UU Polri Diuji Lagi, Dinilai Masih Ada Celah Polisi Duduki Jabatan Sipil
- Seorang advokat, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pemohon merasa dirugikan oleh Pasal 28 ayat (3) UU Polri, yang menjelaskan bahwa “yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”
Terlebih, dalam Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, Mahkamah memaknai bahwa jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian.
Sementara itu, Pasal 19 ayat (2) huruf b UU ASN menyebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh anggota Polri.
"Bahwa dengan berlakunya pasal sebagaimana tersebut dalam poin enam, pemohon telah mengalami kerugian konstitusional, baik yang bersifat spesifik (aktual) maupun potensial," kata Ratu Eka Shaira selaku kuasa hukum pemohon saat membacakan permohonan kliennya di hadapan majelis hakim, Selasa (25/11/2025).
Ratu menyatakan bahwa persoalan rangkap jabatan oleh anggota Polri belum terselesaikan secara komprehensif dan substantif melalui Putusan 114/PUU-XXIII/2025.
Sebab, obyek pengujian dalam perkara tersebut dinilai terlalu sempit sehingga tidak memberikan perlindungan hukum yang adil.
Menurut pemohon, frasa penjelasan yang masih tersisa, yakni “jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian”, justru menimbulkan multitafsir dan bertentangan dengan Pasal 28 ayat (3) itu sendiri.
Adapun setelah terbitnya putusan MK tersebut, bunyi Pasal 28 ayat (3) menjadi: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."
"Penjelasan Pasal 28 ayat (3) yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian," kata Ratu.
Bagi pemohon, Pasal 28 ayat (3) sekilas tampak tidak bermasalah. Namun, jika dicermati lebih mendalam, terdapat kontradiksi semantis antara ketentuan tersebut dan penjelasannya—dua kalimat yang menggunakan kata-kata dengan makna saling bertolak belakang sehingga tidak mungkin keduanya benar pada saat yang bersamaan.
Hal ini dinilai tampak jelas ketika dijabarkan mengenai frasa "jabatan di luar kepolisian ", yaitu seluruh posisi pada lembaga yang tidak termasuk dalam struktur organisasi Kepolisian Republik Indonesia. Frasa tersebut merujuk pada aspek struktural organisasi.
"Contoh: KPK, Kejaksaan, BPK, Kementerian, Pemda, bahkan universitas negeri, semuanya lembaga di luar kepolisian. Intinya, asal tidak berada dalam struktur Polri, termasuk," tegas Ratu.
Sementara itu, frasa “jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian” dinilai memiliki makna yang lebih sempit dan bersifat fungsional atau relasional. Artinya, lembaga tersebut tidak memiliki hubungan, kewenangan, maupun kerja sama yang relevan dengan kepolisian dalam konteks apa pun.
"Contoh, Perpustakaan Nasional, BPOM. (Itu) tidak punya hubungan operasional dengan Polri. Tetapi, KPK, BNPT, walaupun di luar kepolisian, tetap punya sangkut paut (seperti) koordinasi, supervisi, BAP, penyidikan, dan sebagainya," jelas dia.
Oleh karena itu, kedua frasa tersebut dianggap tidak sama. Namun, keduanya serupa, tetapi tidak identik.
Konsekuensinya, perbedaan ini menimbulkan ruang tafsir yang dapat diperdebatkan, terutama mengenai lembaga mana saja yang termasuk dalam cakupannya.
Situasi ini berbeda dengan Undang-Undang TNI yang secara tegas mengatur dalam Pasal 47 mengenai lembaga-lembaga tertentu yang dapat diisi oleh prajurit TNI. Sementara itu, Undang-Undang Polri dinilai tidak memberikan penjabaran mengenai lembaga mana pun.
"Anggaplah kita menggunakan lembaga KPK. Lembaga KPK termasuk sebagai lembaga yang dimaksud dalam penjelasan, sehingga bisa saja anggota kepolisian mendapat jabatan di KPK," kata dia.
"Namun jika kemudian dibaca pasal 28 ayat (3), yang bunyinya adalah jabatan 'di luar kepolisian', berarti KPK adalah lembaga yang berada di dalam kepolisian. Artinya, KPK dibawah Polri. Ini bermasalah secara gramatikal dan menghasilkan kontradiksi semantik," ucap dia.
Tag: #polri #diuji #lagi #dinilai #masih #celah #polisi #duduki #jabatan #sipil