Cerita Irsani Menemukan Kekuatan Fisik dan Mental lewat Latihan Beban
Keinginan sederhana untuk menurunkan berat badan pasca melahirkan justru membawa Irsani (35) pada perjalanan panjang yang mengubah cara pandangnya terhadap tubuh, kesehatan, hingga perannya sebagai seorang ibu.
"Ketertarikanku pada strength training (latihan beban) justru dimulai dari hal yang sederhana: ingin menurunkan berat badan pasca melahirkan. Saat itu naik hampir 15 kg, badan rasanya berat, dan emosiku juga nggak stabil. Tapi seiring waktu, aku merasa latihan beban bukan hanya mengubah fisik — tapi pelan-pelan membangun ulang mentalku sebagai seorang ibu," ujar Irsani saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/12/2025).
Latihan beban, yang semula ia lakukan untuk kembali bugar, akhirnya menjadi pintu masuk menuju pemulihan mental, perubahan gaya hidup, dan misi baru untuk mengedukasi keluarga Indonesia.
Bagi Sani, menjadi ibu adalah anugerah, sekaligus fase penuh dinamika yang tidak banyak dibicarakan.
Perubahan hormon, kelelahan, naik turunnya emosi, hingga tubuh yang terasa asing membuatnya merasa tidak seimbang secara psikis.
"Aku sempat berkonsultasi dengan psikolog, baru kusadari bahwa rutinitas olahraga yang mulai kupaksakan kembali justru membantu memperbaiki kondisi psikis dan kestabilan," ungkap fitness influencer yang kini berdomisili di Yogyakarta ini.
Awal cerita Irsani jatuh cinta pada strength training
Perkenalan Sani dengan latihan beban bermula dari pengalaman personal.
Setelah melahirkan, berat badannya naik hingga 15 kilogram dan tubuhnya terasa berat.
Ia mulai berolahraga tanpa tujuan besar, hanya ingin kembali bugar.
Namun semakin konsisten ia berlatih, semakin terasa dampaknya pada kondisi mental.
Latihan beban menjadi momen kembali ke diri sendiri, satu hingga dua jam untuk bergerak secara mindful, merasakan tubuh, dan memulihkan energi emosional.
Di tengah peran sebagai ibu yang menuntut kesabaran dan konsistensi, aktivitas fisik justru memberinya ruang bernapas.
"Bergerak bukan tindakan egois. Justru itu cara mencintai diri agar bisa hadir lebih utuh untuk keluarga," ujarnya.
Perjalanan itu juga membawanya pada pertanyaan baru: mengapa ia dulu sering cedera meski pernah menjadi atlet?
Jawabannya muncul setelah ia mendalami lebih jauh tentang biomekanik, hormon perempuan, dan perbedaan kapasitas tubuh.
Dari sana, tumbuh ketertarikan yang lebih mendalam terhadap ilmu strength training.
Transformasi fisik dan mental usai latihan beban
Perubahan yang dirasakan Sani tidak hanya terjadi pada tubuhnya.
Latihan rutin membantunya membangun disiplin, memperbaiki mood, serta menumbuhkan kemampuan mengelola stres.
Ia merasa lebih kuat menjalankan peran sebagai istri dan ibu, sekaligus lebih mengenal batas dan kapasitas tubuhnya.
"Perjalanan olahraga ini sebenarnya perjalanan olahrasa," kata Sani.
Baginya, setiap gerakan bukan hanya soal membentuk otot, tapi memahami sinyal tubuh, apa yang nyaman, apa yang terlalu berat, dan bagaimana menyesuaikan ritme tanpa menyiksa diri.
Misi berbagi dan menghapus miskonsepsi tentang latihan beban
Awalnya, Sani hanya ingin mendorong orang tua dan keluarga dekat mencoba latihan beban karena ia merasakan sendiri manfaat fisiknya.
Namun semakin ia membuka percakapan di media sosial, semakin ia sadar bahwa banyak masyarakat Indonesia masih keliru memahami latihan beban, terutama perempuan.
