Helena of Bavaria: Potret Perempuan dalam Politik Dinasti Eropa
Kisah Helena of Bavaria, putri bangsawan yang disiapkan jadi permaisuri, namun takdir membawanya ke arah yang berbeda.(historyofroyalwomen.com
17:31
9 Desember 2025

Helena of Bavaria: Potret Perempuan dalam Politik Dinasti Eropa

- Helena of Bavaria, atau yang akrab disapa Néné, adalah sosok perempuan bangsawan Jerman yang kisah hidupnya mencerminkan dinamika politik dan tekanan sosial dalam sistem monarki Eropa abad ke-19. Lahir pada 4 April 1834 sebagai putri sulung dari Duke Maximilian Joseph dan Ludovika dari Bavaria, Helena tumbuh dalam keluarga Wittelsbach yang sangat memperhatikan aliansi politik melalui pernikahan.

Pada tahun 1853, Helena dan keluarganya melakukan perjalanan ke Bad Ischl dengan harapan besar, yaitu mempertemukan Helena dengan Kaisar Franz Joseph I dari Austria. Sang ibu, Ludovika, berharap putrinya akan menjadi permaisuri. Namun, rencana itu berubah drastis ketika sang kaisar justru jatuh cinta pada adik Helena, Elisabeth, yang kemudian dikenal sebagai “Sisi”.

“Franz Joseph langsung terpikat pada Elisabeth, bukan Helena seperti yang direncanakan,” tulis History of Royal Women.

Penolakan ini menjadi pukulan besar bagi Helena, baik secara pribadi maupun politis. Ia sempat menarik diri dari kehidupan sosial dan mempertimbangkan untuk masuk biara. Namun, sang ibu tidak tinggal diam. Ia kemudian memperkenalkan Helena kepada Maximilian Anton Lamoral, pewaris keluarga Thurn and Taxis, dalam sebuah acara perburuan di Possenhofen. Meski keluarga tersebut sangat kaya, mereka dianggap kurang bergengsi secara sosial oleh kalangan kerajaan.

Dengan bantuan Sisi yang telah menjadi permaisuri, Raja Maximilian II akhirnya menyetujui pernikahan Helena dan Maximilian Anton. Mereka menikah pada 24 Agustus 1858 di Kastil Possenhofen. Pernikahan ini menjadi satu-satunya dari lima saudari Wittelsbach yang benar-benar bahagia. Helena kemudian menetap di Regensburg dan menjalani kehidupan yang lebih tenang sebagai Putri Pewaris Thurn and Taxis.

Sebagai istri bangsawan, Helena aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Ia dikenal sebagai sosok yang religius dan dermawan. Ia mendirikan rumah sakit dan mendukung berbagai kegiatan amal di wilayahnya.

“Helena menemukan makna baru dalam pelayanan dan kehidupan keluarga,” tulis European Royal History.

Helena dan Maximilian dikaruniai empat anak, termasuk Albert, yang kelak menjadi kepala keluarga Thurn and Taxis. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Maximilian berpulang pada 1867 karena penyakit ginjal, meninggalkan Helena sebagai janda di usia muda. Meski begitu, ia tetap menjalankan perannya sebagai ibu dan pemimpin keluarga dengan penuh tanggung jawab.

Setelah kematian suaminya, Helena tetap aktif dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Ia menjadi figur penting dalam menjaga stabilitas keluarga bangsawan Thurn and Taxis. Dalam surat-surat pribadinya, Helena menulis bahwa “Tuhan punya rencana yang lebih baik dari yang bisa kita bayangkan”, sebuah refleksi atas penerimaan dan keteguhan hatinya dalam menghadapi takdir.

Helena wafat pada 16 Mei 1890 dan dimakamkan di Saint Emmeram's Abbey, Regensburg. Ia meninggalkan warisan sebagai perempuan yang menjalani hidup dengan martabat, kesetiaan, dan pengabdian. Meski tak pernah menjadi permaisuri, kisahnya menjadi pengingat bahwa kekuatan perempuan dalam sejarah dinasti tidak selalu hadir dalam bentuk mahkota, tetapi dalam keteguhan hati dan peran sosial yang dijalani dengan penuh makna. (*)

Editor: Siti Nur Qasanah

Tag:  #helena #bavaria #potret #perempuan #dalam #politik #dinasti #eropa

KOMENTAR