Wisata ke Keraton Solo, Mengenang Kejayaan Kerajaan Mataram Islam
- Wisata di Solo, jangan lupa mampir ke Keraton Solo. Keraton Solo merupakan salah satu tempat bersejarah di Jawa Tengah dan salah satu peninggalan penting dari masa kejayaan Mataram Islam.
Berada di kawasan pusat kota Solo, istana megah ini menjadi simbol kebudayaan Jawa dan saksi bisu sejarah panjang kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Hingga kini, Keraton Solo masih berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga besar Kasunanan dan pusat pelestarian tradisi kesunanan.
Di dalam kawasan Keraton Solo, ada sebuah museum bernama Museum Suaka Budaya Karaton Kasunanan Surakarta atau Museum Keraton Surakarta yang menyimpan berbagai koleksi barang peninggalan zaman Kasunanan Surakarta.
Salah satu koleksi yang populer adalah Perahu Rajamala yang merupakan canthik atau hiasan di haluan perahu Rajamala.
Ada pula koleksi keris besar, tandu keraton, dan kursi-kursi kuno keraton. Ada juga Kereta Kiai Gurdo yang sudah sangat tua.
Sejarah Keraton Solo
Pelataran Kedaton Keraton Surakarta atau Keraton Solo
Sejarah berdirinya Keraton Solo tak lepas dari invasi atau penyerangan terhadap Keraton Kartasura (istana Kerajaan Mataram Islam) pada tahun 1743.
Kala itu, wilayah Mataram Islam tengah dilanda kekacauan akibat peristiwa Geger Pecinan, yaitu pemberontakan besar yang dipelopori oleh penduduk Tionghoa terhadap kekuasaan Belanda dan sekutunya.
Susuhunan Pakubuwono II, penguasa Mataram Islam saat itu, menjadi sasaran amarah pemberontak karena dianggap berpihak kepada Belanda.
Akibat serangan besar tersebut, Keraton Kartasura porak-poranda dan tidak layak lagi dijadikan pusat pemerintahan. Pakubuwono II pun terpaksa mengungsi ke Ponorogo untuk menyelamatkan diri.
Setelah situasi mulai terkendali dan Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, Pakubuwono II memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi baru yang lebih aman dan strategis.
Pilihan jatuh pada Desa Sala, wilayah di tepi Sungai Bengawan Solo. Letak ini dinilai ideal karena sungai tersebut dapat menjadi jalur transportasi penting bagi aktivitas ekonomi, sosial, dan politik kerajaan.
Pembangunan dan perkembangan Keraton Solo
Foto dirilis Senin (9/3/2020), memperlihatkan warga memasuki gerbang Keraton Solo, Jawa Tengah. Musik campursari milik Didi Kempot yang hampir semua liriknya bercerita tentang patah hati tengah merasuki kalangan milenial dan mampu menembus lintas generasi.
Pembangunan Keraton Surakarta Hadiningrat dimulai pada tahun 1744 dan mulai ditempati pada 1746, meskipun belum selesai sepenuhnya.
Sejak saat itu, wilayah ini resmi menjadi pusat pemerintahan Mataram Islam di bawah pimpinan Pakubuwono II hingga wafatnya pada 1749.
Setelah Pakubuwono II meninggal, pembangunan keraton dilanjutkan oleh penerusnya, terutama Pakubuwono III.
Di masa pemerintahannya, kompleks keraton dilengkapi dengan sejumlah bangunan penting seperti Masjid Agung Surakarta, Sitihinggil, dan Pintu Srimanganti, yang berfungsi sebagai bagian integral dari tata ruang keraton dan kegiatan adat kesunanan.
Namun, masa pemerintahan Pakubuwono III juga diwarnai konflik internal. Terjadi perlawanan dari Raden Mas Said (kelak dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa) dan Pangeran Mangkubumi (kelak menjadi Hamengkubuwana I).
Pertikaian panjang ini akhirnya berakhir dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang menjadi akhir Mataram Islam.
Perjanjian Giyanti, Pembagian Mataram Islam
Gunungan berisi makanan kering dibawa para abdi dalem Keraton Solo dalam tradisi grebeg besar di Solo, Jawa Tengah, Selasa (18/6/2024).
Perjanjian Giyanti menjadi titik penting dalam sejarah Keraton Solo. Dalam kesepakatan tersebut, Kerajaan Mataram Islam resmi terbagi menjadi dua kekuasaan:
Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang diberikan kepada Pangeran Mangkubumi yang naik tahta dengan gelar Hamengku Buwono (HB) I.
Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang tetap berada di bawah kekuasaan Pakubuwono III.
Sejak saat itu, Keraton Surakarta menjadi pusat pemerintahan resmi Kasunanan Surakarta, sementara Yogyakarta berdiri sebagai entitas terpisah.
Kedua kerajaan ini kemudian berkembang dengan tradisi dan sistem kebudayaannya masing-masing, namun tetap berakar pada warisan Mataram Islam.
Lebih dari sekadar bangunan megah, Keraton Solo merupakan pusat warisan budaya Jawa yang masih hidup hingga kini.
Di dalamnya, berbagai tradisi kesunanan seperti upacara adat, gamelan, tari-tarian klasik, hingga busana kebesaran masih terus dilestarikan.
Tag: #wisata #keraton #solo #mengenang #kejayaan #kerajaan #mataram #islam