Bolehkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang Qadha Ramadhan?
Ilustrasi Puasa - Bolehkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang Qadha Ramadhan? (Freepik)
18:43
12 Januari 2024

Bolehkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang Qadha Ramadhan?

Puasa Rajab menjadi salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan di bulan Rajab. Masalahnya, bagaimana dengan orang yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan dan baru sempat membayarnya di bulan Rajab. Bolehkah puasa Rajab digabung dengan puasa bayar hutang? 

Bulan Rajab menjadi bulan mulia di antara bulan Muharram, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Sama halnya dengan yang lain, di bulan Rajab sangat dianjurkan untuk diisi dengan berbagai amalan saleh seperti puasa sunnah maupun sholat sunnah. Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara khusus menjelaskan tentang keutamaan dari puasa Rajab ini, namun anjuran puasa Rajab telah tertuanh dalam dalil anjuran berpuasa secara umum serta anjuran umum puasa di bulan-bulan mulia. 

Seiring dengan anjuran itu, muncul persoalan saat sebagian orang masih mempunyai tanggungan hutang puasa Ramadhan. Lantas apakah boleh bagi mereka untuk menggabungkan puasa Rajab dengan qadha puasa bulan Ramadhan?  

Bolehkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang ?

Menjawab pertanyaan itu, sebenarnya ada dua pendapat tentang hukum menggabungkan puasa Rajab dengan qadha puasa Ramadhan. Sebagian ulama memperbolehkannya, namun sebagiannya lagi tidak menganjuarkannya. 

Pendapat yang Memerbolehkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang 

Masih melansir NU Online, menurut Syekh al-Barizi, walaupun seorang muslim hanya melafalkan niat qadha puasa Ramadhan di bulan Rajab maka secara otomatis pahala puasa Rajab juga akan didapatkannya. Pernyataan tersebut sebagaimana telah disimpulkan berdasar dengan keterangan dalam kitab Fathul Mu'in beserta hasyiyahnya, I'natuth Thalibin berikut bunyinya: 

وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد  (وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا   (قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم  ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة  وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا  وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس  انتهى  

Artinya: Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama. Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunah mutlak. Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa. Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulamaberpegangan dalam keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak. Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan. Dalam kitab Al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis. (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224). 

Dalm kitab Al-I'lab menambahkan bahwa Syekh al-barizi mengeluarkan fatwa jika seseorang yang ingin membayar puasa Ramadhan di hari yang dianjurkan berpuasa maka akan mendapatkan pahala kedua puasa bahkan tanpa perlu berniat puasa sunnah. Hal yang sama berlaku apabila puasa bertepatan dengan puasa rutin di hari Arafah dan Senin-Kamis. 

Pendapat yang Tidak Menganjurkan Puasa Rajab Digabung dengan Puasa Bayar Hutang 

Mahzab Hamnbali sedikit berbeda dalam menetapkan status hukum puasa Rajab digabung dengan puasa qadha Ramadhan. Sebagaimana dikutip dari kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah yang mengatakan bahwa makruh hukumnya bagi orang yang mengkhususkan hanya puasa di bulan Rajab saja: 

فَصْلٌ: وَيُكْرَهُ إفْرَادُ رَجَبَ بِالصَّوْمِ. قَالَ أَحْمَدُ: وَإِنْ صَامَهُ رَجُلٌ أَفْطَرَ فِيهِ يَوْمًا أَوْ أَيَّامًا بِقَدْرِ مَا لَا يَصُومُهُ كُلَّهُ 

“Dimakruhkan bagi orang yang mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa. Ahmad berkata: apabila seseorang berpuasa, maka hendaknya ia berbuaka sehari atau beberapa hari sekiranya dia tidak berpuasa sebulan penuh.” (al-Mughni li Ibn Qudamah, 3/171) 

Namun, kemakruhan tersebut menjadi tidak sah karena tidak menjankan puasa selama sebulan penuh. Itu artinya, seseorang akan menyelingi dengan berbuka sehari hingga beberapa hari. Hal itu seperti yang diungkapkan dalam Kasyaf al-Qina’: 

