MAKI Sebut Oknum Kades Akali Surat Perizinan Pagar Laut, Agar Persetujuannya Tak Perlu sampai Pusat
PAGAR LAUT TANGERANG - Foto Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat melaporkan dugaan korupsi penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut Tangerang di Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025). MAKI menduga beberapa oknum kepala desa (kades) mengakali surat perizinan pagar laut di Tangerang, Banten, dengan ketentuan khusus. 
09:13
31 Januari 2025

MAKI Sebut Oknum Kades Akali Surat Perizinan Pagar Laut, Agar Persetujuannya Tak Perlu sampai Pusat

- Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menduga beberapa oknum kepala desa (kades) yang diduga terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten, mengakali surat perizinan lahan pagar laut.

Di mana, sejumlah oknum kades itu mengakali surat-surat tersebut dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.

Ketentuan itu sengaja diatur secara khusus, supaya pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan sampai ke pusat.

Meski demikian, Boyamin juga menduga bahwa pihak pusat juga turut terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.

Atas hal tersebut, MAKI melaporkan sejumlah oknum kades tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

Beberapa oknum kades yang dilaporkan itu yang berada di Kecamatan Kronjo, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir. 

Dalam hal ini, mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang sejak 2012.

“Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025).

Tak hanya kades, penyalahgunaan wewenang ini diduga juga melibatkan oknum di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pertanahan di Kabupaten Tangerang.

“Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang."

"Karena, terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” kata Boyamin.

Berdasarkan kesaksian sejumlah warga yang mengadu kepada Boyamin, pembuatan surat ini mulai terjadi pada tahun 2012, saat isu reklamasi mencuat.

Sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.

"Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke kantor pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” terang Boyamin. 

Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan dan surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp2 juta hingga Rp7 juta.

“Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.

Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut

Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023. 

“Jadi, warga juga tahu kalau lahannya di laut sebagian besar. Tapi, karena ada yang mau beli ya mau-mau saja. Dijual Rp5 juta, Rp7 juta, bahkan ada yang murah itu Rp2 juta,” jelas Boyamin.

Boyamin pun menduga telah terjadi korupsi dalam proses penerbitan surat hak guna bangunan (HGB) maupun surat hak milik (SHM) dalam sejumlah bidang tanah di lokasi berdirinya pagar laut Tangerang

“Yang penting adalah (kami) memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun HM di lahan laut utara Tangerang yang populer yang dibangun pagar laut,” ujar Boyamin, dilansir Kompas.com.

Boyamin juga meyakini bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan tahun 2023 palsu, meski ada klaim bahwa surat-surat itu diterbitkan pada tahun 1970-1980-an.

“Terbitnya sertifikat itu kan di atas laut, saya meyakininya itu palsu, karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023."

"Kalau ada dasar klaim tahun 1980, tahun 1970, itu empang dan lahan, artinya itu sudah musnah, sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” kata dia.

MAKI Ajukan Nusron Wahid Jadi Saksi

Dalam laporannya tersebut, Boyamin juga melampirkan sejumlah barang bukti berupa kesaksian sejumlah warga, dokumen akta jual beli, serta keterangan rilis dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. 

Boyamin mengatakan, saksi ahli yang utama adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

Pasalnya, Nusron dinilai sebagai orang yang paling mengetahui soal polemik pagar laut tersebut.

Apalagi, sebelumnya, Kementerian ATR/BPN juga telah mencabut 50 SHGB dan SHM di area pagar laut Tangerang karena dinilai melanggar aturan.

“Saksi ahli yang utama itu saksi jabatan, yaitu Pak Nusron Wahid, saya masukkan juga jadi saksi di sini."

"Karena beliau yang paling tahu itu sekarang dan sudah mencabut itu 50 dan mengatakan itu cacat formil maupun materiil,” kata dia. 

Adapun, para terlapor ini diduga menyalahi pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.

Kejagung Telaah Laporan MAKI

Soal laporan dari MAKI tersebut, Kejagung memastikan bakal menelaahnya terlebih dahulu.

"Jadi itu sedang diregistrasi tentu, nanti akan dipelajari, ditelaah apa yang menjadi esensi dari laporan yang bersangkutan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Kamis (30/1/2025).

Harli mengaku belum bisa menjelaskan terlalu jauh soal laporan dugaan korupsi tersebut.

Namun, dia menegaskan, jika dalam kasus itu benar terdapat unsur korupsi maka hal itu akan menjadi dasar untuk pihaknya melakukan pendalaman.

"Apakah fakta-fakta atau informasi yang disampaikan itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan."

"Katakanlah semacam pengumpulan bahan keterangan apakah ada indikasi korupsi atau tidak," ujarnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)

Editor: Nuryanti

Tag:  #maki #sebut #oknum #kades #akali #surat #perizinan #pagar #laut #agar #persetujuannya #perlu #sampai #pusat

KOMENTAR