



Djuyamto Ungkap Ada Pihak yang Coba Intervensi Kasus CPO
- Hakim nonaktif Djuyamto mengatakan, ada pihak-pihak lain yang ingin mengintervensi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO).
Djuyamto menyapaikan itu ketika diperiksa sebagai saksi mahkota untuk perkara dugaan suap majelis hakim pemberi vonis ontslag pada tiga korporasi CPO.
“Selain dari katakanlah upaya-upaya yang sudah kita dengar dari pihak Pak Wahyu (Gunawan) dan Pak Rudi, sebetulnya ada banyak pihak yang berupaya intervensi ke saya,” kata Djuyamto, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
Djuyamto menegaskan intervensi ini datang dari pihak selain korporasi CPO yang diwakili oleh panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Intervensi ini dilakukan untuk meminta Djuyamto mengabulkan eksepsi pada perkara korupsi CPO yang tengah dikawal Djuyamto.
“(Intervensi) khusus untuk eksepsi, untuk kabulkan eksepsi. Dan, saya ingat ada yang menawarkan saya itu (Rp 20 miliar), tapi saya tidak mau,” imbuh Djuyamto.
Namun, dalam sidang, Djuyamto tidak menjelaskan atau menyebutkan secara jelas siapa pihak yang juga menghubunginya ini.
Dalam perjalanannya, Wahyu Gunawan menjadi penghubung antara majelis hakim dengan pihak korporasi, salah satunya pengacara Ariyanto.
Wahyu beberapa kali menghubungi majelis hakim dan petinggi pengadilan, saat itu Wakil Ketua PN Jakpus Muhammad Arif Nuryanta.
Panitera PN Jakut ini pernah menemui Djuyamto sebelum eksepsi perkara CPO ditolak pada April 2024.
Dalam pertemuan itu, Wahyu sempat menyampaikan pesan dari Ariyanto yang meminta agar eksepsi dikabulkan.
Namun, eksepsi ini tetap ditolak.
Kongkalikong kasus dan proses suap pun terus berlangsung hingga akhirnya tiga korporasi CPO divonis lepas atau ontslag.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Sementara, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
Tag: #djuyamto #ungkap #pihak #yang #coba #intervensi #kasus