Inisiator Mega Bintang Tetap Segarang Tiga Dekade Silam
Mudrick Sangidu. (ANTONIUS CHRISTIAN/JAWA POS RADAR SOLO)
12:08
12 Februari 2024

Inisiator Mega Bintang Tetap Segarang Tiga Dekade Silam

- Jauh sebelum kampus demi kampus meneriakkan seruan moral agar Pemilu 2024 bisa berjalan jujur serta adil, Mudrick Sangidu sudah melakukannya. Pada Mei tahun lalu, inisiator Mega Bintang itu menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo agar tak cawe-cawe dalam kontestasi.

Ya, di usianya yang tahun ini menginjak kepala delapan, mantan ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Solo itu tak kehilangan sedikit pun keberanian. Seperti yang dia tunjukkan pada 1997 saat menggalang Mega Bintang yang merupakan gabungan simpatisan pendukung Megawati Soekarnoputri dan PDIP serta simpatisan PPP.

Sebuah gerakan politik yang sempat menggetarkan rezim Orde Baru. Setelah sekian lama PDIP dan PPP tersubordinasi dalam sistem politik yang selalu dikuasai Golkar, ada perlawanan terbuka.

Tiga dekade berselang, Mudrick juga tetap segarang dulu. Ditemui Jawa Pos Radar Solo di rumahnya di Ndalem Kartopuran No 14, Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan, Solo, Mudrick mengatakan bahwa rezim atau roda pemerintahan yang berjalan sekarang sewenang-wenang.

Menurutnya, yang bertanding pada pilpres tahun ini bukanlah antar pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Tapi, Presiden Joko Widodo melawan rakyat. ”Jokowi itu paslon 02, rakyatnya pendukung 01 dan 03,” ujar ketua dewan pembina ormas Mega Bintang tersebut.

Dia mengatakan, adanya gerakan sivitas akademika yang kritis terhadap pemerintahan merupakan langkah awal. ”Hampir 62 kampus tidak percaya lagi. Itu jangan disepelekan. Ingat kan zaman (Presiden) Pak Harto, 32 tahun berkuasa, tumbang melawan mahasiswa dan rakyat,” tegas Mudrick.

Jawa Pos Radar Solo sempat menyampaikan bahwa budayawan Butet Kartaredjasa ketika melakukan orasinya saat menghadiri kampanye paslon 03 di Benteng Vastenburg menceritakan sejarah Kota Solo yang turut berperan dalam menjatuhkan rezim Orde Baru. Mudrick tak menampik hal tersebut.

”Jadi, Mega itu diambil dari Pro-Mega, sedangkan Bintang simbol dari PPP. Makanya lambangnya juga kombinasi dari merah dan hijau. Lahirnya Mega Bintang juga atas seizin Bu Mega,” jelas Mudrick.

Gerakan yang dilakukan ketika itu, lanjut Mudrick, merupakan gerakan people power (kekuatan rakyat) karena tekanan dari pemerintah saat itu luar biasa. ”Yang kami lakukan ketika itu menjadi fenomena nasional,” ungkapnya.

Kini, PDIP dan PPP berada dalam satu koalisi pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Jika pemilihan presiden ternyata dua putaran, bisa jadi bakal ada koalisi kelompok Islam dengan kelompok nasionalis lagi, mirip Mega Bintang hampir tiga dekade silam.

Mega (baca: nasionalis) tetap merujuk ke PDIP dan kelompok nasionalis. Sedangkan Bintang (baca: Islam) bisa jadi diwakili PKS. PKS merupakan bagian koalisi pengusung capres nomor urut 1 Anies Baswedan.

Lalu, apakah Mudrick masih aktif di PPP? Mudrick mengatakan masih. Hanya PPP di sini bukanlah Partai Persatuan Pembangunan, melainkan Partai People Power.

”Lebih aktif di Mega Bintang karena sekarang kami bergerak di bidang sosial dan LBH (lembaga bantuan hukum). Untuk Pemilu ini, kami belum terafiliasi paslon tertentu. Yang jelas, kami tetap membela wong cilik dan keadilan,” tuturnya.

Di tahun politik ini, Mudrick mengaku banyak calon anggota legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah, sowan atau sekadar berbincang tentang situasi politik. ”Tahun lalu Pak Anies (Baswedan) juga sempat ke sini,” ujarnya.

Megawati pun sempat hendak mampir Sabtu (10/2) akhir pekan lalu. ”Saya diberi tahu Pak Rudy (ketua DPC PDIP Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, Red) katanya habis acara (kampanye Ganjar-Mahfud) di Solo mau mampir ke rumah. Tapi, beliau batal karena dikejar waktu untuk lanjut ke acara (kampanye Ganjar-Mahfud) di Semarang,” katanya. (atn/c17/ttg)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #inisiator #mega #bintang #tetap #segarang #tiga #dekade #silam

KOMENTAR