Penyebab Bandara Dhoho di Kediri Sepi, Bukan Sekadar Perawatan Pesawat
Situasi di Bandara Dhoho Kediri, Jawa Timur. (ANTARA/ HO-Bandara Dhoho Kediri )
06:07
20 Juni 2025

Penyebab Bandara Dhoho di Kediri Sepi, Bukan Sekadar Perawatan Pesawat

Bandara Dhoho di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kini sepi tanpa aktivitas penerbangan sejak pertengahan Mei 2025.

Padahal, bandara ini baru saja beroperasi pada April 2024 dan sempat digadang-gadang menjadi alternatif bandara internasional di Jawa Timur bagian selatan.

Namun, harapan tersebut sementara ini terganjal berbagai tantangan, yang lebih kompleks dari sekadar perawatan armada maskapai.

Menurut pihak PT Angkasa Pura I, penghentian penerbangan sejak 14 Mei 2025 disebabkan karena sejumlah pesawat Citilink (satu-satunya maskapai komersial yang melayani rute Kediri-Jakarta) sedang dalam masa perawatan (maintenance).

Meski bandara tetap buka sesuai jam operasional, tidak ada satupun penerbangan komersial yang berlangsung hingga setidaknya akhir Juli 2025.

Rendahnya keterisian penumpang di Bandara Dhoho

Namun, jika ditelisik lebih dalam, perawatan pesawat hanyalah satu bagian dari persoalan. Penyebab utama yang turut berkontribusi pada penghentian operasional adalah rendahnya okupansi atau keterisian penumpang.

Bandara Dhoho sejak awal hanya dilayani dua kali penerbangan per minggu oleh Citilink, dan sebelumnya juga sempat dilayani Super Air Jet untuk rute Balikpapan, yang tidak bertahan lama.

Fakta ini menunjukkan bahwa minat pasar terhadap Bandara Dhoho di Kediri masih sangat terbatas.

Di media sosial, warganet menyuarakan keluhan soal harga tiket ke Bandara Dhoho yang cenderung lebih mahal dibanding Bandara Juanda di Surabaya.

Ditambah lagi, keterbatasan rute membuat bandara ini tidak cukup menarik bagi calon penumpang yang mengutamakan efisiensi waktu dan biaya.

Banyak orang akhirnya tetap memilih Juanda yang memiliki jadwal padat dan akses lebih baik ke berbagai kota besar.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, menyebut rendahnya minat penumpang sebagai faktor penentu. Menurutnya, maskapai akan terus mengoperasikan rute selama ada permintaan pasar.

Bila penumpang minim, operasional pun bisa dihentikan. Ia mencontohkan Bandara Banyuwangi yang sukses karena ditopang sektor pariwisata yang aktif, berbeda dengan Dhoho yang belum memiliki dukungan pariwisata dan konektivitas yang memadai.

Suasana di Bandara Dhoho, Kediri, Jawa Timur pada Rabu (11/12/2024).KOMPAS.com/Dian Erika Suasana di Bandara Dhoho, Kediri, Jawa Timur pada Rabu (11/12/2024).

“Kalau Dhoho ingin berkembang, daerah sekitar seperti Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar harus diajak bersinergi mengembangkan potensi wisatanya. Kalau orang tidak punya alasan kuat ke Kediri, mereka tidak akan terbang ke sana,” ujar Djoko.

Selain potensi wisata yang belum tergarap maksimal, faktor aksesibilitas juga menjadi sorotan. Hingga kini belum tersedia angkutan umum reguler dari kota-kota sekitar menuju bandara.

Tanpa transportasi lanjutan yang memadai, calon penumpang enggan menggunakan Bandara Dhoho yang secara geografis juga kalah bersaing dengan Bandara Juanda di Sidoarjo dan Bandara Abdulrachman Saleh di Malang.

Djoko menyarankan agar Pemda tak hanya membangun infrastruktur bandara, tetapi juga mengembangkan kawasan penyangga dan konektivitasnya, termasuk melalui penyediaan transportasi antarkota dan promosi wisata.

Bandara Dhoho, dengan runway sepanjang 3.300 meter dan kapasitas untuk pesawat berbadan besar, sebetulnya punya potensi besar.

Namun tanpa integrasi dengan sektor pariwisata dan sistem transportasi pendukung, bandara ini terancam menjadi proyek infrastruktur megah yang tak berfungsi optimal, seperti yang pernah dialami Bandara Kertajati sebelum dialihkan ke pengelolaan Angkasa Pura.

Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul Sejak Pertengahan Mei-Juli Tidak Ada Penerbangan di Bandara Dhoho. Penulis: Defri Werdiono

Tag:  #penyebab #bandara #dhoho #kediri #sepi #bukan #sekadar #perawatan #pesawat

KOMENTAR