Putin Krisis Pasukan, AS Sebut 700.000 Tentara Rusia Tewas Jadi Korban Perang Ukraina
Hal itu diungkap oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin melalui laman resmi Menhan AS.
“Sejak 2022, Rusia telah menderita lebih dari 700.000 korban di Ukraina. Jumlah itu lebih banyak dari yang dialami Moskow dalam semua konfliknya sejak Perang Dunia II digabungkan,” imbuh Austin melansir Defense.gov.
“Korban Rusia di Ukraina kini melebihi dua pertiga dari total kekuatan tentara Rusia pada awal perang yang dipilih Putin. Pada bulan November 2024 saja, Rusia kehilangan hampir 1.500 tentara per hari,” imbuhnya.
Senada dengan proyeksi AS, Angkatan Bersenjata Ukraina memperkirakan 707.540 tentara Rusia tewas atau terluka hingga November 2024.
Sementara Pemerintah Inggris melaporkan sekitar 700.000 tentara Rusia tewas atau terluka pada November 2024.
Rusia Rekrut Tentara Korut
Mengantisipasi kurangnya pasukan di medan perang, Sekitar 10.000 tentara asal Korea Utara (Korut) dilaporkan tiba di Kursk, wilayah garda depan konflik Rusia dan Ukraina.
Tak hanya pasukan tempur, Korut disebut turut mengirimkan sejumlah jenderal ke medan perang untuk membantu Rusia melawan Ukraina.
Pengerahan puluhan ribu tentara Korea Utara itu merupakan eskalasi yang signifikan dari keterlibatan Pyongyang dalam invasi Rusia di Ukraina.
Publik menuduh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menjual pasukannya untuk perang agresi yang ilegal.
Lantaran kehadiran tentara Korut hanya dianggap sebagai martir perang bagi Rusia dalam menghadapi serangan Ukraina.
Sementara itu pemerintah Rusia diketahui menjanjikan bayaran sebesar 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 31 Juta per bulan bagi tentara Korea Utara (Korut) yang bersedia untuk ditugaskan ke Kursk.
Jumlah gaji yang dibayarkan oleh Moskow menunjukkan peningkatan fantastis hingga 10 kali lipat jika dibandingkan dengan gaji sebelumnya.
Dimana pada bulan lalu, Radio Free Asia melaporkan bahwa gaji rata-rata untuk personel militer Korut hanya berkisar antara 100 dan 300 won.
Rusia Krisis Populasi
Terpisah, imbas perang yang tak kunjung rampung, kini Rusia dihadapkan masalah krisis populasi.
Angka kelahiran Rusia diketahui telah mencapai titik terendah dalam sejarah. Menurut laporan terakhir, hanya ada sekitar 599.600 anak yang lahir pada paruh pertama tahun 2024. Jumlah tersebut menjadi yang terendah selama 25 tahun.
Angka ini bahkan 16 ribu lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
Pemerintah Rusia menyebut situasi ini sebagai 'bencana besar bagi masa depan bangsa'.
Untuk mengatasi ancaman krisis populasi, Salah satu kota di Rusia mengeluarkan aturan baru yaitu memberikan hadiah insentif uang pada wanita muda di bawah usia 25 tahun yang mau memiliki anak.
Mengutip laporan Money Control, jumlah hadiah insentif yang ditawarkan sejumlah 100 ribu rubel Rusia (Rp 15,8 juta).
Uang tersebut diberikan khusus untuk wanita berusia di bawah 25 tahun yang masih terdaftar sebagai mahasiswa universitas atau perguruan tinggi yang tinggal di wilayah Karelia.
Selain pemberian insentif tersebut, nantinya ibu juga bakal mendapatkan dukungan tambahan untuk perawatan anak dan pemulihan pasca persalinan.
Hal ini dilakukan untuk mendorong angka kelahiran di Rusia yang perlahan menurun.
Karelia bukan menjadi satu-satunya daerah yang menerapkan program insentif untuk mendorong angka kelahiran.
Setidaknya ada 11 pemerintah daerah di Rusia yang menawarkan insentif serupa, salah satunya di Tomsk.
Sementara itu Pemerintah pusat Rusia sendiri dilaporklan turut meningkatkan anggaran tunjangan bersalin untuk para ibu hamil.
Menurut informasi yang beredar mulai tahun 2025, ibu yang pertama kali melahirkan akan menerima insentif akan menerima sekitar 677 ribu rubel Rusia (Rp 101,5 juta),.
Jumlah tersebut meningkat dari 630.400 (Rp 94,5 juta) rubel pada tahun 2024.
(Tribunnews.com / Namira)
Tag: #putin #krisis #pasukan #sebut #700000 #tentara #rusia #tewas #jadi #korban #perang #ukraina