Bagaimana Stres Berat Bisa Picu Sindrom Patah Hati pada Pria
Ilustrasi(FREEPIK)
10:48
9 Juni 2025

Bagaimana Stres Berat Bisa Picu Sindrom Patah Hati pada Pria

 

Seorang pria berusia 59 tahun di Beijing tiba-tiba mengalami nyeri dada hebat dan sesak napas saat akan menjalani prosedur medis rutin di Rumah Sakit Pertama Universitas Peking. 

Dari keluhan yang dialami pria tersebut, dokter mendiagnosis kardiomiopati takotsubo, lebih dikenal sebagai sindrom patah hati. Ini adalah sebuah kondisi langka namun serius di mana jantung mendadak terganggu akibat lonjakan stres emosional atau fisik.

Beberapa bulan sebelumnya, pria tersebut telah menjalani operasi pengangkatan tumor kandung kemih, dan meskipun tampak tenang di depan keluarga, rasa cemas yang mendalam tentang kemungkinan kambuhnya kanker terus menghantui pikirannya, hingga memengaruhi kesehatannya secara fisik.

Jantung yang “membeku” karena stres

Takotsubo, dinamai dari pot penangkap gurita di Jepang yang menyerupai bentuk jantung saat terkena sindrom ini, terjadi ketika hormon stres seperti adrenalin dan katekolamin membanjiri tubuh. 

Alih-alih memompa darah secara normal, otot jantung justru melemah dan sebagian “membeku” dalam posisi abnormal. Akibatnya, gejala yang muncul bisa sangat mirip serangan jantung: nyeri dada, jantung berdebar kencang, dan irama jantung tidak normal.

Meskipun kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pria yang terkena takotsubo atau kardiomiopati stres justru berisiko lebih tinggi untuk meninggal dunia.

Sebuah studi besar yang dipublikasikan oleh Journal of the American Heart Association pada Mei lalu menganalisis hampir 200.000 pasien sindrom patah hati di Amerika Serikat. Hasilnya mengejutkan: pria memiliki tingkat kematian dua kali lipat lebih tinggi dibanding wanita, yakni mencapai 11,2 persen.

Ilustrasi.Shutterstock Ilustrasi.

Mengapa takotsubo lebih berbahaya pada pria?

Menurut Dr. Mohammad Reza Movahed, profesor klinis di University of Arizona dan salah satu penulis studi, temuan ini menunjukkan celah besar dalam pemahaman kita tentang penyakit jantung yang dipicu stres.

"Ini membuka pertanyaan ilmiah baru yang sangat penting," katanya. Movahed menjelaskan bahwa perbedaan hormon antara pria dan wanita kemungkinan menjadi faktor utama.

Dalam situasi stres berat, tubuh melepaskan hormon fight-or-flight seperti katekolamin untuk mempersiapkan diri “melawan atau lari”. Namun, jika jumlah hormon ini terlalu tinggi, jantung justru bisa mengalami syok dan kehilangan fungsinya sementara. 

Pria diduga menghasilkan lebih banyak katekolamin saat stres dibanding wanita, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan jantung akut akibat takotsubo.

Estrogen, hormon seks utama pada wanita, juga dianggap punya efek pelindung terhadap sistem kardiovaskular. Ini bisa menjelaskan mengapa wanita lebih sering terkena takotsubo, tapi lebih jarang mengalami komplikasi parah atau kematian.

Faktor lain yang memperburuk risiko pria adalah bias diagnosis. Karena sindrom ini lebih sering ditemukan pada wanita, dokter mungkin tidak langsung mencurigai takotsubo pada pasien pria. Hal ini dapat menunda pengobatan penting.

“Jika diagnosis terlewat, perawatan bisa tertunda—dan dalam kasus ini, waktu benar-benar sangat krusial,” kata Dr. Deepak Bhatt dari Mount Sinai Heart Hospital.

Selain itu, banyak pria cenderung menunda pergi ke dokter karena mengira gejalanya ringan atau akan membaik dengan sendirinya. Namun, komplikasi sindrom patah hati bisa mematikan, termasuk serangan jantung, stroke, pembekuan darah, hingga gagal jantung.

"Meski menyeramkan, takotsubo bukan akhir dari segalanya. Jika didiagnosis dengan cepat dan ditangani dengan benar, fungsi jantung bisa pulih sepenuhnya dalam hitungan minggu, menurut Dr. Alejandro Lemor dari University of Mississippi Medical Center.

Meski sindrom patah hati disebabkan oleh stres mendadak, Bhatt mengatakan bahwa mengelola stres kronis dengan meditasi atau olahraga setiap hari dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan, sekaligus memberi rutinitas yang dapat diandalkan saat menghadapi situasi tak terduga.

Kasus pria di Beijing tadi menjadi pengingat penting bahwa kesehatan emosional dan fisik saling berkaitan erat.

Tag:  #bagaimana #stres #berat #bisa #picu #sindrom #patah #hati #pada #pria

KOMENTAR