(وَتَزُولُ اْلكَرَاهَةُ بِفِطْرِهِ فِيْهِ وَلَوْ يَوْمًا أَوْ بِصَوْمِهِ شَهْرًا آخَرَ مِنَ السَّنَةِ قَالَ اْلمُجِدُّ وَإِنْ لَمْ يَلِهِ) أي يَلِي الشَّهْرَ اْلآخَرَ رَجَبُ (وَلاَ يُكْرَهُ إِفْرَادُ شَهْرِ غَيْرِهِ) أي غَيْرِ رَجَبَ بِالصَّوْمِ 

“Status makruh (dalam puasa Rajab) bisa hilang sebab seseorang berbuka (tidak berpuasa) di bulan Rajab walaupun hanya sehari atau berpuasa Rajab (dengan diiringi berpuasa) di bulan yang lain pada tahun tersebut. Al-Mujidd berkata: meskipun bulan yang lain itu tidak bersambung dengan bulan Rajab. Dan juga tidak dimakruhkan mengkhususkan puasa di selain bulan Rajab.” (Kasyaf al-Qina’, 2/340) 

Dengan begitu, maka Mazhab Hambali hanya menyatakan makruh bagi orang yang mengkhususkan puasa Rajab selama sebulan penuh. Sebaliknya, status makruh itu akan hilang apabila tidak berpuasa sebulan penuh atau menyambung dengan di bulan lainnya. 

Niat Puasa Rajab dan Qadha Ramadhan 

Sebagai pengingat, niat puasa Rajab dan bayar hutang puasa Ramadhan mempunyai kedudukan yang berbeda lantaran satunya bersifat wajib dan yang satunya lagi sunnah. Oleh sebab itu ada perbedaan dalam mengucapkan niat puasa. Berikut ini adalah rinciannya. 

Niat Puasa Rajab 

Diketahui, kedudukan puasa Rajab sama dengan puasa sunnah lainnya. Yakni bacaan niat bisa dilafalkan secara mutlak dan tidak disyaratkan untuk ta'yin. Maksudnya adalah niat puasa Rajab tidak harus ditambahkan dengan jenis puasanya ketika melafalkan niat. Misalnya saja 'Saya niat berpuasa karena Allah Ta'alaa' dan tidak harus ditambahkan lafal 'karena melakukan kesunahan puasa di bulan Rajab'. 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى 

Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnati Rajaba lillâhi ta'âlâ. 

Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah swt." 

Jika niat puasa Rajab tidak sempat dibacakan pada malam hari, maka umat muslim tetap boleh melanjutkan puasa asalkan belum melakukan hal yang membatalkan puasa sejak subuh. Akan terapi, tetap wajib membaca niat sebelum waktu dzuhur dengan bacaan niat berikut: 

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى 

Nawaitu shauma hâdzal yaumi 'an adâ'i sunnati Rajaba lillâhi ta'âlâ 

Artinya: "Aku berniat puasa sunah Rajab hari ini karena Allah SWT." 

Niat Puasa Qadha Ramadhan 

Puasa qadha Ramadhan adalah puasa wajib yang harus ditentukan jenis puasanya. Dalam melafalkan niat puasa, seseorang wajib menyebutkan jenis puasa yang dijalani, misal "Saya berniat berpuasa qadha Ramadhan fardhu karena Allah Ta'alaa". Berikut ini lafadz niatnya. 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى 

Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ. 

Artinya, "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT." 

Niat Puasa Qadha Ramadhan Sekaligus Puasa Rajab 

Apabila puasa qadha Ramadhan digabungkan dengan puasa sunnah di bulan Rajab maka tidak perlu menyebutkan jenis puasa sunnahnya.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, berikut adalah niat puasa qadha Ramadhan digabung dengan puasa Rajab yang hanya menyebutkan satu jenis puasanya saja: 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى 

Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ. 

Artinya, "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT." 

Tahun ini, Puasa Rajab jatuh pada hari Sabtu, 13 Januari 2024. Itu artinya, besok umat Islam sudah bisa mulai menjalankan puasa sunnah Rajab. 

Nah demikianlah tadi ulasan terkait bolehkah puasa Rajab digabung dengan puasa bayar hutang. Berdasarkan penjelasan di atas, puasa di bulan Rajab boleh dikerjakan sekalian dengan puasa qadha Ramadhan. Semoga bermanfaat! 

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

Editor: Chyntia Sami Bhayangkara

Tag:  #bolehkan #puasa #rajab #digabung #dengan #puasa #bayar #hutang #qadha #ramadhan

KOMENTAR