Deretan Fakta Usai Eks Menag Yaqut Diperiksa KPK Selama 8,5 Jam dalam Kasus Kuota Haji
- Mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas kembali mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024, pada Selasa (16/12/2025).
Selama hampir 8,5 jam komisi antirasuah itu memeriksa Yaqut, sejak pukul 11.41 WIB hingga 20.13 WIB.
Lantas, apa saja fakta usai pemeriksaan selama 8,5 jam terhadap Yaqut? BErikut rangkumannya dari Kompas.com:
Gus Yaqut Irit Bicara
Gus Yaqut sendiri keluar dari Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, pada pukul 20.13 WIB. Wartawan yang menunggunya sejak siang langsung menghujani eks Menag itu dengan berbagai pertanyaan.
Namun, Yaqut tidak banyak bicara perihal pemeriksaannya terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.
"Tolong ditanyakan langsung ke penyidik ya, tanyakan ke penyidik ya. Nanti tolong ditanyakan," singkat Yaqut saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Tak ada satupun informasi yang disampaikan Yaqut kepada wartawan terkait kasus kuota haji 2024, usai diperiksa selama 8,5 jam oleh KPK.
Kendati demikian, Yaqut memastikan pemanggilannya pada hari ini masih berstatus sebagai saksi di kasus kuota haji 2024.
"Diperiksa sebagai saksi," singkat Yaqut lagi.
KPK Dalami Kerugian Negara
Sementara itu, KPK menyampaikan bahwa penyidik mendalami keterangan YqutYaqut terkait penghitungan kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi kuota haji.
Pendalaman tersebut dilakukan bersama tim auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Pemeriksaan kepada para saksi difokuskan terkait penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh kawan-kawan BPK,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa malam.
Budi menjelaskan, proses penghitungan kerugian negara ini menjadi bagian penting untuk melengkapi berbagai keterangan yang sebelumnya telah dikumpulkan oleh penyidik KPK.
"Nah semua itu didalami baik oleh penyidik dan juga oleh BPK dalam kebutuhan penghitungan kerugian keuangan," ujar Budi.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (16/12/2025) malam.
Informasi dari Arab Saudi
Selain mendalami aspek kerugian negara, KPK juga menelaah informasi yang diperoleh penyidik saat melakukan penelusuran kasus kuota haji di Arab Saudi.
Temuan tersebut dinilai memperkaya konstruksi perkara yang tengah disidik.
"Termasuk apa yang ditemukan penyidik di Arab Saudi, itu juga kemudian tentunya menjadi pengayaan dalam proses penyidikan perkara ini sehingga ini menjadi utuh konstruksinya," ujar Budi.
Lebih lanjut, Budi memastikan bahwa proses penghitungan kerugian negara oleh BPK masih terus berlangsung hingga saat ini.
“Tim auditor BPK juga masih melakukan penghitungan secara khusus termasuk pada malam hari ini. Artinya apa, penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara kuota haji masih berjalan,” ujar Budi.
Modus Jual-Beli Kuota Haji Khusus
Sebelumnya, KPK telah mengungkap sejumlah modus dalam kasus dugaan korupsi kuota haji pada 2024.
Salah satunya adalah modus di mana calon jemaah haji yang seharusnya berada di urutan akhir, tetapi tetap bisa berangkat pada 2024.
Modus tersebut terungkap saat KPK memeriksa saksi bernama Moh Hasan Afandi, yang merupakan Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji.
"Saksi didalami bagaimana secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat," ujar Budi dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Selain itu, ada dugaan modus lain di mana calon jemaah haji yang sudah mengantre hanya diberikan waktu selama lima hari untuk pelunasan ibadah haji pada 2024.
Mepetnya waktu pelunasan diduga bertujuan agar kuota haji khusus sulit terserap, sehingga dapat diperjualbelikan kepada calon jemaah haji yang sanggup membayarnya.
"Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantri sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (travel haji) yang sanggup membayar fee," ujar Budi.
DPR RI dan pemerintah menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1449 Hijriah atau 2026 masehi sebesar Rp 87.409.366 per jemaah. Dari total tersebut, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah ditetapkan Rp 54.194.366.
Diketahui, Indonesia awalnya mendapatkan kuota haji 2024 dari Arab Saudi sebanyak 221.000. Lalu, Arab Saudi menambah kuota untuk Indonesia sebanyak 20.000.
Berdasarkan Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Sehingga dari kuota tambahan sebanyak 20.000 itu, seharusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler. Lalu, 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun faktanya pada 2024, persentasenya dibagi 50:50, menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus yang diteken lewat Surat Keputusan (SK) Menteri.
Dalam kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Tag: #deretan #fakta #usai #menag #yaqut #diperiksa #selama #dalam #kasus #kuota #haji