



Kualitas BBM Pertamina Meragukan: Isu Publik 'BBM Oplosan' Tahun 2022 Viral Lagi
Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, termasuk Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018-2023, mencuat ke permukaan. Skandal ini diduga telah merugikan negara hingga mencapai Rp 193,7 triliun.
Setelah kasus ini ramai diperbincangkan, unggahan lama terkait Pertamina kembali menjadi sorotan di media sosial. Beberapa unggahan yang viral antara lain dugaan terkait kualitas bahan bakar minyak (BBM) Pertamina yang dinilai buruk, termasuk isu bahwa Pertalite yang beredar memiliki Research Octane Number (RON) 86, lebih rendah dari standar yang ditetapkan, yaitu RON 90.
Isu kualitas Pertalite dengan oktan rendah ini ramai dibahas di platform media sosial seperti Twitter dan TikTok. Beberapa unggahan menunjukkan hasil pengujian Pertalite menggunakan alat pengukur RON, yang menunjukkan angka RON 86. Hal ini memicu pertanyaan publik, terutama mengenai kualitas BBM lainnya seperti Pertamax.
Seorang netizen bahkan pernah mencuit pada 2022, "Jangan-jangan, yang dilabeli 'Pertamax' sebenarnya adalah 'Pertalite'?" Meski demikian, kebenaran dari dugaan ini belum dapat dikonfirmasi saat itu.
Pertamina melalui Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, telah membantah isu tersebut. Ia menegaskan bahwa alat pengukur RON yang digunakan dalam unggahan media sosial tidak dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya.
Dalam kasus korupsi ini, salah satu modus yang terungkap adalah praktik pengoplosan BBM. BBM dengan kualitas tinggi seperti Pertamax (RON 92) yang diimpor, digantikan dengan BBM berkualitas lebih rendah, yaitu RON 90 (Pertalite). Campuran ini kemudian diproses ulang agar menyerupai Pertamax dan dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa praktik ini terjadi akibat manipulasi produksi kilang dalam negeri yang disengaja. Tiga direktur Sub Holding Pertamina diduga sengaja menurunkan produksi kilang, sehingga pasokan minyak bumi dalam negeri tidak optimal dan kebutuhan BBM harus dipenuhi melalui impor.
"Ketika impor dilakukan, ada permainan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi dalam negeri. Selain itu, BBM yang diimpor juga tidak sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya," ujar Qohar di Gedung Kejagung, Senin, 24 Februari 2025.
Tersangka dalam kasus ini meliputi Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Sani Dinar Saifuddin; serta Vice President (VP) Feedstock Management PT KPI, Agus Purwono. Selain mereka, Direktur PT Pertamina Internasional Shipping, Yoki Firnandi, juga diduga terlibat dalam skema tersebut.
Menurut Kejaksaan Agung, BBM impor yang seharusnya memiliki kualitas RON 92 ternyata diganti dengan BBM berkualitas lebih rendah, yaitu RON 90. "Mereka kemudian melakukan blending atau pencampuran di depo, sehingga menghasilkan BBM yang seolah-olah memiliki standar RON 92," jelas Qohar. Praktik ini jelas merugikan negara dan konsumen, karena produk yang dijual tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan.
Penyidik juga menemukan indikasi mark-up dalam proses pengadaan minyak mentah dan produk kilang oleh PT Pertamina International Shipping, yang diperkirakan mencapai 13%-15%. Keuntungan dari praktik ini mengalir ke pihak broker, termasuk Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
Dampak pada Harga BBM
Praktik pengoplosan BBM ini berkontribusi terhadap lonjakan harga bahan bakar, karena impor menjadi dominan dalam pemenuhan kebutuhan nasional. "Dengan adanya permainan ini, harga BBM menjadi tidak terkendali dan semakin mahal bagi masyarakat," tegas Qohar.
Kejaksaan Agung menegaskan akan terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. Upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi bukti betapa seriusnya masalah korupsi di sektor energi, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat, terutama dalam hal kenaikan harga BBM. Diharapkan, proses hukum yang transparan dan tegas dapat memberikan efek jera serta memulihkan kepercayaan publik terhadap tata kelola energi di Indonesia.
Tag: #kualitas #pertamina #meragukan #publik #oplosan #tahun #2022 #viral #lagi