Kejagung Bongkar Obstruction of Justice Marcella Santoso
Kejagung kembali mengembangkan kasus dugaan penyuapan hakim dalam perkara minyak sawit. (Kejagung)
21:48
22 April 2025

Kejagung Bongkar Obstruction of Justice Marcella Santoso



Kejagung kembali mengembangkan kasus dugaan penyuapan hakim dalam perkara minyak sawit. Dari pengembangan tersebut ditemukan adanya dugaan suap dari Marcella Santoso dan Junaidi Saibih terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar untuk membuat konten negatif sejumlah penanganan kasus di Kejagung. Karena itu Korps Adhyaksa menetapkan ketiganya menjadi tersangka. 

Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menuturkan, pada pertama tersangka Marcella Santoso selaku advokat. Kedua Tersangka Junaidi Saibi sebagai dosen dan advokat, dan ketiga tersangka Tian Bahtiar selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.

"Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan lebih dahulu diperiksa sebagai saksi, dapat diperoleh sejumlah fakta," papar Abdul Qohar. 

Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan Marcella Santoso dan Junaidi, bersama dengan Tian Bahtiar selaku Direktur Pemberitaan Jak TV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah, tindak pidana korupsi importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong, dan kasus minyak sawit.

"Baik dalam proses penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan," papar Abdul Qohar. 

Tersangka Marcela dan Junaidi membayar Rp 478.500.000 kepada Tian yang dilakukan dengan sejumlah modus.

"Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan," terang Qohar.

Tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan Jak TV news, sehingga Kejaksaan dinilai negatif. Konten diarahkan bahwa Kejagung telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani tersangka Marcela dan Tersangka Junaidi selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa.

"Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, kemudian membuat metodolgi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," ujar Abdul Qohar. 

Langkah selanjutnya, tersangka Tian menuangkan dalam berita di sejumlah media sosial dan media online. Tindakan yang dilakukan Marcela, Junaidi, dan Tian, bertujuan membentuk opini publik negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus.

"Hal itu dilakukan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula baik saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan agar perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan," terang Abdul Qohar. 

Qohar menuturkan, tersangka Marcella dan Junaidi juga membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara di persidangan.  

"Sementara penegakan hukum berlangsung, bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang kejaksaan," papar Abdul Qohar. 

Tersangka Marcela dan Junaidi juga menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online. Tujuannya untuk mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

"Kemudian diliput tersangka TB dan menyiarkannya melalui JAK TV dan akun-akun official JAK TV, termasuk di media sosial," urai Abdul Qohar. 

Tersangka Tian Bahtiar juga memproduksi acara TV Show melalui dialog dan diskusi panel di beberapa kampus yang diliput JAK TV.

"Tindakan yang dilakukan Tersangka MS, JS, dan TB, dimaksudkan bertujuan untuk membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan," ujar Abdul Qohar. 
 
Qohar menuturkan, tujuan ketiga tersangka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik. Sehingga harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan.

"Selain itu, para tersangka juga melakukan perbuatan yaitu menghapus beberapa berita, beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik mereka, sebagaimana keterangan yang telah diakui para tersangka. Barang bukti telah kami sita," jelas Abdul Qohar. 

Sementara itu, Dewan Pers mendatangi Kejagung. Pertemuan tersebut membahas terkait dugaan pemberitaan negatif terhadap Kejagung.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menuturkan, Dewan Pers tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum. Tetapi terkait dengan pemberitaan, untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan.

"Ini adalah kewenangan etik dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers, sebagaimana yang ditunjuk di dalam Undang-Undang 40 tahun 1999," papar Ninik Rahayu.

Karena itu Dewan Pers dan Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan undang-undang.

"Di kode etik jurnalistik di pasal 6 khususnya, memang mengatur soal perilaku-perilaku dari para pekerja pers, jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di pasal 6 dan pasal 8," tutur Ninik Rahayu. 

Menurut dia, perlu menilai perilaku dari wartawan. Apakah ada tindakan-tindakan yang melanggar kode etik sebagai wartawan di dalam menjalankan tugasnya, dalam menjalankan profesionalisme kerjanya.

"Karena pers itu memerlukan dua hal yang harus berjalan seiring," terang Ninik Rahayu.

Perusahaan persnya harus profesional, jurnalisnya juga harus profesional. Artinya bekerja secara demokratis, bekerja tidak mencampur adukan antara opini dengan fakta.

"Menggunakan standar moral yang tinggi, gak minta-minta duit, gak nyuap, dan menggunakan asas praduga tidak bersalah," tegas Ninik Rahayu.

Hal ini adalah prinsip demokratis untuk melahirkan karya jurnalistik dan berkualitas. Untuk ini Dewan Pers punya kewajiban untuk menjaga dan menilai, punya hak untuk menilai.

"Nah itulah kami ketika duduk bersama dan menyepakati ada ranah yang dilakukan oleh Kejaksaan, tetapi juga ada ranah yang dilakukan Dewan Pers," tandas Ninik Rahayu. 

Langkah selanjutnya, Dewan Pers akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan, yang menurut kejaksaan digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat.

"Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan," papar Ninik Rahayu. 

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menuturkan, Kejagung menjelaskan kepada Dewan Pers bahwa perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. "Itu tegas," papar Harli Siregar.

selain itu, yang dipersoalkan Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena Kejagung tidak anti kritik. "Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahatnya antar pihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan," ucap Harli Siregar.

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #kejagung #bongkar #obstruction #justice #marcella #santoso

KOMENTAR