Jadi Bumbu Rumah Tangga, Ternyata Sifat Cemburu Perempuan Dibenarkan dalam Surat At-Tahrim, Ini Kisahnya!
Ilustrasi: Pasangan sedang cemburu (Shutterstock)
12:21
6 Februari 2024

Jadi Bumbu Rumah Tangga, Ternyata Sifat Cemburu Perempuan Dibenarkan dalam Surat At-Tahrim, Ini Kisahnya!

Cemburu terhadap pasangan dapat dibenarkan dalam agama karena Allah dan orang beriman secara harfiah disebutkan dalam hadits juga memiliki rasa cemburu. Adanya rasa cemburu merupakan 'bumbu' dalam suatu rumah tangga. Pasangan suami-istri yang tidak memiliki rasa cemburu sama sekali akan membuat hubungan keduanya terasa dingin.    Dalam ajaran Islam, cemburu dipandang sebagai sesuatu yang penting. Sebuah riwayat dari ‘Amar bin Yasir menegaskan pentingnya keberadaan rasa cemburu dari seorang istri. Bahkan, mereka yang tidak memiliki rasa cemburu sama sekali terhadap apa pun yang berlaku atas suaminya diancam tak akan masuk surga.   Belakangan ini semakin banyak kaum ibu baik kalangan umum maupun kalangan aktivis atau istri aktivis dakwah (ummahat) yang sedang dihinggapi rasa was-was dan ada sebagian yang semakin panas dibakar api cemburu.
Kecemburuan yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai ghairah dan dalam bahasa Inggris disebut jealousy merupakan gejala fitrah, wajar dan alamiah dari seseorang sebagai rasa cinta, sayang dan saling memiliki, melindungi (proteksi) dan peduli. Namun pada kenyataan keseharian rasa, cemburu tidak jarang mendapatkan stigma dan konotasi yang selalu negatif sebagai bentuk ekspresi dan refleksi yang tidak pada tempatnya, norak, egois, curiga dan sebagainya. Memang pada umumnya, akan terasa menyesakkan dan hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan bila seorang perempuan selalu dibayangi perasaan cemburu.    Allah Swt. berfirman: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari simpati istri-istrimu Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim:1) dalam kisah tatkala Nabi sedang di rumah dan menjamu para sahabat, tiba-tiba datang seseorang yang membawa makanan dari istri yang lain untuk beliau. Mengetahui hal itu, ‘Aisyah kemudian marah dan memukul tangan orang tersebut hingga makanan tumpah dan bersama dengan piringnya.  

  Dikutip dari website bekalislam.firanda.net menjelaskan bahwa akan tetapi tatkala itu Nabi tidak marah, bahkan Nabi memberi uzur dengan berkata kepada para sahabat yang hadir,
غَارَتْ أُمُّكُمْ

“Ibu kalian sedang cemburu.”([3])

Oleh karena itu, istri yang berbuat salah karena kecemburuan adalah hal yang wajar, karena demikianlah sifat wanita yang cinta kepada suaminya. Karena istri yang tidak cemburu dapat dipastikan dia tidak cinta.

Akan tetapi perlu untuk diperhatikan bahwa meskipun hukum asal seorang laki-laki harus berlapang dada atas kesalahan istrinya yang cemburu, akan tetapi jika kecemburuan tersebut berlebihan sampai menzalimi yang lain maka hal ini tidak termasuk dalam kewajaran dan tidak diperbolehkan. Sebagaimana Hafshah yang karena saking cemburunya membongkar rahasia Nabi ﷺ kepada ‘Aisyah. Dan sebagaimana juga kisah ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang menceritakan tentang kecemburuannya terhadap Shofiah dengan mengatakan,

حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا، قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ: تَعْنِي قَصِيرَةً، فَقَالَ: لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ

“Cukuplah Sofiah bagimu seperti ini dan seperti ini -yakni pendek-.” Beliau lalu bersabda, ‘Sungguh engkau telah mengatakan suatu kalimat (yang busuk), sekiranya itu dicampur dengan air laut maka ia akan dapat menjadikannya berubah’.”([4]).

Hadits ini menunjukkan bahwa ‘Aisyah terlalu berlebihan dalam kecemburuannya sehingga terjerumus dalam menzalimi orang lain, yaitu menggibahi Shofiah. Maka jika seorang suami mendapati situasi seperti ini, maka dia harus tegas sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika menegur ‘Aisyah.   Dikutip dari website bekalislam.firanda.net menuliskan adanya sebagian Ahli Tafsir menyebutkan bahwa demikianlah Allah, jika Dia telah mencintai seseorang, maka semua akan menolong orang tersebut. Sebagaimana yang Nabi sabdakan dalam sebuah hadits,

إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ

Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menyeru Jibril ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia’, Maka Jibril pun mencintai orang tersebut. Lalu Jibril menyeru kepada penghuni langit (seraya berkata) ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah fulan’, maka penduduk langit pun mencintai orang tersebut hingga akhirnya ditetapkan bagi fulan untuk diterima di bumi.”(5).

Maka tidak heran ketika Allah telah mencintai orang yang saleh, maka para malaikat akan membantu dan mendoakan orang tersebut, dan orang yang paling saleh adalah Nabi Muhammad.

Beragamnya fenomena ketika menyikapi rasa cemburu ini  sangat dipengaruhi oleh pemahaman akan makna cemburu serta sifat, kepribadian, dan perangai pribadi individu. Namun dalam persoalan kecemburuan, ada kesamaan pedoman dalam kerangka Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar, menjaga harga diri dan keluarga, serta mencegah kemungkinan terjadinya fitnah yang merugikan kesucian seseorang. Kecemburuan dan Noda Keluarga didasari oleh petunjuk yang kuat, bukti nyata dan wujud nyata dalam rangka itikad baik yang mengutamakan keutuhan keluarga syariat dan senantiasa keridhaan Allah SWT.      

Editor: Kuswandi

Tag:  #jadi #bumbu #rumah #tangga #ternyata #sifat #cemburu #perempuan #dibenarkan #dalam #surat #tahrim #kisahnya

KOMENTAR