Penyakit DBD Belum Ada Obatnya, Dokter Ingatkan Pencegahan Paling Penting Dilakukan
Ilustrasi DBD. Dok. JawaPos
07:44
16 Februari 2025

Penyakit DBD Belum Ada Obatnya, Dokter Ingatkan Pencegahan Paling Penting Dilakukan

- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terus mengalami kenaikan di Indonesia tiap tahunnya. Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Kolaborasi hingga berbagai pendekatan pencegahan mesti dilakukan untuk mengatasinya.   Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini mengatakan dengue adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia.    "Kasusnya selalu ada sepanjang tahun dan cenderung meningkat di musim hujan," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (15/2).  

  Di awal tahun ini saja, ia mengatakan bahwa sampai dengan 3 Februari 2025, Kemenkes telah mencatat sebanyak 6.050 kasus dengue secara nasional dengan Incidence Rate (IR) 2,14/100.000 penduduk, dan kematian akibat dengue sebanyak 28 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,46 persen. Kasus dengue dilaporkan dari 235 kabupaten/kota di 23 provinsi.    "Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam mengendalikan penyakit dengue melalui berbagai program, seperti pengendalian vektor, Gerakan 3M Plus, dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, yang diperkuat dengan edukasi berkelanjutan," tutur Ina.   "Pemerintah juga telah menetapkan Strategi Nasional Penanganan Dengue 2021-2025 yang menekankan sinergi lintas sektor. Salah satu bentuk nyata kolaborasi ini adalah kegiatan Langkah Bersama Cegah DBD bersama dengan Takeda, yang membantu memperluas jangkauan edukasi dan pencegahan," imbuhnya.   Ina melanjutkan, dengue tidak bisa dilawan hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja.   “Pemerintah telah mengadopsi strategi berbasis inovasi, termasuk implementasi nyamuk berWolbachia, seperti yang sudah kita lakukan di beberapa daerah seperti, Yogyakarta, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang, dan vaksinasi sebagai langkah perlindungan tambahan," jelasnya.   Namun, ia menyebut bahwa upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. Masyarakat harus aktif berperan salah satunya dengan menerapkan 3M Plus (menguras-menutup-mendaur ulang-plus berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk).    "Untuk itu, para pemangku kepentingan ini harus saling bersinergi, baik pemerintah, sektor swasta, organisasi medis, perusahaan, sekolah, dan lain sebagainya,” ucapnya.   Sementara itu, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines menyampaikan bahwa pihaknya mengapresiasi komitmen dari Kementerian Kesehatan RI dan seluruh Dinas Kesehatan daerah dalam upaya pengendalian dengue di Indonesia.    "Kemitraan seperti ini sangat penting karena dengue bukan masalah yang bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Di Takeda, kami melihat perjuangan melawan dengue sebagai komitmen jangka panjang. Ini bukan sekadar inisiatif sesaat, tetapi perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan konsistensi dari semua pihak," ungkapnya.   Untuk mengatasi DBD, ia menyebut bahwa tidak cukup mengandalkan satu solusi atau satu pendekatan saja.   "Kita perlu disiplin menerapkan 3M Plus, terus meningkatkan kesadaran, serta mempertimbangkan pendekatan yang inovatif untuk pencegahan. Dengan aksi kolektif yang kuat, kita dapat mengurangi dampaknya dan mencapai tujuan bersama: Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030," pungkas Andreas.   Waspada Dengue di Musim Hujan   dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, Spesialis Penyakit Anak, menyoroti potensi kenaikan kasus dengue di Indonesia terutama dalam musim hujan.    “Di musim hujan seperti sekarang, kita harus semakin waspada terhadap dengue. Penyakit ini memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam di musim hujan," tuturnya.   "Yang sering tidak disadari, dengue bisa menyerang siapa saja, di mana saja—terlepas dari tempat tinggal, usia, atau gaya hidup," sambungnya.    Data menunjukkan bahwa 47 persen kasus dengue terjadi pada anak dan remaja, dengan 12 persen terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun dan 35 persen pada usia 5-14 tahun.    Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada kelompok usia ini, yaitu 45 persen pada anak usia 5-14 tahun dan 21 persen pada anak usia 1-4 tahun.    Dengue pada anak, kata dr. Ayu, sering kali diawali dengan demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, muntah, serta sakit perut yang terus-menerus.    Jika terlambat ditangani, anak bisa mengalami syok dengue yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran.   Hingga saat ini, ia mengatakan belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan dengue.    "Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi yang lebih parah. Untuk itu, pencegahan menjadi kunci utama, salah satunya bisa melalui vaksinasi," pungkas dr. Ayu.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #penyakit #belum #obatnya #dokter #ingatkan #pencegahan #paling #penting #dilakukan

KOMENTAR