Ada anggapan bahwa latihan beban membuat tubuh terlalu berotot, padahal massa otot justru penting untuk metabolisme, kesehatan tulang, hingga pencegahan penyakit metabolik.
Belum lagi larangan yang sering diberikan tanpa penjelasan detail, seperti batasan beban lima kilogram pasca operasi, yang dalam banyak kasus tidak berdasar dan perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Menurut Sani, persoalan utama bukan hanya pada larangan itu, tetapi pada minimnya edukasi lanjutan.
Banyak orang tidak tahu kapan boleh kembali bergerak, bagaimana memulai dari ringan, atau bagaimana menyesuaikan progres latihan.
Di sisi lain, akses gym dan informasi yang belum merata membuat latihan beban tampak eksklusif.
Mendorong lansia untuk bergerak
Latihan beban jadi momen kembali ke diri bagi Irsani. Ia menemukan kekuatan fisik, mental, dan misi edukasi untuk keluarga Indonesia.
Salah satu pengalaman paling berarti bagi Sani adalah mendampingi seorang teman lansia yang ingin belajar angkat beban.
Saat pertama kali diminta menemani ke gym, ia sempat ragu karena melatih lansia membutuhkan kehati-hatian ekstra.
Namun semangat tinggi dari sang lansia membuat Sani yakin untuk memulai.
Mereka membangun komunikasi dua arah: evaluasi rasa tubuh sebelum latihan, menyesuaikan beban, dan memastikan progres aman.
Dalam beberapa bulan, lansia tersebut mulai percaya diri mengoperasikan alat gym dan merasakan berkurangnya nyeri sendi.
Dari pengalaman itu Sani belajar bahwa lansia bukan tidak mampu, hanya jarang diberi kesempatan dan lingkungan yang aman untuk mencoba.
"Saat ini kami masih rutin latihan, dengan frekuensi 1–2 kali per minggu—lebih ke pola sharing and learning together, bukan aku sebagai pelatih tunggal tapi sebagai pendamping gerak. Dari beliau saya belajar bahwa lansia bukan tidak mampu, hanya jarang ada kesempatan dan lingkungan aman untuk mencoba," ujar Sani.
Latihan sederhana untuk semua usia
Latihan beban jadi momen kembali ke diri bagi Irsani. Ia menemukan kekuatan fisik, mental, dan misi edukasi untuk keluarga Indonesia.
Sani meyakini strength training bisa dilakukan siapa saja, bahkan dengan alat sederhana di rumah.
Gerakan dasar seperti squat, hip hinge, push-up di tembok, dan bent-over row menjadi fondasi yang efektif bagi pemula atau ibu rumah tangga yang sibuk.
Latihan 20–30 menit, dua hingga tiga kali seminggu, sudah memberi efek signifikan jika dilakukan konsisten.
Menurutnya, otot akan tumbuh asalkan ada progres yang jelas. Meski berlatih di rumah, bukan berarti hasilnya minimal, selama teknik benar dan intensitas meningkat secara bertahap.
Harapan strength training bisa menjadi budaya keluarga di Indonesia
Ke depan, Sani bermimpi melihat latihan beban menjadi bagian dari budaya keluarga Indonesia, bukan sekadar aktivitas anak muda atau mereka yang memiliki akses gym.
Ia ingin melihat orang tua, ibu, hingga lansia berlatih bersama sebagai cara menjaga kualitas hidup.
Baginya, strength training bukan sekadar membentuk tubuh, tetapi membangun mental: disiplin, keberanian menghadapi ketidaknyamanan, hingga ketangguhan menghadapi keseharian.
Ketika kapasitas fisik meningkat, daya tahan mental pun ikut tumbuh.
Sani percaya, perubahan besar dimulai dari langkah kecil, sebuah dumbbell ringan di rumah, sesi latihan 20 menit, atau keputusan untuk memulai lagi hari ini.
Dari sanalah kekuatan fisik dan mental tumbuh perlahan, dan hidup menjadi lebih bermakna.
Tag: #cerita #irsani #menemukan #kekuatan #fisik #mental #lewat #latihan #beban