Pengeluaran Keluarga untuk Rokok Hampir Setara Biaya Protein Hewani
-Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas, dr. Maria Endang Sumiwi, menyampaikan bahwa pengeluaran keluarga untuk rokok dan tembakau hampir sebanding dengan pengeluaran untuk protein hewani.
Pernyataan ini merujuk pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023.
Menurut data tersebut, persentase pengeluaran untuk rokok dan tembakau di berbagai kelompok pengeluaran cukup signifikan. Pada kelompok pengeluaran kuintil 1, persentasenya mencapai 11,54 persen, kuintil 2 sebesar 13,39 persen, kuintil 3 sebesar 14,17 persen, kuintil 4 sebesar 14,30 persen, dan kuintil 5 sebesar 11,35 persen.
Di sisi lain, pengeluaran untuk protein hewani—termasuk ikan, daging, telur, dan susu—pada kuintil 1 mencapai 14,83 persen, kuintil 2 sebesar 16,27 persen, kuintil 3 sebesar 17,26 persen, kuintil 4 sebesar 18,41 persen, dan kuintil 5 sebesar 20,6 persen.
Selain persoalan rokok dan tembakau, Indonesia juga menghadapi tantangan serius di bidang gizi, termasuk gizi kurang, kekurangan mikronutrien, dan masalah overweight atau obesitas.
"Indonesia menghadapi tiga masalah utama terkait gizi: undernutrition, kekurangan mikronutrien, dan obesitas. Stunting pada balita mencapai 21,5 persen yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia kita," kata dr. Endang, seperti ditulis rilis Kementerian Kesehatan.
Data menunjukkan, gizi kurang pada balita berada di angka 8,5 persen, anemia pada remaja sebesar 16,3 persen, dan anemia pada ibu hamil mencapai 27,7 persen.
Di sisi lain, overweight pada remaja mencapai 12,1 persen, sementara obesitas pada orang dewasa juga menjadi isu yang harus ditangani.
Konsumsi pangan masyarakat Indonesia juga memunculkan keprihatinan, seperti rendahnya konsumsi protein hewani pada balita (hanya 21,6 persen) dan tingginya konsumsi minuman manis (52 persen), makanan asin (32 persen), serta makanan instan (11 persen). Sebanyak 65 persen masyarakat bahkan tidak rutin sarapan.
Endang menekankan pentingnya memperbaiki pola makan dengan mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak, serta meningkatkan konsumsi makanan bergizi seimbang.
"Gizi seimbang penting untuk mendukung tumbuh kembang anak serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya konsumsi makanan bergizi yang mencakup sayur, buah, dan protein, serta mengurangi makanan manis, asin, dan berlemak secara berlebihan. Masyarakat juga dianjurkan untuk rutin sarapan dan minum cukup air putih.
Staf Ahli Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Ikeu Tanziha menambahkan, gizi yang baik menjadi fondasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Presiden Prabowo Subianto telah membentuk BGN untuk memastikan pemenuhan gizi nasional secara optimal, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan berbagai pihak lainnya.
Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Ir. Doddy Izwardy, menyoroti pentingnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai upaya memutus mata rantai stunting, yang menjadi bagian dari visi Indonesia Emas 2045 dan SDGs 2030.
Hari Gizi Nasional (HGN) yang diperingati pada 25 Januari 2025 mengusung tema “Pilih Makanan Bergizi untuk Keluarga Sehat.”
Tema ini diharapkan menjadi momentum perubahan perilaku makan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Endang mengimbau masyarakat untuk memilih makanan sehat, seperti jus buah tanpa gula dibandingkan minuman berpemanis atau soda, serta camilan sehat seperti buah-buahan daripada gorengan.
Sarapan pagi juga dianjurkan untuk mendukung pola hidup sehat dan bergizi.
Tag: #pengeluaran #keluarga #untuk #rokok #hampir #setara #biaya #protein #hewani