



Komnas HAM: 8 Ribu Lebih Pekerja di PHK Sepanjang Januari-Maret 2025
Komnas HAM mencatat, ada sekitar 8 ribu lebih pekerja tercatat kehilangan pekerjaan dalam periode Januari hingga Maret 2025 akibat pemutusan hubungan kerja atau PHK.
“Jumlah korban PHK berdasarkan data dan aduan Komnas HAM 2023 dan 2024, lebih dari 3 ribu pekerja,” kata anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, di Kantornya, Kamis (5/6/2025).
“Jumlah korban PHK, Januari-Maret 2025 8.786 orang pekerja,” imbuhnya.
Uli mengatakan, data tersebut didapatkan berdasarkan aduan dari berbagai pihak, baik berupa individu maupun kelompok.
Dari aduan tersebut, lanjut Uli, pihaknya membuat 10 klasifikasi soal pemecatan pekerja, diantaranya PHK tanpa diawali Surat Peringatan, PHK dengan pembayaran upah di bawah upah minimum, PHK tanpa adanya perjanjian/kontrak kerja.
Kemudian PHK tanpa mendapatkan pesangon atau hak normatif lainnya, PHK yang belum mendapatkan pesangon atau hak normatif lainnya, PHK yang menyasar kelompok, Pengalihan pekerja ke entitas lain, Mutasi dan/atau demosi yang mendahului PHK, Informasi yang tidak memadai kepada pekerja, PHK dengan alasan efisiensi.
Dari hasil analisis, kata Uli, PHK yang sejauh ini terjadi berpotensi terjadinya diskriminasi dalam proses PHK.
“PHK sepihak yang menyasar kepada kelompok tertentu, misalnya perempuan, buruh kontrak, penyandang disabilitas, dapat dinilai sebagai tindakan diskriminatif dan melanggar prinsip kesetaraan,” jelasnya.
Berdasarkan konvensi ILO 158 tentang PHK, dapat dijadikan referensi norma internasional. Pasal 13 sampai Pasal 14 mengatur bahwa pemutusan hubungan kerja harus didahului dengan konsultasi dan pemberitahuan kepada wakil pekerja.
Sementara itu, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Atnike Nova Sigiro menilai, jika dilihat dari model-model pemutusan hubungan kerja, yang diterima oleh pihaknya, ada beberapa bentuk PHK yang tidak sejalan dengan ILO.
“Komnas HAM memandang bahwa PHK harus menjadi pilihan atau solusi akhir yang diambil setelah pemerintah, pemberi kerja, pekerja dan serikat pekerja sudah mengupayakan berbagai langkah lain. Jadi jangan langsung kalau belum mencari solusi sudah dilakukan PHK,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Atnike, pemutusan hubungan kerja juga harus dilakukan dengan alasan yang sah, pemberian kompensasi yang layak, serta dilaksanakan dengan menjunjung tinggi standar norma hak asasi manusia.
“Hal yang lain yang juga kami simpulkan adalah bahwa kebijakan pemerintah juga perlu dirumuskan secara hati-hati karena dalam temuan kami ini berdampak terhadap atas pekerjaan atau keputusan-keputusan untuk melakukan PHK yang harus diambil oleh perusahaan,” jelasnya.
“Misalnya kebijakan terkait impor, efisiensi anggaran, peraturan ketenagakerjaan yang sering kali belum mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia secara matang sehingga terjadi lagi PHK, pelanggaran upah, atau berkurangnya kesejahteraan pekerjaan,” imbuhnya.
Kondisi ini, kata Antnike, menunjukkan perlunya perbaikan kebijakan yang sejalan dengan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pekerjaan secara progresif.
Namun, bukan berati progresif secara keseluruhan pada saat ini, melainkan harus ada perubahan yang lebih baik dari tahun ke tahun.
“Harus ada indikasi bahwa kebijakan itu semakin baik, kesejahteraan semakin baik, regulasinya juga semakin baik. Jangan justru menurun,” pungkasnya.
Enam Paket Stimulus Pemerintah
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan pemberlakuan enam paket stimulus ekonomi yang mulai efektif pada tanggal 5 Juni 2025, guna mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan global dan pelemahan konsumsi domestik.
Enam paket tersebut menyasar sektor-sektor kunci yang bersentuhan langsung dengan daya beli masyarakat, seperti transportasi, tenaga kerja, dan bantuan sosial.
Rincian paket stimulus ekonomi yang diluncurkan oleh Pemerintah meliputi: pertama, menetapkan diskon moda transportasi yang menyasar peningkatan mobilitas masyarakat melalui diskon tiket kereta api sebesar 30 persen untuk 2,8 juta penumpang kelas ekonomi, menanggung tarif PPN 11 persen tiket pesawat udara untuk 6 juta penumpang, dan diskon tarif angkutan laut hingga 50 persen untuk 0,5 juta penumpang.
Total anggaran yang dikucurkan untuk program ini mencapai Rp0,94 triliun dan bertujuan untuk mendorong sektor pariwisata domestik, membantu usaha UMKM di daerah wisata, serta perputaran ekonomi selama libur sekolah.
Kedua, memberikan diskon Tarif Tol melalui sinergi bersama dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), dengan memberikan diskon 20 persen tarif tol di berbagai ruas selama 14 hari menjelang dan setelah libur sekolah. Pengenaan diskon tarif tol ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebanyak 110 juta kendaraan yang akan menikmati insentif ini.
Ketiga, melakukan perluasan Bantuan Sosial dan Pangan dengan mengalokasikan distribusi bantuan pangan beras sebanyak 10 kg untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama dua bulan. Program ini dilengkapi dengan penyaluran kembali Kartu Sembako, sebagai langkah untuk menjaga daya beli kelompok rentan.
Keempat, memberikan bantuan Subsidi Upah (BSU), yang diberikan kepada 17,3 juta pekerja dan 565 ribu guru honorer dengan gaji di bawah Rp3,5 juta/bulan. Nominal BSU mencapai Rp300.000/bulan, selama dua bulan (Juni–Juli). Bantuan program secara khusus ini menyasar sektor informal dan padat karya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif, serta meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya.
Kelima, adanya diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 50 persen selama 6 bulan bagi Pekerja Sektor Padat Karya, yakni selama periode Agustus 2025 sampai dengan Januari 2026. Adapun penerapan Program ini akan dilaksanakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Keenam, untuk rencana diskon listrik tidak dilanjutkan karena pertimbangan fiskal dan realokasi ke program yang lebih berdampak langsung terhadap konsumsi dan perputaran ekonomi. Sebagai gantinya, pemerintah menambah alokasi Bantuan Subsidi Upah (BSU). Mulanya, bantuan itu akan diberikan sebesar Rp150 ribu per bulan, akan ditingkatkan menjadi Rp300 ribu per bulan
Enam paket stimulus ini dibiayai dari APBN 2025, dengan estimasi alokasi awal sebesar Rp24,44 triliun. Sumber pembiayaannya berasal dari revisi postur belanja non-prioritas, efisiensi anggaran kementerian/lembaga, serta penggunaan saldo anggaran lebih (SAL).
Tag: #komnas #ribu #lebih #pekerja #sepanjang #januari #maret #2025