Peran dan Perkembangan COP dalam Upaya Global Mengatasi Perubahan Iklim
- Conference of the Parties (COP) dibentuk oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebagai badan yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan terkait implementasi komitmen negara-negara dalam menangani perubahan iklim. Menurut laman resmi COP30, saat ini terdapat 198 negara yang menjadi bagian dalam UNFCCC.
Dikutip dari UNFCCC, COP merupakan lembaga pengambil keputusan tertinggi yang mengawasi pelaksanaan konvensi, meninjau berbagai instrumen hukum, termasuk pengaturan administratif dan kelembagaan, serta menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan implementasi yang efektif.
Fungsi Utama COP
Salah satu tugas utama COP adalah meninjau national communications dan inventarisasi emisi yang disampaikan oleh masing-masing negara pihak. Berdasarkan laporan tersebut, COP menilai dampak dari kebijakan penurunan emisi yang dilakukan serta mengukur sejauh mana kemajuan yang dicapai untuk mewujudkan tujuan utama konvensi. COP diselenggarakan setiap tahun. Pertemuan pertama diadakan di Berlin, Jerman pada Maret 1995.
Secara umum, pertemuan berlangsung di Bonn sebagai markas sekretariat, kecuali ada negara yang bersedia menjadi tuan rumah. Kepresidenan COP pun bergilir di antara lima kelompok regional PBB, yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Tengah dan Timur, serta Eropa Barat dan Lainnya, sehingga lokasi penyelenggaraan cenderung berpindah mengikuti rotasi tersebut.
Sejarah Perkembangan COP
Dilansir World Nuclear Association, pertemuan COP sejak 1995 telah melalui sejumlah fase penting. Salah satu tonggak utamanya adalah adopsi Protokol Kyoto pada COP3, yang menetapkan target penurunan emisi bagi 37 negara maju sebesar rata-rata 5 persen pada periode 2008-2012 dibandingkan level emisi tahun 1990. Beban yang lebih berat bagi negara maju tersebut berlandaskan prinsip "common but differentiated responsibility and respective capabilities" yang mengakui kontribusi historis negara-negara industri terhadap emisi global.
Namun, Amerika Serikat tidak meratifikasi Protokol Kyoto. Pembagian tanggung jawab antara negara maju dan berkembang kemudian menjadi sumber perdebatan dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, terutama karena meningkatnya emisi dari beberapa negara berkembang seiring pertumbuhan ekonomi dalam tiga dekade terakhir.
Tonggak besar berikutnya adalah lahirnya Paris Agreement pada COP21 tahun 2015, sebuah perjanjian hukum internasional yang menetapkan tujuan membatasi kenaikan suhu global jauh di bawah 2°C, serta berupaya menahan kenaikan hingga 1,5°C dibandingkan era pra-industri. Tidak seperti Kyoto yang menetapkan target spesifik bagi negara maju, Paris Agreement mewajibkan setiap negara menyerahkan Nationally Determined Contribution (NDC) setiap lima tahun. NDC ini kemudian dimasukkan dalam NDC Synthesis Report untuk menilai komitmen global terhadap target penurunan emisi. Laporan pertama dibahas dalam COP28 di Dubai dan menghasilkan Global Stocktake pertama, yang menegaskan bahwa komitmen yang ada masih belum cukup untuk menjaga kenaikan suhu di batas 1,5°C.
Agenda dan Fokus COP30
Baru-baru ini, COP30 digelar pada 10-21 November 2025 di Belém, Brasil. Konferensi ini mempertemukan para pemimpin dunia serta para negosiator dari seluruh negara pihak UNFCCC untuk memperkuat langkah kolektif dalam menghadapi krisis iklim. Selain perwakilan pemerintah, konferensi ini juga melibatkan pelaku bisnis, pemuda, ilmuwan iklim, masyarakat adat, dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Menurut Climate Diplomacy, COP30 membahas sejumlah tema besar, seperti pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan kapasitas adaptasi, pendanaan iklim bagi negara berkembang, teknologi energi terbarukan dan solusi rendah karbon, pelestarian hutan serta keanekaragaman hayati, hingga isu keadilan iklim dan dampak sosial dari perubahan iklim.
Tag: #peran #perkembangan #dalam #upaya #global #mengatasi #perubahan #iklim