8 Fakta Perempuan Lebih Rentan Depresi di Lingkungan Kerja Dibanding Laki-Laki
Ilustrasi, depresi. (Freepik/ freepik)
10:32
16 Januari 2025

8 Fakta Perempuan Lebih Rentan Depresi di Lingkungan Kerja Dibanding Laki-Laki

- Dunia kerja modern dengan segala dinamika dan tuntutannya dapat menjadi sumber stres bagi siapa pun. Namun, penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih rentan mengalami depresi di lingkungan kerja dibandingkan laki-laki.

Fenomena ini menarik perhatian para ahli psikologi dan kesehatan mental. Para ahli psikologi dan kesehatan mental mendorong upaya untuk memahami faktor-faktor yang mendasarinya dan mencari solusi yang efektif.

Berikut beberapa faktor yang berkontribusi pada kerentanan perempuan terhadap depresi di lingkungan kerja:

1. Beban Ganda dan Peran Tradisional

Perempuan seringkali memikul beban ganda, yaitu tanggung jawab profesional di tempat kerja dan tanggung jawab domestik di rumah. Peran tradisional sebagai pengurus rumah tangga dan pengasuh anak masih melekat kuat pada sebagian masyarakat, menambah tekanan bagi perempuan yang juga berkarir.

Tuntutan untuk menyeimbangkan kedua peran ini dapat menimbulkan stres berkepanjangan dan meningkatkan risiko depresi. Tekanan ini dapat berupa ekspektasi sosial, pembagian kerja yang tidak setara di rumah, atau kurangnya dukungan dari pasangan dan keluarga.

Beban ganda ini dapat memicu konflik peran, kelelahan emosional, dan perasaan bersalah karena merasa tidak mampu memenuhi semua tuntutan. Akibatnya, kesehatan mental perempuan menjadi taruhannya.

2. Diskriminasi dan Ketidaksetaraan Gender

Di banyak tempat kerja, perempuan masih menghadapi diskriminasi dan ketidaksetaraan gender. Hal ini dapat berupa perbedaan gaji untuk pekerjaan yang sama, kurangnya kesempatan promosi, pelecehan seksual, atau komentar-komentar seksis. Pengalaman-pengalaman negatif ini dapat merusak kepercayaan diri, memicu stres, dan meningkatkan risiko depresi. Lingkungan kerja yang tidak inklusif dan tidak menghargai keberagaman juga dapat memperburuk kondisi ini.

Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak adil bagi perempuan. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental individu, tetapi juga pada kinerja dan produktivitas secara keseluruhan.

3. Tekanan untuk Memenuhi Standar Ganda

Perempuan seringkali menghadapi standar ganda di tempat kerja. Mereka dituntut untuk bekerja sekeras laki-laki, tetapi juga diharapkan untuk tetap feminin dan menyenangkan.

Tekanan untuk memenuhi ekspektasi yang bertentangan ini dapat menimbulkan stres dan kebingungan. Perempuan mungkin merasa harus menyembunyikan emosi atau karakteristik tertentu agar diterima di lingkungan kerja yang didominasi laki-laki.

Tekanan ini dapat menyebabkan perempuan merasa tidak autentik dan tidak dihargai di tempat kerja. Hal ini juga dapat memicu perasaan cemas, rendah diri, dan depresi.

4. Perubahan Hormonal

Faktor biologis juga berperan dalam kerentanan perempuan terhadap depresi. Perubahan hormonal yang terjadi selama siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause dapat memengaruhi suasana hati dan emosi.

Beberapa perempuan mengalami gejala pramenstruasi (PMS) yang parah, termasuk perubahan suasana hati, mudah marah, dan depresi. Perubahan hormonal yang terjadi selama masa transisi kehidupan juga dapat meningkatkan risiko depresi.

Perubahan hormonal ini dapat memengaruhi neurotransmiter di otak yang berperan dalam pengaturan suasana hati. Hal ini menjelaskan mengapa perempuan lebih rentan mengalami depresi pada periode-periode tertentu dalam hidupnya.

5. Stigma dan Kurangnya Dukungan

Stigma terkait kesehatan mental masih kuat di masyarakat, termasuk di lingkungan kerja. Perempuan yang mengalami depresi mungkin enggan mencari bantuan karena takut dihakimi atau dikucilkan. Kurangnya dukungan dari atasan, rekan kerja, dan keluarga juga dapat memperburuk kondisi ini. Lingkungan kerja yang tidak suportif dan tidak memahami masalah kesehatan mental dapat membuat perempuan merasa terisolasi dan putus asa.

Stigma dan kurangnya dukungan dapat menghambat pemulihan dan memperpanjang penderitaan perempuan yang mengalami depresi. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan suportif terhadap masalah kesehatan mental.

"Untuk sampai pada kondisi depresi, biasanya ketika karyawan mengalami kondisi stres tak tertangani. Karyawan tidak mendapatkan coping stress atau manajemen stres yang baik, kemudian bisa berlanjut menjadi depresi atau masalah psikologis yang lain," kata psikolog Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar Lyly Puspa Palupi S seperti yang dilansir Antara pada Rabu (15/1).

Kerentanan perempuan terhadap depresi di lingkungan kerja adalah masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari beban ganda dan diskriminasi gender hingga perubahan hormonal dan stigma sosial.

Memahami faktor-faktor ini adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan suportif bagi perempuan.

Perusahaan perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi diskriminasi, memberikan dukungan bagi perempuan yang menghadapi beban ganda, dan menciptakan budaya kerja yang inklusif dan menghargai keberagaman.

Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan dunia kerja yang lebih adil dan sehat mental bagi semua.

 

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #fakta #perempuan #lebih #rentan #depresi #lingkungan #kerja #dibanding #laki #laki

KOMENTAR