Cucun Syamsurijal: Memahami Psikologi Akrobat Komunikasi Pejabat
WAKIL Ketua DPR, kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Cucun Syamsurijal seharusnya menjadi penyambung lidah keluh kesah rakyat. Termasuk, aspirasi 11.640 korban keracunan program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Saat Rapat Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kabupaten Bandung, Soreang, Kabupaten Bandung, Minggu (16/11/2025), seorang perempuan, yang merupakan ahli gizi, menyampaikan sejumlah persoalan dan solusi yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan program MBG.
Salah satu permasalahannya adalah maraknya perekrutan non-ahli gizi untuk mengisi pos ahli gizi pada SPPG MBG.
“Jika memang pada akhirnya tetap ingin merekrut dari non-gizi, tolong tidak menggunakan embel-embel ahli gizi lagi,” ujar penanya tersebut.
Dia menyarankan agar posisi itu cukup disebut pengawas produksi dan kualitas atau tenaga QA (Quality Assurance) atau QC (Quality Control), serta mendorong BGN bekerja sama dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), karena kebutuhan gizi penerima manfaat MBG harus ditangani tenaga yang kompeten.
Cucun malah memotong pembicaraan, menyuruhnya penanya untuk duduk, dan menuduhnya arogan.
“Saya nggak suka anak-anak muda arogan kayak gini. Mentang-mentang kalian sekarang dibutuhkan negara, kalian bicara undang-undang. Pembuat kebijakan itu saya,” ujar Cucun.
“Tidak perlu ahli gizi. Cocok ngga? Kalian jangan arogan gitu bicara undang-undang,” lanjutnya.
Belakangan, Cucun, melalui akun @cucun_center, menerbitkan ‘permintaan maaf’ berbelit, yang intinya hanya dua, yaitu Cucun khawatir perubahan nomenklatur “Ahli Gizi” ke “QA/QC” tidak dapat memastikan kualitas makanan bergizi, termasuk aspek pengawasannya.
Kedua, perubahan nomenklatur bisa membuka peluang bagi pihak yang bukan ahli gizi untuk masuk ke ruang profesi dan menggeser peran ahli gizi yang selama ini memiliki kompetensi dan tanggung jawab yang terukur.
Namun, bukan itu poinnya. Dalam ilmu komunikasi, Cucun memakai teknik “Cherry-picking”, yaitu upaya memilih informasi atau data yang hanya dianggap menguntungkan baginya, tanpa mengungkapan informasi objektif dari sisi lainnya.
Dalam pernyataan maafnya di Instagram, Cucun mengaburkan fakta bahwa penanya yang merupakan seorang ahli gizi muda tersebut juga mengusulkan pemerintah untuk bekerja sama dengan Persagi untuk mengatasi kelangkaan sumber daya ahli gizi di lapangan.
Namun, Cucun membalas dengan: "Kita tidak perlu ahli gizi. Tidak perlu Persagi. Yang diperlukan adalah satu tenaga yang mengawasi gizi. Selesai kalian. Cocok? Jangan bicara arogansi dengan saya. Saya tinggal pegang palu, selesai."
Dalam postingan Instagram itu pun, Cucun tidak memberi informasi mengenai tindak lanjut dari berbagai kritik dan saran yang lahir dari audiensi di Soreang tersebut.
Semua gagasan bernas dari para penanya seolah menguap begitu saja.
Narsisme, perasaan unggul para pejabat
Jika Cucun memiliki palu yang lebih sakti daripada Mjölnir milik Thor, maka 11.640 korban keracunan MBG dan urusan republik lainnya tidak perlu terjadi.
Jika Cucun memahami arti kata “arogan”, maka, “Mentang-mentang kalian sekarang dibutuhkan negara, kalian bicara undang-undang. Pembuat kebijakan itu saya,” tidak akan terucap karena sang penutur ujaran akan berpikir terlebih dahulu.
Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan kepribadian yang membuat seseorang merasa selalu lebih penting dibandingkan orang lain.
Menurut profesor dan penulis buku “How to Communicate Effectively and Handle Difficult People” Ni Preston, seorang NPD akan melakukan upaya tertentu guna menutupi rasa rendah dirinya atau inferior yang sejati.
Dalam sebuah hubungan, misalnya, salah satu indikasi perasaan inferior adalah ketika seorang pasangan menjadi posesif dan melarang banyak hal bagi pasangannya.
Seorang NPD memiliki ego rapuh, salah satunya ditunjukkan ketika bereaksi terhadap kritik yang ditujukan kepadanya.
Misalnya, seorang lelaki dewasa dengan emosi yang stabil akan mengapresiasi setiap kritik dan saran yang ditujukan kepadanya tanpa menuduh bahwa anak muda yang kritis dan cerdas itu arogan.
Mengapa orang cenderung semakin menjadi seorang narsis ketika memiliki jabatan?
Prof. Charles A. O’Reilly dari Frank E. Buck Management at Stanford Graduate School of Business, menyatakan seorang narsis mencari posisi pemimpin agar dapat penuhi hasrat perasaan unggul diri dan dikagumi oleh sekitarnya.
Namun, dalam pandangan dunia seorang narsis, orang lain hanyalah pembantu atau musuh.
Tidak ada yang tahu, berapa kali lagi masyarakat harus membakar ban di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, berdemonstrasi pagi, siang, dan malam, turun ke jalan, hanya untuk mengemis rasa empati dari para pejabat.
Tag: #cucun #syamsurijal #memahami #psikologi #akrobat #komunikasi #pejabat