300 Anggota Polri Duduki Jabatan Sipil, Kadiv Humas Sebut Didasari Permintaan Kementerian dan Lembaga
- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memberikan penjelasan mengenai komposisi serta mekanisme penugasan anggota Korps Bhayangkara yang bekerja di luar struktur organisasi kepolisian. Hal ini setelah meningkatnya perhatian publik terkait jumlah personel aktif yang mengisi posisi di berbagai kementerian dan lembaga negara.
Penjelasan ini disampaikan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugraha, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota kepolisian rangkap jabatan sipil.
Berdasarkan data terbaru, kata Sandi Nugraha, penugasan anggota Polri sangat beragam, tidak seluruhnya menempati jabatan struktural atau manajerial.
“Yang menduduki jabatan manajerial itu sekitar tiga ratusan. Sedangkan angka 4.351 itu termasuk staf, ajudan, pengawal, dan fungsi pendukung lainnya. Jadi bukan semuanya jabatan sipil yang manajerial,” kata Sandi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/11).
Sandi menjelaskan, merujuk data resmi Polri per 16 November 2025, sekitar 300 anggota kepolisian mengisi jabatan manajerial atau setara eselon di kementerian/lembaga, mulai dari Eselon I.A hingga IV.A, termasuk posisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, Madya, dan Pratama.
Sementara itu, lebih dari 4.000 personel lainnya bertugas pada posisi non-manajerial, seperti staf, penyidik, koordinator, asisten, ajudan, pengawal, staf khusus, serta fungsi pendukung lainnya.
Selain mengungkap data komposisi jabatan, ia juga menjelaskan mekanisme resmi penempatan anggota Polri di K/L. Menurutnya, proses tersebut memastikan setiap penugasan dilakukan berdasarkan permintaan resmi serta melalui penilaian kompetensi.
“Penugasan anggota Polri di luar struktur dilakukan karena adanya permintaan dari kementerian atau lembaga terkait. Setelah asesmen dilakukan, baru diajukan melalui keputusan Presiden untuk jabatan tertentu,” jelasnya.
Ia memaparkan, mekanisme dimulai dari permohonan K/L kepada Kapolri. Permintaan itu kemudian ditindaklanjuti melalui asesmen yang dilakukan SSDM Polri untuk menentukan kandidat yang paling sesuai.
Setelah itu, kandidat dihadapkan secara resmi kepada K/L pemohon sebelum diusulkan lewat Keputusan Presiden bagi jabatan JPT Utama dan Madya, atau melalui keputusan menteri/pimpinan lembaga untuk posisi di bawahnya.
Sandi menegaskan, penempatan anggota Polri pada jabatan struktural di K/L tidak bisa dilakukan hanya dengan instruksi internal.
“Keputusan untuk personel Polri duduk di kementerian/lembaga adalah dengan keputusan Presiden, bukan dengan surat penugasan Kapolri,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Jakarta, Kamis (13/11). Salah satu poin pentingnya adalah pembatalan ketentuan pengecualian yang sebelumnya memungkinkan polisi aktif menduduki jabatan di luar institusi Polri.
Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri disebutkan bahwa anggota kepolisian dapat menempati jabatan di luar Polri setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Namun, pada bagian penjelasan pasal tersebut terdapat frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”, yang selama ini dijadikan dasar untuk menempatkan anggota Polri aktif pada jabatan sipil. MK kemudian menyatakan frasa itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Tag: #anggota #polri #duduki #jabatan #sipil #kadiv #humas #sebut #didasari #permintaan #kementerian #lembaga