



Polemik Lahan TN Tesso Nilo, BAM DPR Minta Pemerintah Tak Abaikan Warga
- Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI meminta pemerintah tidak mengabaikan hak-hak warga yang telah lama tinggal dan mengelola lahan di kawasan yang kini ditunjuk sebagai bagian dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Ketua BAM DPR RI, Ahmad Heryawan, mengatakan pelaksanaan program konservasi hutan oleh pemerintah memang harus didukung.
Namun, prosesnya tidak boleh bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak warga negara.
"Sehingga program negara jalan, di saat yang sama masyarakat yang selama ini mengelola secara legal, dengan SHM, juga tentu harus mendapatkan hak-haknya secara baik," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Aher menerangkan bahwa BAM DPR RI telah menerima permohonan audiensi dari warga yang tergabung dalam Masyarakat Korban Tata Kelola Pertanahan dan Kehutanan Riau.
Dari situ, BAM DPR RI mendapatkan informasi bahwa banyak warga yang telah menempati kawasan tersebut sejak lebih dari dua dekade lalu secara legal, bahkan memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Para warga yang tanah tempat tinggalnya kini masuk kawasan TNTN menyampaikan keberatan dengan rencana pemerintah melalui pengosongan lahan.
"Mereka sudah mengelola itu sejak lama, ya, sejak tahun 1998. Mereka sudah punya SHM (sertifikat hak milik), dan di kawasan tersebut ada koperasi, ada rumah warga, ada fasilitas negara juga, seperti jalan dan sekolah," kata Aher.
Berdasarkan data yang diterima BAM DPR RI, kata Aher, ada lebih dari 1.700 sertifikat hak milik atas lahan yang kini masuk dalam calon kawasan TNTN.
Namun, persoalan tanah muncul setelah terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor 255 Tahun 2004 yang menunjuk sebagian kawasan itu sebagai calon TNTN.
Oleh karena itu, Aher berharap pemerintah mempertimbangkan berbagai opsi agar tidak merugikan masyarakat, salah satunya dengan membuat pengecualian atau enclave terhadap wilayah yang sudah dihuni secara sah.
"Atau kalau harus ada relokasi, tentu harus ditanggung negara, termasuk memikirkan ulang soal mata pencaharian. Yang dipindahkan bukan barang, tapi manusia, warga negara Indonesia," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah menertibkan kawasan TNTN yang dikuasai secara ilegal.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat, 40.000 hektar kawasan hutan TNTN telah dibuka lalu ditanami sawit secara ilegal.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan pemerintah akan memulihkan kawasan hutan tersebut melalui skema rehabilitasi berbasis padat karya, restorasi ekosistem, serta penegakan hukum secara menyeluruh.
“TNTN menjadi target strategis Presiden dalam program pemulihan kawasan hutan, yang hasil awalnya akan diumumkan pada 17 Agustus 2025. Kami didukung oleh seluruh elemen, termasuk eselon I Kemenhut, untuk merehabilitasi kawasan hutan dengan pendekatan komprehensif dan humanis," ucap Dwi dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Penguasaan lahan ini juga viral di media sosial ketika Kepala Balai TNTN mendapatkan ancaman pembunuhan.
Sementara itu, Komandan Satgas Garuda menyebut kondisi TNTN saat ini sangat memprihatinkan.
Pihaknya melaporkan, populasi gajah makin menurun ditambah degradasi kawasan karena aktivitas ilegal para pendatang dalam 20 tahun terakhir.
Dari sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di kawasan TNTN, hanya 10 persen yang merupakan penduduk asli.
Sejauh ini, pihaknya telah menempatkan 380 personel di 13 titik, memasang portal, membangun pos penjagaan, dan memulai proses pengosongan wilayah secara persuasif.
Beberapa penduduk juga mulai meninggalkan kawasan TNTN secara sukarela.
Satgas mencatat 1.805 sertifikat hak milik (SHM) yang tengah diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tag: #polemik #lahan #tesso #nilo #minta #pemerintah #abaikan #warga