



Studi Ungkap Tambang Nikel Picu Asma, Kanker, dan Kerusakan Ginjal
Aktivitas pertambangan nikel, yang selama ini dianggap sebagai motor penggerak industri hilirisasi, ternyata menyimpan ancaman serius bagi kesehatan manusia.
Dikutip dari Case Studies in Chemical and Environmental Engineering (2024) dan International Journal of Environmental Research and Public Health (2020), berbagai proses dalam penambangan dan pengolahan nikel berkontribusi langsung terhadap peningkatan risiko penyakit pernapasan, gangguan ginjal, hingga kanker.
Sebuah studi komprehensif menggunakan pendekatan Life Cycle Assessment (LCA) menemukan bahwa produksi satu ton nikel menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 46.100 kg CO? eq.
Selain itu, emisi logam berat seperti nikel, kadmium, kromium, dan timbal ke dalam air dan tanah dapat memicu penyakit serius seperti asma, gangguan fungsi ginjal, hingga disabilitas intelektual ringan.
Dampak dari tambang nikel tak hanya terlihat dari kerusakan lingkungan secara kasat mata, tetapi juga merayap melalui air, udara, dan tanah yang terkontaminasi.
Risiko tersebut pelan tapi pasti mengintai masyarakat di sekitar lokasi tambang, termasuk anak-anak dan lansia yang lebih rentan terhadap paparan zat berbahaya.
Polusi udara dan ancaman penyakit pernapasan
Hasil studi menunjukkan bahwa pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bakar dan batu bara, dalam aktivitas tambang nikel menghasilkan sulfur dioksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), dan partikel halus (PM2.5).
Polutan ini merupakan penyebab utama asma. Bahkan, untuk setiap ton nikel yang diproduksi, diperkirakan menimbulkan 0,000921 kasus asma per tahun.
Gas-gas ini tidak hanya menyebabkan iritasi saluran napas, tetapi juga merusak jaringan paru-paru dalam jangka panjang.
Partikel halus yang dihasilkan juga berpotensi memicu kanker paru jika terhirup secara terus-menerus.
Kandungan logam berat dalam air dan tanah
Limbah cair hasil pengolahan nikel mencemari air tanah dan permukaan dengan kandungan nikel terlarut yang tinggi.
Dalam studi Scientific Reports (2024) yang meneliti air tanah di Khorasan Selatan, Iran, ditemukan bahwa kandungan nikel di salah satu stasiun (Halvan) mencapai 132,39 μg/l, jauh melebihi ambang aman WHO sebesar 20 μg/l.
Pencemaran ini berpotensi memicu gangguan ginjal dan osteoporosis, terutama jika air tersebut digunakan untuk minum atau irigasi.
Studi itu juga mencatat bahwa 1,78% dari titik pengambilan sampel menunjukkan hazard quotient (HQ) ≥ 1, yang berarti sudah masuk kategori risiko non-karsinogenik tinggi.
Bukti paparan: jejak kanker dan kerusakan organ
Studi toksikologi dalam jurnal International Journal of Environmental Research and Public Health mengungkap bahwa paparan nikel, baik dalam bentuk partikel terhirup maupun larutan terkontaminasi, dapat memicu kerusakan DNA, stress oksidatif, serta perubahan epigenetik yang berujung pada kanker paru, kanker darah, dan kanker nasofaring.
Selain itu, partikel nikel diketahui mampu menghambat enzim penting di tubuh dan menyebabkan gangguan mitokondria, memperparah risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung dan gangguan fungsi otak.
Dengan berbagai temuan ilmiah yang telah dibuktikan melalui metode LCA, toksikologi, dan uji risiko kesehatan, sudah saatnya pemerintah dan pelaku industri meninjau ulang dampak tambang nikel terhadap masyarakat.
Selain itu, pemantauan kualitas udara, air, dan tanah secara berkala perlu diperkuat agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban diam-diam dari industrialisasi nikel.
Tag: #studi #ungkap #tambang #nikel #picu #asma #kanker #kerusakan #ginjal