Transisi Hijau, RIInggris Perkuat Kerja Sama Transportasi Rendah Emisi
Buus listrik Transjakarta di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
11:36
7 Juni 2025

Transisi Hijau, RIInggris Perkuat Kerja Sama Transportasi Rendah Emisi

Kementerian Perhubungan RI menggandeng Pemerintah Inggris meluncurkan Future Cities Program UK–Indonesia Low Carbon Partnership Phase II. Program ini jadi bagian dari inisiatif UK PACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transition).

Kolaborasi ini bertujuan mempercepat pengembangan transportasi rendah karbon di kota-kota Indonesia. Tujuannya jelas: membangun kota berkelanjutan, ramah lingkungan, dan inklusif.

“Program ini merupakan kelanjutan dari Future Cities Phase I yang telah dimulai sejak tahun 2022, dan telah memberikan dampak nyata dalam pengembangan sistem transportasi rendah karbon di berbagai kota di Indonesia,” kata Kepala BPSDMP Kemenhub, Djarot Tri Wardhono, dalam peluncuran di Jakarta, Rabu.

Di fase kedua ini, kerja sama makin diperkuat. Fokusnya: mobilitas urban yang lebih hijau dan manusiawi. Djarot menilai keberlanjutan program ini penting, tak hanya untuk menjaga momentum, tapi juga mendukung target nasional dan global.

“Kami percaya bahwa kolaborasi ini adalah langkah penting untuk menyelaraskan dua prioritas nasional utama: meningkatkan mobilitas perkotaan dan mengatasi tantangan perubahan iklim,” ujarnya.

Fase ini juga sejalan dengan arah kebijakan RPJMN 2025–2029. Di dalamnya, terdapat komitmen terhadap pengembangan angkutan massal rendah emisi, integrasi infrastruktur multimoda, dan percepatan kendaraan listrik.

Lebih dari sekadar infrastruktur, penguatan SDM jadi kunci.

Pemilik kendaraan melakukan pengisian daya kendaraan listrik di SKPLU, Jakarta, Kamis (9/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]Pemilik kendaraan melakukan pengisian daya kendaraan listrik di SKPLU, Jakarta, Kamis (9/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

“Melalui program ini, kami tidak hanya berbicara soal infrastruktur, tapi juga membangun kompetensi SDM yang mampu menyusun kebijakan berbasis data, menghitung emisi secara tepat, dan menjalankan program transportasi nol emisi dengan perencanaan yang matang dan terukur,” tambahnya.

Kota-kota seperti Bandung, Medan, Surabaya, dan Semarang menjadi fokus. Semua tengah mengembangkan sistem BRT dan jaringan kereta perkotaan. Program ini diharapkan memperkuat kapasitas perencanaan dan pelaksanaan transportasi berkelanjutan di daerah.

Dukungan dari Inggris juga tetap solid. Minister Counsellor Development dari Kedutaan Besar Inggris, Amanda McLoughlin, menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan fase pertama.

“Kami melihat bagaimana pendekatan berbasis komunitas dan desain infrastruktur yang inklusif telah memberikan dampak nyata di berbagai kota. Kami berharap kerja sama ini akan terus memperkuat transisi transportasi rendah emisi di Indonesia dan memberi inspirasi bagi negara lain di dunia,” kata Amanda.

Melalui kerja sama ini, Indonesia dan Inggris menegaskan komitmen bersama. Aksi iklim harus nyata. Dan sektor transportasi adalah salah satu titik awalnya.

Studi Strategis WRI

Belum lama ini, WRI Indonesia merilis dua studi penting: Penilaian Kesiapan Infrastruktur dan Keuangan untuk Adopsi Truk Listrik di Indonesia, serta Pembangunan Kerangka Kolaborasi Nasional dan Daerah untuk Percepatan Adopsi Bus Nol Emisi melalui Metode Agregasi Permintaan.

Keduanya menyoroti hal krusial: tanpa elektrifikasi truk, target pengurangan emisi sektor transportasi hanya akan tercapai 71,05% dari proyeksi dalam Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon Indonesia.

Managing Director WRI Indonesia, Arief Wijaya, menyampaikan bahwa dalam setahun terakhir, WRI aktif meneliti kendaraan berat rendah emisi bersama Kemenko Bidang Infrastruktur dan Kementerian Perhubungan.

“Studi yang dilakukan WRI Indonesia dan LAPI ITB menunjukkan bahwa walaupun jumlah kendaraan berat hanya sekitar 3,9% dari total populasi kendaraan di Indonesia, sektor ini menghasilkan sekitar 35,6% dari total emisi karbon sektor transportasi darat,” jelas Arief.

Tak hanya berdampak pada iklim, kendaraan diesel juga memperburuk kualitas udara dan meningkatkan risiko penyakit pernapasan. Oleh karena itu, elektrifikasi truk dan bus dipandang sebagai prioritas. Selain berkontribusi besar terhadap emisi, kendaraan berat juga menyimpan potensi efisiensi biaya operasional.

Dalam studi bus listrik, WRI merekomendasikan strategi agregasi permintaan dari berbagai kota, dengan potensi pengadaan lebih dari 14.000 unit. Pendekatan ini diprediksi dapat menurunkan biaya hingga 20% lewat skala ekonomi dan standardisasi spesifikasi.

Sementara untuk elektrifikasi truk, tantangan utama ada pada infrastruktur. Studi menekankan pentingnya membangun jaringan pengisian daya di koridor logistik utama.

Komitmen ini diperkuat lewat Indonesia Zero Emission Heavy-Duty Vehicle Summit 2025 dan peluncuran platform Indonesia Freight Decarbonization Accelerator (IFDA). Platform ini menjadi ruang sinergi antara pemerintah, penyedia teknologi, dan pelaku industri logistik.

IFDA akan membantu mempercepat adopsi truk listrik lewat pengembangan model bisnis yang layak, serta mendorong investasi untuk infrastruktur pengisian daya.

"Kami berharap melalui peluncuran Indonesia Freight Decarbonization Accelerator dan hasil studi yang kami serahkan hari ini, para pemangku kepentingan dapat mengambil langkah strategis yang lebih terarah dan kolaboratif. WRI Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung proses transisi ini melalui riset, advokasi kebijakan, dan penguatan kerja sama lintas sektor," pungkas Arief.

Editor: Bimo Aria Fundrika

Tag:  #transisi #hijau #riinggris #perkuat #kerja #sama #transportasi #rendah #emisi

KOMENTAR