Tak Cuma ke Pacar, Gaslighting Juga Terjadi di Keluarga dan Pertemanan
- Gaslighting adalah bentuk manipulasi psikologis yang dapat membuat korban meragukan persepsi, ingatan, atau penilaiannya sendiri, terhadap sesuatu sampai membuat mereka bersalah.
Perilaku yang bisa membuat korban kehilangan percaya diri, bahkan sampai bergantung secara emosional pada pelaku ini, sering dianggap hanya terjadi dalam hubungan romantis. Benarkah?
“Gaslighting tidak cuma terjadi di hubungan romantis saja, tapi bisa di berbagai aspek kehidupan. Contohnya kayak di pertemanan dan keluarga,” tutur pendiri Cup of Stories, Fitri Jayanthi, M.Psi. Psikolog, saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Menurut Fitri, contoh gaslighting yang paling umum terjadi dalam hubungan pertemanan adalah ketika lelucon yang dilontarkan oleh salah satu pihak, tidak dianggap lucu oleh orang lain.
“Itu bentuk kalimatnya seperti, ‘Kamu tuh terlalu sensitif, padahal kan aku cuma bercanda’. Kalau di keluarga, ‘Kok kamu lupa sih, kan sudah janji untuk pergi ke sini. Kan aku sudah bilangin berkali-kali dari kemarin’,” kata dia.
Perilaku komunikasi dengan orang lain
Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi. Psikolog, berpraktik di lembaga Jaga Batin dan Pusat Penguatan Karakter & Konseling (P2K2) Universitas Padjadjaran, menambahkan, gaslighting bisa terjadi di luar hubungan romantis karena gaslighting adalah perilaku komunikasi.
Perilaku komunikasi adalah cara seseorang berbicara dengan orang lain, sedangkan seseorang berkomunikasi dengan banyak orang, termasuk orang-orang yang merupakan anggota keluarga dan teman.
“Karena memang ini sebenarnya sebuah perilaku komunikasi, biasanya bisa juga terjadi di relasi pertemanan atau keluarga. Di keluarga itu antara terjadi dari ibu ke anak, ayah ke anak, ibu ke ayah dan sebaliknya, atau ke saudara,” terang Adelia.
Kendati demikian, tidak jarang gaslighting juga bisa terjadi di ranah pekerjaan, entah antara atasan dan bawahan, atau antara sesama rekan kerja.
Keluar dari zona nyaman adalah cara mengatasi insecure. Misalnya, cobalah bersosialisasi jika memiliki rasa insecure terhadap interaksi sosial.
Mengapa gaslighting terjadi?
Penyebab gaslighting terjadi adalah agar orang lain mengambil tanggung jawab atas permasalahan yang sedang terjadi. Walaupun sebenarnya masalah tersebut ada karena si pelaku.
Melalui kalimat yang tidak sesuai fakta, pelaku membuat korban mempertanyakan pengalaman dan persepsi mereka.
Alhasil, korban mengalami ketidakamanan yang mendalam, penurunan rasa percaya diri, dan mulai bergantung pada pelaku untuk mengonfirmasi persepsi mereka sendiri.
“Di situlah akhirnya si pelaku jadi kayak ‘mengontrol’ situasi. Ibaratnya kayak ‘cuci tangan’ karena, ‘Ah, bukan gue yang salah kok, kamu yang salah’. Lebih kurang seperti itu,” ujar Fitri.
Selain untuk melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain demi terlepas dari beban atas tanggung jawab itu, Adelia mengatakan, seseorang berperilaku seperti itu karena tidak ingin merasa tidak nyaman.
“Mereka tidak ingin merasa tidak nyaman atas kesalahan yang mereka lakukan. Jadi untuk bisa tetap merasa nyaman walaupun melakukan kesalahan, mereka ‘secara tidak langsung’ melimpahkan atau memutarbalikkan kesalahan ke lawan bicara,” ujar dia.
Sama-sama bentuk manipulasi
Fitri menerangkan, baik gaslighting, serta perilaku seperti guilt tripping dan playing victim, adalah perilaku yang berada di bawah payung manipulasi.
Ketiganya memiliki benang merah berupa perilaku untuk memengaruhi orang lain. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan. Mengapa seseorang memiliki sifat manipulatif?
Pola asuh
Fitri menerangkan, salah satu penyebab seseorang memiliki sifat manipulatif yang bisa membuat mereka melakukan gaslighting, guilt tripping, atau playing victim, adalah pola asuh.
“Misalnya karena ada perilaku kompetitif di dalam keluarga itu, seperti sibling rivalry atau persaingan kakak-adik,” ucap dia.
Keluarga yang “memelihara” persaingan antara kakak dan adik, bisa membuat salah satu pihak terbiasa dengan tidak mendapatkan perhatian atau sesuatu yang diinginkan.
Alhasil, ia mengembangkan perilaku manipulatif di luar lingkup keluarga untuk mendapatkan apa yang tidak bisa didapatkan dari keluarganya.
“Misalnya ketika dia ingin diterima di dalam suatu kelompok tertentu, dan ternyata dia sulit untuk diterima, dia berusaha untuk memainkan kata-kata untuk memanipulasi, sehingga dia bisa diterima di kelompok tersebut,” jelas Fitri.
Pekerjaan
Cara manusia berperilaku sangat dipengaruhi dari apa yang dilihat dan dipelajari dari lingkungan sekitar, salah satunya lingkungan pekerjaan.
Perihal manipulatif, tidak dapat dipungkiri bahwa sifat ini bisa saja “dipelajari” oleh seseorang yang pekerjaannya berkaitan dengan “memanipulasi” orang lain, alias pekerjaan yang membutuhkan keahlian untuk memengaruhi orang lain.
“Dengan tugas dalam pekerjaan yang seperti itu, otomatis kita juga mengembangkan diri untuk memiliki trik-trik tentang bagaimana cara untuk memengaruhi orang. Itu tanpa sadar berkembang menjadi sifat manipulatif di dalam diri kita,” tutur Fitri.
Tag: #cuma #pacar #gaslighting #juga #terjadi #keluarga #pertemanan