VIDEO EKSKLUSIF Soal Putusan DKPP, Pengamat: Pencawapresan Gibran Menimbulkan Trauma Politik
15:06
6 Februari 2024

VIDEO EKSKLUSIF Soal Putusan DKPP, Pengamat: Pencawapresan Gibran Menimbulkan Trauma Politik

Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan komisioner lainnya melanggar etik. 

Hal itu lantaran Ketua dan komisioner KPU menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pemilu 2024.

Ada empat perkara yang menggugat langkah KPU yang menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping capres Prabowo Subianto usai ada putusan MK.

Para pelapor mendalilkan Ketua dan Komisioner KPU RI diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran sebagai cawapres padahal saat Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU RI masih mensyaratkan calon minimal usia 40 tahun.

KPU baru mengubahnya setelah proses pendaftaran di KPU berjalan.

Pengamat Politik Ari Junaedi mengatakan keputusan DKPP ini memperbanyak jumlah pelanggaran etika yang terjadi di Pemilu 2024.

Bahkan Ari menyebut proses Gibran menjadi cawapres menimbulkan trauma politik.

"Proses pencawapresan Gibran akan menimbulkan trauma politik."

"Kalau ayahnya jadi presiden maka kerabatanya bisa menajdi pejabat yang disukai keluarganya," ungkap Ari Junaedi dalam wawancara eksklusif Tribunnews On Focus, Senin (5/2/2024).

Dia melanjutkan, putusan DKPP ini menjadi penegasan setelah sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahwa betapa masifnya pelanggaran etika di Pilpres 2024.

"Menurut saya pemilu dan pilpres kali ini sangat melukai demokrasi dan etika," ucapnya.

"Pemilu kali ini sebuah noktah hitam perjalanan demokrasi ini," jelasnya.

Dia berharap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menindaklanjuti putusan DKPP.

Untuk lebih lengkapnya saksikan video lengkap wawancara eksklusif Tribunnews Focus bersama Ari Junaedi!(*)

Editor: Srihandriatmo Malau

Tag:  #video #eksklusif #soal #putusan #dkpp #pengamat #pencawapresan #gibran #menimbulkan #trauma #politik

KOMENTAR