Surat Pemakzulan Gibran Disebut Sudah di Meja Ketua DPR, Ahmad Muzani: Saya Belum Ngantor
Ketua MPR Ahmad Muzani menanggapi surat pemakzulan kepada Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. [Suara.com/Novian]
14:56
6 Juni 2025

Surat Pemakzulan Gibran Disebut Sudah di Meja Ketua DPR, Ahmad Muzani: Saya Belum Ngantor

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani menyatakan bahwa dirinya belum masuk ke kantor beberapa hari, menjelang Iduladha 1446 Hijriah.

Pernyataan itu disampaikan Muzani merespons pertanyaan ihwal Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengajukan surat ke MPR.

Dalam surat yang diajukan ke MPR, DPR, dan DPD, Forum Purnawirawan Prajurit TNI ingin meminta pertimbangan mengenai usulan mereka untuk melakukan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

"Saya belum masuk kantor sudah beberapa hari ini karena mau lebaran ini," kata Muzani usai Salat Iduladha di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat 6 Juni 2025.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum bisa memberikan tanggapannya soal surat yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

Dalam suratnya, forum itu meminta Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan dari kursi Wakil Presiden RI.

"Ya belum baca, bagaimana nanggapin," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 4 Juni 2025.

Ia mengatakan, surat tersebut masih berada di tangan Sekjen DPR, sehingga dirinya baru akan mengecek.

"Ya ini kan kebetulan reses, saya kan datang, pak sekjennya nggak ada," katanya.

"Saya mau lihat suratnya, suratnya masih di sekjen, jadi belom sempet baca," sambungnya.

Sementara di sisi lain, ia mengaku datang ke DPR bukan untuk sengaja mengecek surat dari Forum Purnawirawan tersebut. 

"Nggak, saya kan tanda tangan surat-surat, terus saya bilang 'eh katanya itu ada surat dari forum? Masih di sekjen pak,' sekjennya lagi keluar," katanya.

Minta Gibran Diganti

Sebelumnya Forum Purnawirawan Prajurit TNI kembali mengusulkan Gibran Rakabuming Raka untuk dimakzulkan sebagai Wakil Presiden RI.

Kali ini Forum Purnawirawan itu mengajukan surat kepada DPR, DPD dan MPR RI agar mempertimbangkan usulan tersebut.

Berdasarkan surat yang diterima oleh Suara.com, tertulis nomor surat 003/FPPTNI/V/2025. 

Dalam surat dituliskan bahwa pihak Forum Purnawirawan ini menyerahkan pandangan hukum terhadap proses politik dan hukum yang mengantarkan Gibran menjadi Wapres.

"Dengan ini kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," tulis surat dikutip Suara.com, Selasa 3 Juni 2025.

Adanya hal itu pun langsung dikonfirmasi oleh Suara.com.

Sekretariat Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Bimo Satrio menyampaikan bahwa surat itu sudah disampaikan ke Sekretariat DPR, DPD, MPR RI pada Senin 2 Juni 2025 kemarin.

Ia mengaku kalau surat tersebut telah diterima oleh orang sekretatiat DPR, DPD, dan MPR RI.

"Kemarin sudah dikirim dari Senin, Senin pagi kita sudah kirim yang terima itu dari Setjen (Sekretariat Jenderal) DPR RI kantornya Setjen DPR RI kemudian MPR dan DPD RI sudah sekaligus kita sudah data terimanya," kata Bimo kepada Suara.com.

Ia mengatakan, dalan surat yang dikirimkan tersebut pihaknya mencoba menyampaikan pandangan hukum soal pemakzulan Gibran.

Bimo pun mengatakan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga siap dipanggil oleh DPR, DPD, MPR RI untuk menjelaskan surat tersebut.

Wapres Gibran Rakabuming Raka. [Ist]Wapres Gibran Rakabuming Raka. Dalam beberapa waktu terakhir Gibran Rakabuming didesak untuk dimakzulkan. [Ist]

"Iya, jadi kita memang dalam artian itu surat isinya sama seperti yang tembusannya yang diterima, jadi isinya memang kita berusaha untuk menerapkan dari segi hukumnya untuk pemakzulan Gibran itu dan kemudian kita siap dari Forum Purnawirawan jika memang DPR mau rapat dengar pendapat untuk menjelaskan kembali ataupun untuk lebih memperjelas dari surat yang kita kirimkan ke mereka," katanya.

Ia menegaskan, memang dari 8 poin sikap dalam surat itu salah satunya yang didorong adalah pemakzulan Gibran.

"Iya harapannya ke depan kita dalam hal ini, ya untuk menyokong yang untuk pemakzulan Gibran dulu. Jadi itu yang kita ajukan ke DPR dan MPR dulu poinnya itu yang kita lakukan memang nomor 8 dulu," katanya.

Hal yang mendasari Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan teehadap Gibran adalah UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang berbunyi:

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. 

Pasal 7 B:

Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

TAP MPR RI No. XI/1998 Pasal 4 berbunyi:

Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.

Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi:

"Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden."

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1) :

"Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan."

Pasal 17 ayat (5) :

"Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara."

Pasal 17 ayat (6) :

"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan."

Pasal 17 ayat (7) :

"Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda."

Editor: Chandra Iswinarno

Tag:  #surat #pemakzulan #gibran #disebut #sudah #meja #ketua #ahmad #muzani #saya #belum #ngantor

KOMENTAR