RUU KUHAP Masuk Babak Akhir: Substansi Perubahan Disepakati, Siap Disahkan Pekan Depan
- Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) memasuki babak akhir pembahasan di DPR RI.
Komisi III DPR RI dan pemerintah resmi menyepakati seluruh substansi perubahan, dan memutuskan untuk membawa RUU tersebut ke pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno RUU KUHAP Komisi III bersama pemerintah pada Kamis (13/11/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
“Hadirin yang kami hormati. Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah. Apakah naskah rancangan UU KUHAP dapat dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat 2, yaitu pengambilan keputusan atas RUU KUHAP yang akan dijadwalkan dalam rapat paripurna DPR RI terdekat? Setuju?” ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
Seluruh peserta rapat menyatakan setuju, disusul ketukan palu sebagai tanda persetujuan. Dengan demikian, RUU KUHAP akan dibawa ke paripurna DPR dalam waktu dekat pada pekan depan.
“Ya, minggu depan, (paripurna) yang terdekat ya,” kata Habiburokhman.
Rapat tersebut turut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, dan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Klaim Lewati Proses Panjang
Habiburokhman mengeklaim bahwa pembahasan RUU KUHAP telah berlangsung panjang sejak DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada 18 Februari 2025.
Menurut dia, pembaruan hukum acara pidana merupakan kebutuhan mendesak untuk menjawab kompleksitas tantangan sistem peradilan pidana saat ini.
“Tantangan yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana saat ini meliputi tuntutan akan transparansi, akuntabilitas serta perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, disabilitas, perempuan, dan anak,” ujarnya.
Dia menambahkan, perkembangan teknologi informasi juga mempengaruhi model penegakan hukum modern sehingga setiap pasal dalam RUU KUHAP harus merespons perubahan tanpa meninggalkan prinsip keadilan dan HAM.
“RUU KUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat, baik sebagai tersangka maupun korban, tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara,” kata Habiburokhman.
14 Substansi Utama Perubahan KUHAP
Selama pembahasan, Panja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana, yakni:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Habiburokhman juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak seluruh masukan masyarakat dapat diakomodasi dalam RUU KUHAP.
“Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini. Karena memang DPR memiliki keterbatasan, bahkan tidak semua keinginan kami masing-masing bisa diakomodir di sini. Inilah realitas parlemen, kita harus saling berkompromi,” ujarnya.
Pemeriksaan Tersangka Wajib Direkam CCTV
Salah satu perubahan signifikan dalam draf akhir RUU KUHAP adalah kewajiban merekam proses pemeriksaan tersangka menggunakan kamera pengawas (CCTV). Ketentuan itu terdapat dalam Pasal 31 draf RUU KUHAP.
Rekaman bukan hanya untuk kepentingan penyidikan, tetapi dapat diakses tersangka atau terdakwa untuk pembelaan hukum.
BH (36) menjalani pemeriksaan di Mapolsek Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan terkait pencuri sepeda milik jemaah masjid. Rabu, (29/10/2025).
“Kalau di draf yang lama, kamera pengawas hanya untuk kepentingan penyidikan. Padahal sebetulnya, masukan dari teman-teman advokat ini agar kamera pengawas juga bisa digunakan untuk pembelaan. Ini supaya ada keseimbangan,” kata Habiburokhman.
Pengaturan teknis mengenai penguasaan dan penggunaan rekaman nantinya akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah.
Penyitaan Mendesak Tanpa Izin Pengadilan
Perubahan penting lainnya terdapat pada Pasal 112A, yakni ketentuan bahwa penyidik bisa melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri dalam kondisi mendesak.
Namun, penyidik tetap wajib melaporkan tindakan itu ke pengadilan paling lambat lima hari kerja.
Dalam draf tertulis bahwa kondisi mendesak tersebut antara lain: tertangkap tangan, upaya nyata tersangka menghilangkan barang bukti, lokasi geografis sulit dijangkau, atau adanya ancaman serius pada keamanan.
Penyidik dapat mengajukan kembali permohonan penyitaan terhadap benda yang sama kepada Ketua PN hanya 1 kali.
Jika pengadilan menolak persetujuan penyitaan, penyidik dapat mengajukan kembali satu kali permohonan penyitaan terhadap benda yang sama kepada Ketua PN.
Apabila pengadilan kembali menolak, hasil penyitaan tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti.
Pengamatan Hakim Menjadi Alat Bukti
Panja RUU KUHAP juga menyepakati penambahan ketentuan baru bahwa pengamatan hakim dapat digunakan sebagai alat bukti, sebagaimana diatur dalam penambahan huruf G pada Pasal 222.
Habiburokhman mengatakan, ketentuan ini diperlukan, khususnya untuk tindak pidana struktural seperti kekerasan seksual terhadap anak.
“Dalam tindak pidana tertentu, terutama yang struktural, seperti kekerasan seksual terhadap anak, kadang-kadang bukti yang ada sulit. Tapi, bisa diyakini itu pelakunya. Kurang lebih begitu,” ujarnya. “Makanya kalau hakimnya yakin, ya dihukum saja,” sambung dia.
Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej menerangkan, sejumlah negara memang mengakui pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam hukum acara.
“Yang betul memang pengamatan hakim, Pak. Dan memang dalam hukum acara di berbagai negara, pengamatan hakim itu masuk dalam alat bukti,” kata Eddy.
Dia menjelaskan bahwa pengamatan hakim tidak berdiri sendiri, melainkan bersumber dari hasil pemeriksaan persidangan, keterangan saksi, terdakwa, dokumen, hingga alat bukti lainnya.
Tag: #kuhap #masuk #babak #akhir #substansi #perubahan #disepakati #siap #disahkan #pekan #depan