Kewenangan Bappenas Disarankan Diperluas Supaya Bisa Audit Pengadaan Alutsista
- Pemerintahan mendatang disarankan buat memperkuat dan memperluas kewenangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), supaya bisa melakukan audit dan memberikan sanksi terhadap proses pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak memenuhi kaidah.
Hal itu disampaikan pengamat pertahanan sekaligus Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina, Anton Aliabbas, menanggapi penundaan pembelian 12 jet tempur Dassault Mirage 2000-5 bekas dari Angkatan Udara Qatar.
"Harapan saya adalah pemerintah ke depan, presiden ke depan itu harus mampu dan mau menambah kewenangan bagi Bappenas," kata Anton dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, pada Kamis (4/1/2024).
"Bappenas yang melakukan perencanaan. Bappenas yang mengkoordinir, mengorkestrasi semua. Bappenas diberi kewenangan lebih untuk memeriksa dokumen perencanaan," sambung Anton.
Anton mengatakan, penundaan pembelian jet tempur Mirage 2000-5 itu adalah contoh indikasi ketidakcermatan dalam proses perencanaan dan bisa menghambat proses pemutakhiran alutsista TNI Angkatan Udara.
"Ini contoh yang indikasi yang enggak bisa dibenarkan. Kita berpacu dengan waktu membangun. Jangan sampai semuanya sudah ditandatangani lho duitnya enggak ada," ujar Anton.
Anton menilai, pemerintahnya seharusnya memberi Bappenas kewenangan lebih buat memeriksa dan bisa memberikan sanksi bagi proses perencanaan yang meleset kepada pengguna anggaran dan pihak lain.
Sebab menurut Anton, proses pengawasan yang dilakukan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya bersifat makro.
"Dalam internal pemerintah, siapa yang pegang kontrol? Bagi saya dalam hal ini Bappenas. Kuatin Bappenas-nya," ucap Anton.
Sebelumnya diberitakan, penundaan pembelian 12 jet tempur Dassault Mirage 2000-5 bekas dari Qatar disampaikan Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar.
“Karena ada keterbatasan fiskal, maka rencana pembelian pesawat Mirage 2000-5 tersebut ditunda,” kata Dahnil dalam keterangannya, Kamis (4/1/2023).
Pembeliaan 12 unit Mirage 2000-5 dari Angkatan Udara Qatar itu mulanya untuk menutup kekosongan (gap) kesiapan tempur TNI Angkatan Udara yang disebabkan banyaknya pesawat tempur TNI AU habis masa pakainya.
Jet tempur Mirage 2000-5 bekas juga disebut sebagai transisi teknologi bagi para penerbang tempur TNI AU sebelum kedatangan pesawat Rafale dari Dassault Aviation, Perancis.
Alhasil, dengan dibatalkannya pembelian Mirage 2000-5, Dahnil mengatakan bahwa pemerintah akan melaksanakan pembaruan teknologi atau retrofit terhadap pesawat-pesawat tempur lama TNI AU.
“Untuk mengisi kekosongan pertahanan udara selama masa menunggu, maka diputuskan melakukan retrofit terhadap pesawat-pesawat tempur lama kita, dan ini jalan akhir dan pilihan terbaik yang tersedia saat ini,” kata Dahnil.
Pengadaan pesawat Mirage beserta dukungannya itu dilakukan berdasarkan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 tanggal 17 Mei 2023 tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan dan Surat Menteri Keuangan Nomor: S.786/MK.08/2022 tanggal 20 September 2022.
Berdasarkan dokumen yang diterima Kompas.com, pengadaan tersebut dituangkan dalam kontrak jual beli nomor: TRAK/181/PLN/I/2023/AU, tanggal 31 Januari 2023 dengan nilai kontrak sebesar 733.000.000 euro dengan penyedia Excalibur International dari Republik Ceko.
Pemerintah juga meneken kontrak dengan Dassault untuk pembelian 42 unit jet tempur Rafale. Menurut rencana, pesawat itu akan dikirim bertahap mulai 2026.
Selain itu, pemerintah juga berencana akan membeli 24 unit jet tempur Boeing F-15EX.
Pemerintah juga tengah terlibat dalam proyek kerja sama pembuatan jet tempur KFX/IFX dengan Korea Aerospace Industries Ltd., asal Korea Selatan.
Tag: #kewenangan #bappenas #disarankan #diperluas #supaya #bisa #audit #pengadaan #alutsista