



Ini Alasan SK Kepengurusan PDI-P Kembali Digugat ke PTUN Jakarta
- Gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM terkait perpanjangan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDI-P) kembali bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dua kader PDI-P menggugat keabsahan SK bernomor M.HH-05.AH.11.02. Tahun 2024 tersebut karena diduga tidak sesuai dengan mekanisme organisasi.
Kuasa hukum penggugat Anggiat BM Manalu menyebutkan, gugatan ini diajukan sebagai bentuk uji kebenaran atas prosedur yang digunakan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam menerbitkan SK perpanjangan kepengurusan PDI-P hingga 2025.
“Saya mewakili dua orang kader yang ingin menguji kebenaran daripada SK Menteri Hukum dan HAM nomor 05 ya, 05 HH itu tentang perpanjangan pengurus PDI-P hingga 2025," kata Anggiat, saat ditemui di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Rabu (25/6/2025).
"Jadi, beberapa kader ini merasa perpanjangan pengurus itu tidak benar sehingga mereka menginginkan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, apakah prosedur penerbitan SK Kementerian Hukum dan HAM pada saat itu sudah benar atau belum," tambah dia.
Menurut Anggiat, penerbitan SK tersebut menimbulkan pertanyaan karena diduga ada konflik kepentingan, mengingat Menteri Hukum dan HAM saat itu adalah Yasonna Laoly, yang juga merupakan kader PDI-P.
“Di dalamnya kan ada juga interest pribadi, diduga karena kebetulan Menteri Hukum pada saat itu adalah Yasonna Laoly,” ucap dia.
Anggiat menjelaskan bahwa dalam Anggaran Dasar PDI-P secara tegas disebutkan bahwa kongres partai harus digelar setiap lima tahun.
Sementara itu, masa jabatan kepengurusan sebelumnya telah berakhir pada 8 Agustus 2024, namun diperpanjang tanpa kongres.
“Ini kepengurusan sudah berakhir 8 Agustus 2024, diperpanjang tanpa kongres dengan alasan merupakan hak prerogatif daripada ketua umum," imbuh dia.
"Namun, kami selaku penasihat hukum daripada para penggugat sudah mencermati semua anggaran dasar, maupun hasil-hasil penetapan di Kongres V, itu tidak ada memberikan secara eksplisit hak prerogatif," sambung dia.
Anggiat juga mengungkapkan bahwa dalam sidang berikutnya, pihaknya akan mengajukan satu orang saksi dan satu orang ahli.
Namun, ia berhati-hati menyebutkan identitas saksi lantaran adanya dugaan intimidasi terhadap para pemberi kuasa.
“Berbagai macam, minta dicabut, ada juga sedikit intimidasi, ada juga iming-iming berbagai macam cara," ungkap dia.
Ia mengaku sempat mengalami situasi di mana sejumlah pihak yang memberikan kuasa kepada tim hukumnya menghilang setelah disebutkan namanya.
“Termasuk dua orang yang memberi kuasa ke saya juga tiap hari rumahnya didatangi. Ada yang mengaku dari PDI-P, ada yang mengaku teman. Macam-macam," tutur dia.
Perkara ini terdaftar dengan nomor 113/G/2025/PTUN.JKT dan telah memasuki sidang ke-8.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Rabu (2/7/2025), dengan agenda pemeriksaan bukti tambahan serta keterangan saksi dan ahli dari pihak penggugat.
Sebagai informasi, gugatan terhadap SK perpanjangan kepengurusan PDI-P ini bukan kali pertama muncul.
Sebelumnya, beberapa kader sempat mengajukan gugatan serupa, namun kemudian mencabutnya dengan alasan telah ditipu oleh oknum pengacara dan tidak memahami substansi gugatan.