Jimly: Kalau Tak Setuju KUHAP Baru, Segera Ajukan ke MK
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqqie menyarankan pihak-pihak yang tidak setuju dengan pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menggugat KUHAP baru ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Jimly, langkah itu dapat ditempuh apabila KUHAP dipandang masih memuat hal-hal yang kurang baik, terutama mengenai reformasi Polri.
"Ya bisa, kalau tidak setuju, kalau ada yang serius gitu, segera saja ajukan ke MK. Tidak usah nunggu 30 hari. Tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden," kata Jimly di kantor Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Jimly melanjutkan, MK juga tidak perlu menunggu KUHAP tersebut ditandatangani oleh Presiden maupun diundangkan.
Sebab, menurut dia, rancangan UU yang sudah diketok palu di DPR sudah final secara materiil.
"Daripada nanti menimbulkan korban, segera saja diuji, minta prioritas sidang cepat. Nah gitu," ungkap eks ketua MK tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Koalisi Masyarakat Sipil menilai disahkannya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan menutup pintu untuk mereformasi Polri.
“Jadi, KUHAP ini menutup pintu dan ruang yang luas untuk reformasi kepolisian,” ujar Ketua YLBHI sekaligus anggota Koalisi Sipil, Muhammad Isnur, dalam acara diskusi di Kantor YLBHI, Jakarta, Sabtu (22/11/2025).
Isnur menilai, proses revisi KUHAP seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mereformasi kepolisian.
“Tim reformasi kepolisian menjadi tidak berguna di mata perbaikan untuk kasus penegakan hukum. Enggak ada gunanya. Orang di sini (saat revisi KUHAP masih bergulir) momentumnya,” lanjut Isnur.
Ia menilai revisi KUHAP yang begitu cepat menjadi semacam sabotase terhadap upaya Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki.
"Saya bilang, KUHAP pengesahan dipercepat adalah sabotase tim reformasi kepolisian Prabowo,” tegas Isnur.