Tanpa Latihan Memadai Dikirim ke Garis Depan, Warga Ukraina Tak Ingin Jadi 'Pasukan Bunuh Diri'
Karenanya Jenderal utamanya, Valery Zaluzhny, telah mengatakan kepada anggota parlemen bahwa mereka perlu segera mengeluarkan undang-undang mobilisasi yang baru atau dia akan kehabisan pasukan untuk berperang.
Pada sisi lain, sebagian warga negara Ukraina mengalami ketakutan dikirim ke medan perang. Mereka tak ingin dijadikan 'pasukan bunuh diri', datang hanya untuk mengantar nyawa ke musuh.
Hal ini dikarenakan, mereka tidak dibekali dengan ketrampilan dan senjata yang cukup untuk melawan pasukan Rusia yang dikenal beringas.
Dikutip Russia Today dari Daily Beast, seorang pria Ukraina mesti kucing-kucingan dengan para perekrut tentara Ukraina menghindari mobilisasi karena tak ingin mati sia-sia.
Pria yang hanya mau disebut sebagai Sergei itu mengatakan kalau sudah banyak warga Ukraina yang tewas hanya beberapa hari setelah direkrut dan dikirim ke palagan di Ukraina timur.
“Saya mendengar banyak cerita tentang orang-orang yang dibawa ke jalan dan didorong ke garis depan tanpa banyak pelatihan, dan saya bahkan mendengar cerita tentang orang-orang yang dikirim tanpa pelatihan dan dibunuh hanya dalam beberapa hari,” ujar 'Sergei' kepada Daily Beast.
Karenanya, Sergei mengaku akan berusaha menghindari hal itu selama mungkin. "Saya ingin memiliki masa depan.”
Dari cerita-cerita yang dialaminya membuat ia tidak percaya dengan pemerintahnya sendiri.
Sebenarnya Sergei ingin membantu Ukraina dalam beberapa hal. "Tetapi ia tak ingin berada di garis depan, tapi saya tidak percaya mereka tidak akan membawa saya langsung ke garis depan,” tambahnya.
Sementara warga Ukraina lainnya, 'Alex' pernah mendaftar wajib militer tahun lalu, namun dipulangkan karena terlalu banyak sukarelawan, katanya kepada outlet tersebut.
Pria berusia 27 tahun itu mengatakan dia tidak akan menjadi sukarelawan lagi, karena dia takut dijadikan “umpan meriam.”
“Beberapa orang, yang direkrut menjadi tentara untuk menjalankan fungsi lain, akhirnya berada di garis depan setelah beberapa bulan karena seorang komandan berubah pikiran,” katanya.
Ada terlalu banyak cerita di media sosial tentang penyandang disabilitas, atau pelatihan minimal, yang dikirim ke medan perang.
Agen perekrutan sekarang berjanji untuk memberikan pelatihan selama tiga bulan kepada relawan, namun “Anda tidak dapat mempercayai hal itu,” tambah ‘Alex’.
Menurut Beast, “tidak ada cukup sukarelawan di Ukraina untuk menggantikan tentara yang tewas dan terluka, memenuhi kuburan dan tempat tidur rumah sakit di negara tersebut.”
Harapan akan kemenangan cepat telah memudar dan “cerita-cerita horor memenuhi ruang keluarga,” kata outlet tersebut.
Yury Kasyanov, seorang perwira militer Ukraina, menggambarkan situasi di garis depan sebagai “mengerikan” dan “sangat buruk.”
Sementara itu, tentara telah merekrut pekerja terampil yang diperlukan untuk memproduksi drone dan memperbaiki peralatan militer, menyia-nyiakan potensi mereka di “parit berlumpur” sementara siswa berusia 18 tahun dikecualikan dari wajib militer, katanya.
Sikap BertahanMedia Jerman Die Welt menggambarkan bahwa situasi di medan tempur Ukraina sangat tidak menguntungkan.
Pasukan Ukraina sangat kekurangan amunisi dan personel untuk menangkis serangan Rusia, menurut Paul Ronzheimer, mengutip “jenderal dan tentara” yang “selalu berhubungan dengannya media tersebut.”
Pasukan Kiev sebagian besar bersikap defensif menyusul kegagalan serangan balasan musim panas mereka yang banyak digembar-gemborkan.
Operasi ofensif, yang dimulai pada awal Juni 2023 malah berakhir gagal total. Dan itu membawa perubahan signifikan di garis depan, meskipun banyak personel dan peralatan yang hilang.
Kementerian Pertahanan Rusia sebelumnya memperkirakan kerugian Ukraina selama serangan balasan yang gagal mencapai 160.000 prajurit.
Moskow juga menggambarkan total kerugian yang dialami Kiev selama konflik sebagai bencana besar, dan memperkirakan hampir 400.000 tentara telah tewas atau terluka sejak Februari 2022.
Kabur ke Luar NegeriSetidaknya 20.000 warga Ukraina telah meninggalkan negaranya untuk menghindari wajib militer, menurut perkiraan resmi.
Banyak lagi yang berada di Eropa Barat dan tidak berniat untuk kembali. Sebagian besar negara Uni Eropa menolak memulangkan mereka, meskipun ada permintaan berulang kali dari Kiev.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev pun berkomentar mengenai Ukraina yang mengirim warga sipil yang tidak terlatih ke garis depan.
Medvedev menngatakan, orang-orang biasa yang diambil dari kehidupan normal mereka dan diberikan senapan otomatis.
“Musuh kita sekarang mengirimkan rekrutan yang tidak berguna ke garis depan. Mereka diberi senapan otomatis dan diperintahkan untuk terus maju. Jelas apa yang menyebabkan hal ini terjadi,” ujarnya.
Mobilisasi umum yang diumumkan di Ukraina telah memicu serangkaian skandal. Media secara teratur menerbitkan cerita tentang bagaimana para pejabat militer menggunakan kekerasan terhadap wajib militer, bagaimana orang-orang yang tidak layak bertugas karena alasan kesehatan dimobilisasi, serta tentang bagaimana para legislator dan pejabat menghindari wajib militer dan membawa putra-putra mereka yang sudah menjalani wajib militer ke luar negeri.
Sementara para pengungsi Ukraina yang ada di Jerman menolak dikembalikan ke negerinya.
Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov mengatakan warga Ukraina yang tinggal di Jerman dan layak untuk dinas militer harus memperkuat tentara Ukraina tahun 2024.
Namun mereka yang tidak mematuhi persyaratan ini akan menghadapi sanksi.
Kabarnya, Umerov menggunakan istilah "undangan", namun menegaskan bahwa akan ada sanksi jika ada yang tidak menanggapi "undangan" tersebut.
"Kami masih mendiskusikan apa yang akan terjadi jika mereka tidak datang secara sukarela."
Tag: #tanpa #latihan #memadai #dikirim #garis #depan #warga #ukraina #ingin #jadi #pasukan #bunuh #diri