



Formappi: Pemisahan Pemilu Nasional-Lokal Tak Jamin Perbaikan Kualitas
- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan pemisahan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tak menjamin kualitas penyelenggaraan menjadi lebih baik.
Hal itu disampaikan Lucius saat menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan agar jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan daerah harus dipisahkan mulai 2029.
“Tentu saja dengan perubahan waktu penyelenggaraan seperti ini belum ada jaminan bahwa ada perbaikan kualitas pemilu ke depannya. Tak ada jaminan juga bahwa praktik penyelenggaraan pemilu menjadi lebih berintegritas,” ujar Lucius saat dikonfirmasi, Jumat (27/6/2025).
Lucius berpandangan bahwa pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah bukanlah suatu hal yang luar biasa.
Sebab, putusan tersebut baru berdampak pada teknis penyelenggaraan dari sisi waktu pelaksanaannya.
“Ya utak-atik waktu penyelenggaraan pemilu ini sudah rutin terjadi pasca-reformasi. Hampir setiap kali pemilu akan ada perubahan mekanisme penyelenggaraan. Jadi biasa saja,” ucap Lucius.
Oleh karena itu, lanjut Lucius, putusan MK tersebut harus dibarengi dengan komitmen pemerintah, DPR, dan partai politik untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu serta regulasi yang mengaturnya.
“Ini semacam utak-atik biasa saja kalau tidak disertai dengan keseriusan DPR dan pemerintah serta partai politik untuk memperbaiki apa yang menjadi tanggung jawab mereka dalam urusan penyelenggaraan pemilu ini,” kata Lucius.
“Tanggung jawab DPR misalnya soal bagaimana menata regulasi yang berkualitas terkait pemilu dan pilkada, juga tentang partai politik. Sama halnya dengan pemerintah juga,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.
Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan bahwa pembentuk undang-undang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Selanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilu.
"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan agar pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden, dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota," ujar Saldi.
Tag: #formappi #pemisahan #pemilu #nasional #lokal #jamin #perbaikan #kualitas