Konflik Laut Merah Mengancam Inflasi Malaysia Akibat Lonjakan Tarif Kargo 200 Persen
Negeri jiran tersebut bersiap menghadapi ancaman naiknya inflasi karena naiknya tarif kargo laut.
Ancaman tersebut disampaikan pengamat ekonomi Malaysia Geoffrey Williams. Dia mengatakan, perekonomian negeri Jiran itu tengah menghadapi ancaman inflasi karena lonjakan tarif kargo laut di Pelabuhan Port Klang, Malaysia, yang kini melonjak tajam.
Melansir dari Free Malaysia Today, konflik Laut merah pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi, milisi sayap kanan Iran melakukan serangan ke kapal – kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah.
Pitinggi Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 25.000 jiwa.
Akibat serangan tersebut, ratusan kapal dagang global mulai putar arah melewati jalur Semenanjung Harapan demi menghindari Laut Merah.
Alhasil perubahan rute memicu pembengkakan biaya bahan bakar, hingga menghabiskan biaya tambahan 1 juta dolar AS untuk setiap perjalanan pulang pergi antara Asia dan Eropa.
Hal ini membuat biaya pengiriman barang dari Eropa ke pelabuhan utama Malaysia, Port Klang, naik hingga 200 persen. Misalnya biaya pengiriman kontainer berukuran 20 kaki meningkat dari 975 dolar AS menjadi 3.300 dolar AS.
Kenaikan tarif juga berlaku untuk pengiriman kontainer berukuran 40 kaki yang dilaporkan meningkat dari 1.650 dolar AS menjadi 5.100 dolar AS.
Lonjakan tarif kargo ini mulai terjadi sejak 15 Desember 2023 dan akan terus terjadi hingga ketegangan di Laut merah mereda.
“Sekitar 15 persen perdagangan global melewati Laut Merah, jadi jumlah yang besar. Namun serangan yang dilakukan pemberontak Houthi saat ini mengganggu jalur perdagangan penting, termasuk perdagangan Malaysia dan Asean,” jelas Williams.
Tak hanya itu perubahan rute juga membuat pengiriman barang menjadi lebih lama dari biasanya. Perjalanan Pulang pergi dari Port Klang ke Rotterdam di Eropa biasanya memakan waktu 65 hari melalui Laut Merah dan Terusan Suez.
Namun karena kapal menghindari Laut Merah dan mengambil rute mengitari Tanjung Harapan, dibutuhkan waktu 85 hari untuk perjalanan pulang pergi.
"Pengirim harus menunggu lebih lama hingga kapal tiba di pelabuhan, dan kontainer juga akan menghabiskan lebih banyak waktu di pelabuhan," kata Williams.
"Jadwal akan terlewat karena semakin banyak kapal yang berlayar. Kargo akan berada di pelabuhan lebih lama, sehingga menimbulkan tantangan operasional. Tapi kita belum melihat hal ini di sini," timbuhnya.
Rakyat Malaysia Diminta Siap Hadapi InflasiBelum diketahui secara pasti kapan konflik Laut Merah mereda, namun Federasi Produsen Malaysia (FMM) memperingatkan eksportir dan importir untuk bersiap menghadapi kenaikan tarif angkutan bahkan hingga tiga kali lipat di tahun ini.
Hal ini akan berdampak pada naiknya harga barang dan jasa yang kemudian dapat memicu lonjakan inflasi.
Senada FMM, mitra kesepakatan ekonomi dan kebijakan PwC Malaysia, Patrick Tay Soo Eng juga memperingatkan masyarakat Malaysia untuk menghadapi pelemahan ekonomi.
Lantaran ekspor dan impor Malaysia sebagian besar bergantung pada perdagangan laut dengan masing-masing berjumlah sekitar 53,5 persen dan 60 persen
"Harga barang impor juga akan mulai meningkat karena biaya pengiriman yang lebih tinggi, mengingat lebih dari 50 persen total perdagangan kita dilakukan melalui laut, setiap gangguan dalam rantai pasokan global akan meningkatkan biaya berbisnis di Malaysia," jelas pengamat lokal Mohd Afzanizam.
Tag: #konflik #laut #merah #mengancam #inflasi #malaysia #akibat #lonjakan #tarif #kargo #persen