Sikap PP Muhammadiyah Terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia: Ranah Kemanusiaan
Pengungsi Rohingya yang baru tiba berkumpul dan beristirahat di sebuah pantai di Laweueng, Kabupaten Pidie di provinsi Aceh, Indonesia pada 10 Desember 2023. Lebih dari 300 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terdampar di pantai barat Indonesia pada 10 Desember. 
15:37
13 Januari 2024

Sikap PP Muhammadiyah Terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia: Ranah Kemanusiaan

- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan sikap terkait pengungsi Rohingya di Indonesia yang menuai pro-kontra di masyarakat.

Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution, mengatakan Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi.

Ratifikasi artinya bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut.

"Dengan demikian, Indonesia belum menjadi negara pihak yang harus menerima pengungsi pencari suaka. Tapi, sisi lain adalah fakta bahwa Indonesia kedatangan pengungsi, dan penerimaan Indonesia dalam konteks demi kemanusiaan," ungkap Maneger kepada Tribunnews.com, Sabtu (13/1/2024).

Maneger mengatakan, perlindungan terhadap pengungsi diatur dalam Konvensi 1951 tentang Pengungsi dan Protokol 1967.

"Konvensi tersebut adalah sebuah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka."

"Konvensi tersebut juga menetapkan orang-orang yang tidak memenuhi kriteria pengungsi, seperti penjahat perang," jelasnya.

Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution (Tribunnews.com/Istimewa)

Selain itu, konvensi tersebut menyediakan hak perjalanan bebas visa untuk pemenang dokumen perjalanan yang dikeluarkan berdasarkan konvensi tersebut.

"Konvensi tersebut didasarkan atas Artikel 14 Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal 1948, yang mengakui hak-hak orang yang mencari suaka untuk menghindari penindasan di negara-negara lainnya. Seorang pengungsi dapat menikmati hak-hak dan keuntungan di sebuah negara selain negara-negara yang bersedia dalam Konvensi tersebut," urainya.

Ranah Kemanusiaan

Maneger yang juga merupakan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengatakan setidaknya ada empat alasan Indonesia tidak meratifikasi Konvensi 1951.

Pertama, soal geografis, di mana pintu masuk di Indonesia terlalu banyak jadi agak sulit menjaga masuknya pengungsi dari berbagai negara.

Kedua, kapasitas Indonesia menjaga perbatasan akan sangat terbatas.

Ketiga, pertimbangan parameter. Indonesia memiliki parameter sebelum meratifikasi perjanjian.

Parameter itu yakni aman secara politis, keamanan, yuridis dan teknis. Konvensi 1951 saat itu dinilai belum memenuhi atau aman dari keempat parameter itu.

Keempat, soal kemampuan Indonesia. Perjanjian 1951 itu melahirkan kewajiban internasional.

Negara yang meratifikasinya harus mematuhi aturan tersebut. Misalnya, kewajiban itu tertuang dalam pasal 17 dan 21.

Pasal 17 menyebut negara yang meratifikasi perjanjian wajib memberi pekerjaan ke pengungsi.

Lalu, pasal 21 menyebutkan negara yang meratifikasi harus memberi rumah atau akomodasi ke para pengungsi.

"Dalam konteks Indonesia, sejumlah kewajiban internasional itu jika nanti diimplementasikan akan berbenturan dengan masyarakat," ungkapnya.

"Dua pasal itu menjadi persoalan bagi Indonesia. Jika Indonesia tak bisa memenuhi maka akan dinilai gagal memenuhi kewajiban sebagai negara ketiga," lanjutnya.

Saat itu, lanjut Maneger, Indonesia menghitung beberapa dampak negatif jika Indonesia terlalu memaksakan meratifikasi konvensi itu.

Diprediksi akan terjadi implikasi sosial dan politis yang bakal berdampak ke sektor keamanan.

"Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga sedang berjuang mengurangi kemiskinan dan pengangguran di dalam negara."

"Dengan demikian, meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi 1951, tapi Indonesia melihat gelombang baru pengungsi Rohingya ke Aceh ini sebagai isu kemanusiaan," ungkapnya.

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Lebih lanjut, Maneger mengungkapkan setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan pemerintah terkait pro-kontra pengungsi Rohingya, yaitu.

  1. Memberi pemahaman dalam negeri untuk publik Indonesia ramah terhadap pengungsi yang faktanya sudah ada di Indonesia demi keadaban bangsa;
  2. Pemerintah dan publik Indonesia harus memperlakukan pengungsi secara manusiawi demi semata-mata kemanusiaan;
  3. Pemerintah Indonesia harus memproses hukum pihak manapun yang terlibat dalam penyeludupan pengungsi ke Indonesia untuk penjeraan demi memastikan tidak terjadinya keberulangan hal yang sama di masa mendatang; dan
  4. Pemerintah Indonesia harus mampu meningkatkan diplomasi internasional, terutama terhadap negara-negara pihak, untuk segera menerima pengungsi yang sudah ada di Indonesia.

Sikap Pemerintah

Untuk diketahui, urusan pengungsi dari luar Indonesia menjadi tanggung jawab Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), yang dijabat Mahfud MD.

Dari segi aspek hukum, hal ini tertuang pada Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Mahfud MD menegaskan, bantuan untuk pengungsi Rohingya adalah ranah kemanusiaan,

Mahfud mengungkapkan, Indonesia memang tidak terikat dengan konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal pengungsi, yaitu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

"Kita tidak terikat dengan itu tapi kita punya ikatan lain yaitu kemanusiaan. Kita sendiri kalau mengusir sekarang juga bisa karena tidak ada urusan, tetapi ini kan urusan kemanusiaan," ungkap Mahfud, 28 Desember 2023.

Oleh karena itu, kata Mahfud, pilihannya adalah memberikan para pengungsi itu penampungan sementara.

Kemudian, mereka akan dikembalikan ke PBB jika sudah menemukan tempat tinggal.

"Orang kalau terusir tidak bisa pulang ke negerinya, daripada terkatung-katung di laut kita tampung dulu sementara nanti dikembalikan melalui PBB," ujarnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Editor: Pravitri Retno W

Tag:  #sikap #muhammadiyah #terhadap #pengungsi #rohingya #indonesia #ranah #kemanusiaan

KOMENTAR