Legenda Andrea Pirlo: Gagal di Inter, Dibuang AC Milan, Jadi Raja di Juventus
- Pirlo sempat gagal bersinar di Inter sebelum menemukan peran sejatinya di Brescia.
- Kejeniusan taktiknya menjadikannya pusat permainan di AC Milan dan Juventus.
- Warisannya abadi sebagai simbol elegansi dan kecerdasan dalam sepak bola Italia.
Nama Andrea Pirlo selalu menjadi simbol elegansi di dunia sepak bola. Ia bukan hanya seorang gelandang, tetapi arsitek permainan yang mengubah cara pandang terhadap peran playmaker modern
Dengan gaya bermain yang tenang, umpan akurat, dan visi luar biasa, Pirlo menjelma menjadi ikon sepak bola Italia di dua dekade terakhir.
Perjalanan kariernya dimulai di klub kecil Brescia, tempat ia bermain di posisi menyerang di belakang penyerang utama.
Penampilan gemilangnya membawa Brescia promosi ke Serie A dan menarik perhatian Inter Milan, yang merekrutnya pada akhir 1990-an.
Namun, kesempatan bermain di Inter terbatas, membuat Pirlo harus menjalani masa pinjaman di Reggina dan kembali ke Brescia.
Di sanalah takdirnya berubah. Ketika pelatih Carlo Mazzone memutuskan memindahkannya ke posisi lebih dalam untuk memberi ruang bagi Roberto Baggio, Pirlo menemukan jati dirinya.
Dari situlah lahir sosok regista, gelandang pengatur tempo yang memimpin permainan dari lini belakang, bukan sekadar pelayan serangan.
Kemudian datanglah AC Milan. Di bawah arahan Carlo Ancelotti, Pirlo menjadi metronom yang mengatur irama permainan Rossoneri.
Bersama Gennaro Gattuso dan Clarence Seedorf, ia menjadi bagian dari lini tengah legendaris yang membawa Milan menjuarai Liga Champions 2003 dan Serie A 2004.
Momen puncak dalam kariernya datang di Piala Dunia 2006. Dalam tim Italia yang penuh bintang, Pirlo menjadi otak di balik setiap serangan.
Umpan briliannya ke Fabio Grosso di semifinal melawan Jerman menjadi salah satu momen paling ikonik, sebelum akhirnya Italia menjuarai turnamen tersebut lewat adu penalti melawan Prancis.
Namun, masa keemasannya di Milan berakhir pahit.
Dianggap sudah melewati masa terbaiknya, Pirlo dilepas gratis ke Juventus pada 2011, keputusan yang kini disebut sebagai salah satu kesalahan terbesar Milan.
Di bawah Antonio Conte, Pirlo justru bangkit dan memimpin revolusi Juventus.
Dalam empat musim pertamanya di Turin, ia membantu Bianconeri merebut empat Scudetto beruntun, tiga kali dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Serie A, dan menjadi simbol kebangkitan klub setelah skandal Calciopoli.
Pirlo tetap setia pada gayanya, lamban namun jenius, tenang di tengah tekanan, dan mematikan lewat bola mati.
Saat sepak bola Eropa mulai mengagungkan pressing tinggi, Pirlo membuktikan bahwa kecerdasan bisa mengalahkan kecepatan.
Menjelang akhir karier, ia merantau ke MLS bersama New York City FC, bergabung dengan Frank Lampard dan David Villa.
Meski bermain jauh dari sorotan Eropa, aura elegan dan kharismanya tak pernah luntur.
Bagi banyak penggemar, setiap momen Pirlo, entah itu umpan terukur, tendangan bebas indah, atau penalti Panenka melawan Inggris di Euro 2012 adalah pelajaran tentang seni mengendalikan permainan.
Dari Brescia ke Milan, dari Juventus hingga New York, Andrea Pirlo membuktikan bahwa kejeniusan di lapangan tidak selalu datang dari tenaga, tapi dari pikiran dan sentuhan yang penuh ketenangan.
Sebuah warisan yang membuatnya dikenang selamanya sebagai Sang Arsitek Sepak Bola Italia.
Kontributor: Azka Putra
Tag: #legenda #andrea #pirlo #gagal #inter #dibuang #milan #jadi #raja #juventus