Cerita Sertifkat Pagar Laut Bekasi: Semula di Perkampungan Jadi Pindah ke Perairan
- Keberadaan sertifikat di area pagar laut yang berada di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat ternyata bermula dari sertifikat tanah di perkampungan.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid saat melakukan rapat dengan pendapat dengan Komisi II DPR RI pada Kamis (30/1/2025).
Nusron menjelaskan, sertifikat pagar laut Bekasi ada di kawasan Desa Segara Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi.
Ia menuturkan, kejadian berawal dari 2021 saat ada program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).
Semula, ada sebanyak 89 sertifikat hak milik yang diterbitkan pada 2021 untuk 67 orang.
"(Sertifikat) Berupa tanah darat perkampungan dengan luas total 11.263 hektare. Ini tahun 2021. Tiba-tiba bulan Juli tahun 2022 terdapat perubahan data pendaftaran tanah yang tidak melalui prosedur kegiatan pendaftaran tanah," ujar Nusron sebagaimana dilansir siaran YouTube resmi Komisi II DPR RI, Sabtu (1/2/2025).
Dari perubahan itu, diketahui penerima sertifikat tanah menjadi 11 orang.
Selain itu sertifikat menjadi untuk perairan dengan luas total 72,571 hektare.
Nusron mengungkapkan, perubahan itu melibatkan oknum ATR/BPN.
"Siapa yang terlibat? Ini sedang diinvestigasi oleh Dirjen, yang kasus ini. Jadi dulunya sertifikat awalnya di darat tiba-tiba berubah (jadi sertifikat di laut). Pindah," jelas Nusron.
"Jadi saya katakan, saya akui ini ulah oknum internal ATR BPN setempat. Kami sedang usut Lanjut," tegasnya.
Tak hanya di Desa Segara Jaya, sertifikat di area pagar laut juga ada di Desa Hruip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
Di desa tersebut tercatat ada sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 509.795 hektare di laut.
Pemilik SHGB itu diketahui ada dua perusahaan, yakni PT CL dan PT MAN.
"Untuk PT CL ada 78 bidang tanah luasnya 90 hektare. (Sertifikat) Terbit tahun 2012, tahun 2015, 2016, 2017, dan tahun 2018," ungkap Nusron.
"Kemudian PT MAN, yang jelas bukan dengan 268 bidang, luasnya 419,6 hektare.Terbit tahun 2013, 2014, dan 2015," ungkap Nusron.
Sertifikat belum bisa dibatalkan
Setelah dianalisis, SHGB yang dimiliki oleh PT CL dan PT MAN sebagian besar berada di luar garis pantai sehingga harus dibatalkan.
Persoalannya, kata Nusron pembatalan tidak bisa segera dilakukan.
Sebab Kementerian ATR/BPN tak bisa memberlakukan asas contrarius actus karena ada SHGB berusia di atas 5 tahun.
Asas contrarius actus merupakan asas hukum yang menyatakan bahwa pejabat tata usaha negara (TUN) berwenang membatalkan keputusan yang dibuatnya.
"Jadi pejabat yang menerbitkan sertifikat, atau pejabat yang melakukan administrasi negara, tidak bisa mencabut karena contrarius actus kita dibatasi oleh PP 18 hanya (untuk sertifikat berusia sampai) 5 tahun," ungkap Nusron.
"Kalau yang usianya dibawah 5 tahun, kita bisa langsung, kayak (kejadian di) Desa Kohod, saya langsung bisa. Karena kami punya hak contrarius actus. Karena usianya (sertifikat) masih dibawah 5 tahun.Tapi yang ini, ini usianya sudah di atas 10 tahun. Di atas 5 tahun," paparnya.
Terhadap kejadian di Desa Hruip Jaya ini, Kementerian ATR/BPN sedang meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) dan berkonsultasi.
Konsultasi bertujuan memastikan apakah boleh BPN sebagai institusi yang menerbitkan sertifikat itu minta penetapan pengadilan supaya bisa melakukan pembatalan.
"Supaya pengadilan memerintahkan ini dibatalkan. Kalau tidak itu, kita akan masukkan ini menjadi kategori tanah musnah. Kalau ini masuk kategori tanah musnah, kami harus mampu membuktikan bahwa semua sertifikat yang terbit di luar garis pantai, dulunya tanah," kata Nusron.
Tag: #cerita #sertifkat #pagar #laut #bekasi #semula #perkampungan #jadi #pindah #perairan