Sudah Sah! Revisi Kedua UU ITE Masih Problematik?
Ilustrasi UU ITE [Pixabay]
11:36
8 Januari 2024

Sudah Sah! Revisi Kedua UU ITE Masih Problematik?

Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Penandatanganan itu menandakan UU ITE hasil revisi kedua mulai berlaku.

Penandatanganan dilakukan Jokowi pada Selasa (2/1/2023). Kemudian Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membuatnya menjadi undang-undang di tanggal yang sama.

UU ITE hasil revisi kedua itu sebelumnya disahkan DPR RI pada Selasa (5/12/2023).

Kesepakatan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024.

Setidaknya ada perubahan terhadap 14 pasal eksisting dan menambah 5 pasal baru dalam Undang-Undang ITE.

Lantas apakah revisi UU ITE 2023 ini sudah tidak problematik lagi seperti sebelumnya? Berikut ulasannya.

Revisi Kedua UU ITE Masih Problematik?

Seperti yang diketahui, UU ITE memiliki beberapa pasal karet. Hal itu pun menjadi perhatian masyarakat.

Mengapa demikian, karena pasal-pasal yang bermasalah dalam UU ITE ini kerap menimbulkan persoalan-persoalan ketidak adilan. Hal itu pun terlihat pada Pasal 27, Pasal 29, Pasal 36, dan Pasal 40.

Namun, dalam revisi yang kedua ini bahkan tidak cukup memperbaiki masalah secara menyeluruh.

Salah satu contohnya masih adanya Pasal 27 ayat (1) terkait asusila dan juga pasal pencemaran nama baik.

"Dengan dipertahankanya Pasal 27 ayat (1), itu nanti masih ada potensi yang mengakibatkan kerugian dari pihak korban yaitu perempuan atau biasanya kelompok. Korban yang lebih lemah daripada pelakunya," jelas Co-Founder SAFEnet Damar Juniarto.

"Pasal pencemaran nama baik itu tetap masih ada di dalam UU ITE terbaru, meskipun berganti nomor dari Pasal 27 ayat (3) dari sebelumnya dalam UU ITE 2008 dan 2016 sekarang diganti dengan Pasal 27A," lanjutnya.

Selain itu, saat ini yang menjadi sorotan adanya pasal baru yakni Pasal 27B tentang Ancaman Pencemaraan Nama.

"Kemungkinan dengaan adanya kombinasi Pasal 27A dan Pasal 27B, persoalan kriminalisasi terhadap masyarakat, baik itu adalah whistleblower, jurnalis, aktivis, maupun masyarakat menyuarakan kebenaran itu masih akan menjadi kendala," ungkapnya.

Tak hanya itu, ada juga pasal 28 ayat 1 dan 2 yang menjadikan revisi kedua UU ITE ini semakin pedas.

Menguatnya peran pemerintah dalam mengontrol internet di Indonesia, yang tercermin dalam Pasal 40 dan Pasal 43 revisi UU ITE juga dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru.

Poin-poin Revisi UU ITE

1. Perubahan terhadap ketentuan Pasal 27 Ayat 1 mengenai muatan kesusilaan; l Ayat 3 mengenai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; dan Ayat 4 mengenai pemerasan atau pengancaman yang dengan merujuk pada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

2. Perubahan ketentuan Pasal 28 Ayat 1 mengenai keterangan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

3. Perubahan ketentuan Pasal 28 Ayat 2 mengenai menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, serta perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

4. Perubahan ketentuan Pasal 29 mengenai ancaman dan/atau menakut-nakuti.

5. Perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

6. Perubahan ketentuan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan pidana denda, serta menambahkan ketentuan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 ayat 1.

7. Perubahan ketentuan Pasal 45a terkait ancaman pidana atas perbuatan penyebaran berita bohong dan menyesatkan.

Editor: Dany GarjitoDyah Ayu Nur Wulan

Tag:  #sudah #revisi #kedua #masih #problematik

KOMENTAR