



Menghadapi DBD di Musim Hujan: Anak dan Dewasa Sama Rentannya
Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Kasusnya selalu ada sepanjang tahun dan cenderung meningkat di musim hujan.
Di awal tahun ini saja, sampai dengan 3 Februari 2025, Kementerian Kesehatan RI telah mencatat sebanyak 6.050 kasus dengue secara nasional dengan Incidence Rate (IR) 2,14/100.000 penduduk.
Serta kematian akibat dengue sebanyak 28 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,46%. Kasus dengue dilaporkan dari 235 kabupaten/kota di 23 provinsi.
dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, Spesialis Penyakit Anak, menyoroti potensi kenaikan kasus dengue di Indonesia terutama dalam musim hujan.
"Di musim hujan seperti sekarang, kita harus semakin waspada terhadap dengue. Penyakit ini memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam di musim hujan," kata dia dalam acara "Langkah Bersama Cegah DBD" yang diinisiasi PT Takeda Innovative Medicines dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia belum lama ini.
Lebih lanjut, dr. I Gusti Ayu Nyoman Pertiwi menambahkan jika sering tidak disadari, DBD bisa menyerang siapa saja, di mana saja—terlepas dari tempat tinggal, usia, atau gaya hidup.
Data menunjukkan bahwa 47% kasus DBD terjadi pada anak dan remaja, dengan 12% terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun dan 35% pada usia 5-14 tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada kelompok usia ini, yaitu 45% pada anak usia 5-14 tahun dan 21% pada anak usia 1-4 tahun.
DBD pada anak sering kali diawali dengan demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, muntah, serta sakit perut yang terus-menerus. Jika terlambat ditangani, anak bisa mengalami syok DBD, yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran—dan kondisi ini bisa berakibat fatal.

"Hingga saat ini, belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan DBD. Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi yang lebih parah. Untuk itu, pencegahan menjadi kunci utama, salah satunya bisa melalui vaksinasi," tambah dia.
dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi mengatakan, bahwa pencegahan DBD melalui vaksinasi sendiri tidak termasuk ke dalam cakupan BPJS dan berada di dalam Program Imunisasi Nasional.
"Program tersebut menargetkan kelompok usia tertentu, yang biasanya adalah anak-anak. DBD bukan penyakit ringan, dan kita tidak bisa menunggu hingga terlambat untuk bertindak,” ujarnya.
Mendukung pernyataan yang disampaikan oleh dr. I Gusti Ayu, dr. Suzy Maria, Sp.PD, K-AI, Spesialis Penyakit Dalam, mengemukakan bahwa sebanyak 39% kasus DBD terjadi pada kelompok usia 15-44 tahun, dan 13% terjadi pada kelompok usia di atas 44 tahun, serta dengue bisa berakibat fatal tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga pada orang dewasa.
Banyak yang mengira DBD hanya berbahaya bagi anak-anak, padahal orang dewasa juga berisiko mengalami infeksi parah, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, gangguan imun, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
Pada kelompok ini, DBD dapat berkembang lebih cepat menjadi dengue berat, yang berisiko menyebabkan kegagalan organ. Selain itu, masih banyak orang salah mengerti bahwa apabila sudah terkena dengue, maka mereka akan kebal.
Padahal seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, dan infeksi yang berikutnya berisiko lebih parah. Sistem imun yang sudah pernah terpapar virus DBD dapat bereaksi lebih kuat terhadap infeksi berikutnya, meningkatkan risiko komplikasi serius seperti perdarahan hebat atau syok dengue.
"Oleh karena itu, pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam menangani DBD. Penerapan 3M Plus harus menjadi kebiasaan yang terus dilakukan, bukan hanya saat musim hujan," pungkas dia.
Masyarakat juga perlu mempertimbangkan langkah pencegahan dari dalam tubuh, seperti vaksinasi, yang kini telah direkomendasikan penggunaannya oleh asosiasi medis bagi anak-anak dan orang dewasa.
Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. DBD tidak boleh dianggap remeh. Pencegahan harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, karena kita tidak pernah tahu kapan atau seberapa parah infeksi akan menyerang.
"Dengan langkah pencegahan yang tepat, kita bisa mengurangi risiko DBD berat dan melindungi diri serta orang-orang di sekitar kita," ujar dia.
Sementara itu, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, menyampaikan, keberhasilan hanya dapat dicapai jika kita bergerak bersama. Tidak cukup mengandalkan satu solusi—kita perlu disiplin menerapkan 3M Plus, terus meningkatkan kesadaran, serta mempertimbangkan pendekatan yang inovatif untuk pencegahan.
"Dengan aksi kolektif yang kuat, kita dapat mengurangi dampaknya dan mencapai tujuan bersama: Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030," tutup dia.
Langkah Bersama Cegah DBD sendiri pertama kali diluncurkan pada 5 November 2023 di Jakarta dengan melibatkan lebih dari 5.000 partisipasi masyarakat, dan berhasil mencatatkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai kegiatan edukasi publik dengan komitmen terbanyak, yaitu 2.500 tanda tangan dari masyarakat.
Tag: #menghadapi #musim #hujan #anak #dewasa #sama #rentannya