas dari hasil akhir negosiasi anggaran di Kongres AS, BofA menilai defisit anggaran Negeri Paman Sam akan tetap tinggi.
"Karena itu, kekhawatiran pasar atas keberlanjutan fiskal AS tidak akan mereda, apa pun hasil pembahasan di Senat. Volatilitas suku bunga dan pelemahan dollar AS seharusnya tetap menopang harga emas, terlebih jika Departemen Keuangan AS atau Federal Reserve pada akhirnya turun tangan menstabilkan pasar," tulis analis BofA.
Tag: #harga #emas #dunia #diramal #tembus #4000 #dollar #defisit #anggaran #jadi #pemicu #utama