Merawat Demokrasi dari Putusan Bebas Haris Azhar dan Fatia
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memvonis bebas Haris dan Fatia dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Pandjaitan yang digelar Senin (8/1/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.(KOMPAS.com/VINCENTIUS MARIO)
08:20
10 Januari 2024

Merawat Demokrasi dari Putusan Bebas Haris Azhar dan Fatia

UNGGAHAN video diskusi yang diperankan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kanal Youtube Haris Azhar, yang berujung ke meja hijau, telah mendapat vonis dari pengadilan tingkat pertama.

Senin (8/1/2024), adalah hari pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memeriksa dan mengadili perkara pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Majelis hakim dalam amar putusannya menetapkan vonis bebas kepada Haris-Fatia atas segala dakwaan yang diuraikan jaksa penuntut umum.

Menurut majelis hakim, keduanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik dalam video berjudul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.”

Menanggapi putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur telah menyatakan mengajukan kasasi sebagaimana disampaikan Plh. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sesaat setelah putusan tersebut dibacakan.

Kita patut apresiasi putusan perkara No.202/Pid.Sus/2023/PN.Jkt.Tim. Pertimbangan majelis hakim dengan tegas menyatakan sikap atas keberpihakan pada prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi dalam konsepsi negara hukum Indonesia.

Hal ini sebagaimana dibacakan oleh hakim anggota Agam Syarief Baharudin:

"Menimbang: Bahwa majelis hakim menukil peribahasa latin yang berbunyi, cogitationis poenam nemo patitur yang artinya tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena apa yang dipikirkannya.

Menimbang: Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi menjunjung tinggi kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi sebagai hak dasar setiap manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 UUDNRI 1945.

Menimbang: Bahwa menjadi seorang pejabat di dalam pemerintahan harus siap untuk mendapat kritik baik personality-nya maupun kinerjanya. Bahkan seorang Presiden Joko Widodo sering mendapat kritikan, cercaan, bahkan hinaan baik berkenaan dengan kinerjanya, intelektualitasnya, juga fisiknya. Namun beliau tetap menjadi pribadi yang rendah hati. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi beliau.

Putusan bebas ini kemudian disambut suka cita oleh Haris-Fatia serta massa pendukung mereka, baik yang berada di dalam maupun luar ruang persidangan.

Sejak awal kasus ini mencuat dan diproses secara hukum, berbagai kalangan mulai dari aktivis, akademisi, praktisi hukum, seniman, dan elemen masyarakat sipil lainnya mengkritisi serta ikut mengawal kasus ini.

Proses hukum terhadap Haris-Fatia dianggap dapat mengancam keberlangsungan kehidupan demokrasi serta kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia.

Kepedulian masyarakat yang berbasis pada kesamaan rasa, cita, serta tujuan luhur sehingga menciptakan dukungan secara masif dan suka rela seperti yang ditunjukkan dalam kasus Haris-Fatia, menandakan kesadaran warga negara akan pentingnya berkontribusi aktif dalam rangka “mengingatkan” kekuasaan agar tetap berada dalam pakem negara hukum demokrasi.

Dalam negara yang konsepsi demokrasinya sudah matang, gerakan masyarakat sipil sangat berguna untuk melaksanakan fungsi kontrol tambahan di dalam mekanisme checks and balances, terlebih jika kekuasaan tidak lagi bekerja untuk kepentingan dan tujuan bersama.

Dari putusan Haris-Fatia, kita seharusnya bisa mengambil momentum untuk serius membangun ekosistem demokrasi yang baik di Indonesia.

Putusan ini sesungguhnya dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi bangunan demokrasi Indonesia masa depan, apabila lembaga peradilan dalam hal ini Mahkamah Agung dapat teguh pada pendirian dan sikap yang telah diletakkan oleh majelis hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama.

Dari Haris-Fatia bangsa ini juga semestinya belajar bahwa peran negara melalui pembentukan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, termasuk putusan pengadilan, sangat krusial di dalam menentukan kualitas demokrasi.

Selain itu, peran warga negara juga harus sejalan dengan agenda demokratisasi yang dilaksanakan oleh negara.

Bayangkan jika tidak ada peran aktif dari warga negara untuk mengawal penyelenggaraan negara, maka negara akan sangat rentan menjalankan kekuasaannya keluar dari prinsip-prinsip demokrasi.

Oleh sebab itu, demi merawat dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia diperlukan komitmen bersama antara negara dan warga untuk saling mengisi dan memperkuat agenda demokratisasi.

Tag:  #merawat #demokrasi #dari #putusan #bebas #haris #azhar #fatia

KOMENTAR