Terungkap Dana Komando Basarnas Berasal dari 10 Persen Nilai Proyek, Lalu Dibagi-bagi untuk THR
Kemudian Rahmat di persidangan juga mengungkapkan dana tersebut dibagi-bagi untuk Tunjangan Hari Raya atau THR.
Adapun hal itu disampaikan Rahmat saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/1/2025).
Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke.
Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
“Tadi saudara saksi sudah menjelaskan sedikit mengenai Dako ya. Dako itu kepanjangannya apa?” tanya jaksa di persidangan.
Kemudian Rahmat menjelaskan Dako merupakan kepanjangan dari dana komando.
“Besarnya berapa?” tanya jaksa.
Menjawab hal itu, Rahmat mengatakan berkisar 7 sampai 10 persen.
“Yang saya dengar dari almarhum itu 7 sampai 10 persen, pasnya berapa saya tidak tahu Yang Mulia,” jawab Rahmat.
Jaksa lalu menanyakan angka tersebut berdasarkan nilai proyek atau setiap tahun.
“Saya tidak berani untuk menanyakan itu setiap proyek atau setiap tahun. Saya tidak tahu keberlanjutannya Yang Mulia,” jawab Rahmat.
JPU kembali bertanya mungkin ada orang ada pegawai atau pejabat di Basarnas membagi membagi dana komando tersebut.
“Ada THR,” jawab Rahmat.
Jadi THR itu, asalnya dari dana komando, tanya jaksa kembali.
“Setahu saya iya,” jawab Rahmat.
Sementara itu pada persidangan sebelumnya dana komando tersebut juga telah diungkap saksi lainnya yakni mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Basarnas, Kamil.
Kamil menyatakan dana komando berasal dari perusahaan pemenang lelang pengadaan di Basarnas.
Kamil di persidangan menyebut dana tersebut kemudian dibagi-bagi.
Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025).
"Saya kembali lagi ke sumber-sumber uang. Pengetahuan terakhir yang saudara ketahui. Sumber uang yang dibagi-bagi tadi itu berasal dari mana," tanya hakim Alfis di persidangan.
Ia melanjutkan apakah memang benar yang mentransfer uang itu pihak sebagai pemenang setiap pengadaan di Basarnas.
"Izin Yang Mulia, kami hanya membantu Pak Rudi Hendro Satmoko, karena yang berhubungan dengan peserta hanya beliau," jawab Kamil.
Hakim kemudian menegaskan tidak menanyakan soal hubungan tersebut.
"Tapi pengetahuan terakhir saudara uang yang masuk ke rekening tadi. Itu benar tidak sumbernya dari pada peserta lelang yang dinyatakan sebagai peserta lelang pengadaan di Basarnas," tanya hakim Alfis.
"Iya," jawab Kamil.
"Dari mereka semuanya, ada beberapa perusahaan kan. Kalau Delima Mandiri, William ini sendiri juga pernah ikut pengadaan di Basarnas. Apakah saudara juga mengetahui pernah setor uang atau transfer uang," tanya hakim.
"Saya tidak pernah terima dana operasional dari CV Delima," jawab Kam.
Yang rekening yang saudara kuasai tadi tidak ada, tanya hakim. Termasuk rekening atas nama Eliza hingga cash.
"Tidak ada kecuali yang pinjam minjem," jawab Kamil.
Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.
Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.
Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.
"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.
Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.
Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.
Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.
Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.
Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.
"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.
Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tag: #terungkap #dana #komando #basarnas #berasal #dari #persen #nilai #proyek #lalu #dibagi #bagi #untuk