APTIK Soroti Fenomena Bunuh Diri Remaja: Ada Kerapuhan Mental di Lingkungan Kampus
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) Prof Dr BS Kusbiantoro (tengah) dalam konferensi pers Kongres APTIK di Unika Atma Jaya, Jakarta. 
14:19
23 Maret 2024

APTIK Soroti Fenomena Bunuh Diri Remaja: Ada Kerapuhan Mental di Lingkungan Kampus

- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) Prof Dr BS Kusbiantoro mengaku prihatin atas fenomena depresi hingga bunuh diri pada kalangan remaja di era digital.

Di satu sisi, Kusbiantoro menyadari bahwa angka persoalan kesehatan mental belum terdata secara akurat.

Pendampingan, menurut Kusbiantoro, harus dilakukan untuk mencegah terjadinya aksi bunuh diri pada remaja.

"Kami merasa perlu kerja sama agar mahasiswa tidak merasa terisolasi dan bagaimana lembaga konseling dapat secara tepat mengenali gejala yang ada dan secara tepat juga bisa mengatasinya,” kata Kusbiantoro melalui keterangan tertulis, Sabtu (23/3/2024).

Menurutnya, saat ini muncul paradigma baru, yakni Brittle, Anxiety, Non-Linear, dan Illusion of predictability (BANI) yang menggeser konsep Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) sebagai era desruptif terbaru.

Paradigma BANI, kata Kusbiantoro, muncul sejak 2020 sebagai akibat pengaruh globalisasi yang menciptakan kompleksitas dan ketidakpastian meluas di dunia.

Konsep dari Brittle dari BANI memunculkan the illusion of strength, yaitu pandangan bahwa lembaga yang kita anggap kuat ternyata rapuh.

Sedangkan Anxiety, memunculkan the illusion of control, apa yang diharapkan sangat berbeda dengan kenyataan yang dihadapi.

Sementara konsep Non-Linear menghasilkan the Illusion of predictability seperti kemunculan pandemi Covid-19, chat GPT, dan disrupsi teknologi lainnya.

Sementara mengenai konsep Illusion of predictability dari paradigma BANI tadi, yang menghasilkan the illusion of knowledge seperti limpahan data dan informasi ternyata justru ikut menghasilkan limpahan hoax yang luar biasa.

"APTIK merasa perlu mengantisipasinya melalui segala bentuk adaptasi yang diperlukan guna mencegah terjadinya kerapuhan mental yang kini kian meluas di lingkungan kampus-kampus di dalam dan di luar negeri. Kecemasan,depresi dan bunuh diri yang terjadi itu merupakan bagian dari illusion of control,” katanya.

Bahasan mengenai kesehatan mental ini menjadi pembahasan khusus pada Kongres APTIK ke-41.

Selain membahas tentang merebaknya femonena kerapuhan mental di kampus, kongres ini juga menyoroti dampak signifikan kurikulum pengajaran.

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta terpilih menjadi tuan rumah dari kongres yang akan berlangsung dari tanggal 21-23 Maret 2024.

Sementara itu, Ketua Yayasan Atma Jaya, Linus M Setiadi, mengatakan pentingnya APTIK mendirikan perguruan tinggi di Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.

"Mengingat proyeksi tentang pembangunan nasional untuk mewujudkan menuju Indonesia Emas 2045. Terlebih tujuan IKN untuk orientasi Pembangunan menjadi Indonesiasentris dan mempercepat transformasi ekonomi Indonesia yang selama ini hanya terpusat di Jawa, Sumatera, dan Bali," kata Linus.

Sementara itu, Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya selaku tuan rumah, Prof Dr dr Yuda Turana SpS(K) mengatakan APTIK berupaya membangun SDM yang unggul.

"Menghadapi berbagai tantangan ke depan, meningkatkan SDM unggul dan berdaya saing, perlu suatu kolaborasi dan sinergisme berbagai keunggulan keilmuan lintas perguruan tinggi,” ujar Yuda Turana.

Seperti diketahui, APTIK beranggotakan 22 perguruan tinggi Katolik yang tersebar di Indonesia.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #aptik #soroti #fenomena #bunuh #diri #remaja #kerapuhan #mental #lingkungan #kampus

KOMENTAR